Strategi Penurunan Harga Listrik, Sekaligus Menjaga Investasi PLTU dan PLTU Mulut Tambang Tetap Menarik
Jumat, 3 Maret 2017 - Dibaca 2374 kali
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Batubara untuk Pembangkit Listrik dan Pembelian Kelebihan Tenaga Listrik (Excess Power). Aturan ini didasari pada pengoptimalan pemanfaatan batubara dalam pengembangan pembangkit listrik. Selain itu, aturan ini juga diterapkan agar Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Tenaga Listrik setempat lebih efisien, sehingga tarif tenaga listrik dapat lebih kompetitif.
Setelah peraturan ini berlaku, apabila investor akan investasi di daerah yang ada sumber Mulut Tambangnya, maka tidak boleh lagi membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Non Mulut Tambang, tetapi harus PLTU Mulut Tambang.
"Daerah yang sudah ada Mulut Tambang tidak boleh lagi pakai PLTU biasa, seperti contohnya di Sumatera Selatan, Lampung (karena dekat dengan Sumatera Selatan), Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara. Kalau kemarin di Kalimantan Timur masih ada yang pakai Non Mulut Tambang. Ini untuk kontrak (Power Purchase Agreement/PPA) yang baru. Yang sudah jalan kontraknya tetap berlaku", demikian diungkapkan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan saat ditemui usai acara Coffee Morning sosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2017, di Jakarta (3/3).
Tercatat setidaknya ada 16 PPA PLTU dan 2 PPA PLTU Mulut tambang dengan kapasitas 8.241 MW, yang telah ditandatangani antara PT. PLN dengan Independent Power Producer (IPP), dengan harga tenaga listrik disesuaikan dengan Permen tersebut.
Untuk pembelian tenaga listrik dari pembangkit Mulut Tambang juga dapat melalui penunjukan langsung, dan penambahan kapasitas pembangkit (ekspansi) di lokasi yang sama dapat dilakukan penunjukan langsung dengan syarat harga listriknya harus dibawah harga patokan.
Sedangkan untuk penambahan kapasitas pembangkit (ekspansi) di lokasi yang berbeda pada sistem yang sama dapat dilakukan pemilihan langsung dengan syarat harga listriknya harus dibawah harga patokan.
Dalam Permen tersebut diatur acuan harga pembelian listrik oleh PT. PLN dari PLTU Mulut Tambang yaitu:
1. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih rendah dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada 75% BPP Pembangkitan setempat;
2. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih tinggi dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada 75% BPP Pembangkitan nasional;
3. Harga pembelian tenaga listrik ditetapkan dengan asumsi faktor kapasitas pembangkit sebesar 80%.
Selain itu, juga diatur Harga Pembelian Listrik oleh PT. PLN dari PLTU Non Mulut Tambang dengan kapasitas > 100 MW yaitu:
1. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih rendah dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP Pembangkitan setempat;
2. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih tinggi dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP Pembangkitan nasional.
Sedangkan untuk harga pembelian listrik Non Mulut Tambang untuk kapasitas 1. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih rendah dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP Pembangkitan setempat.
2. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih tinggi dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga berdasarkan lelang atau mekanisme business to business.
Jarman mengungkapkan bahwa hal-hal tersebut diatur untuk menjaga Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik (BPP) Pembangkitan setempat lebih efektif dan efisien, sehingga tarif tenaga listrik dapat lebih kompetitif.
"Misal di Sumatera Selatan kan BPP setempatnya kira-kira 6,8 cent/kWh lebih rendah dr BPP nasional, 75 persennya dari mana? Dari BPP setempat jadi kira-kira angkanya menjadi 5,17 sen/kwh", jelas Jarman.
Proses ini mempercepat procurementnya, karena sudah jelas aturan juga harganya sehingga tetap ekonomis bagi investor. "Sehingga jelas masih menguntungkan bagi IPP, paling tidak sampai di harga 5,56 cent$/kWh maksimal masih menarik bagi IPP", ungkap Jarman.
"Sebagai panduan investasi para investor, PLTU Mulut Tambang yang akan dibangun setidaknya hingga tahun 2025 akan tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang saat ini sedang disusun. Saat ini transmisi juga sedang disiapkan, sehingga diharapkan seperti di Jawa misalnya, pembangkit yang efisien dapat melistriki daerah lain di sekitarnya, pungkas Jarman. (BAM)
Setelah peraturan ini berlaku, apabila investor akan investasi di daerah yang ada sumber Mulut Tambangnya, maka tidak boleh lagi membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Non Mulut Tambang, tetapi harus PLTU Mulut Tambang.
"Daerah yang sudah ada Mulut Tambang tidak boleh lagi pakai PLTU biasa, seperti contohnya di Sumatera Selatan, Lampung (karena dekat dengan Sumatera Selatan), Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara. Kalau kemarin di Kalimantan Timur masih ada yang pakai Non Mulut Tambang. Ini untuk kontrak (Power Purchase Agreement/PPA) yang baru. Yang sudah jalan kontraknya tetap berlaku", demikian diungkapkan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan saat ditemui usai acara Coffee Morning sosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2017, di Jakarta (3/3).
Tercatat setidaknya ada 16 PPA PLTU dan 2 PPA PLTU Mulut tambang dengan kapasitas 8.241 MW, yang telah ditandatangani antara PT. PLN dengan Independent Power Producer (IPP), dengan harga tenaga listrik disesuaikan dengan Permen tersebut.
Untuk pembelian tenaga listrik dari pembangkit Mulut Tambang juga dapat melalui penunjukan langsung, dan penambahan kapasitas pembangkit (ekspansi) di lokasi yang sama dapat dilakukan penunjukan langsung dengan syarat harga listriknya harus dibawah harga patokan.
Sedangkan untuk penambahan kapasitas pembangkit (ekspansi) di lokasi yang berbeda pada sistem yang sama dapat dilakukan pemilihan langsung dengan syarat harga listriknya harus dibawah harga patokan.
Dalam Permen tersebut diatur acuan harga pembelian listrik oleh PT. PLN dari PLTU Mulut Tambang yaitu:
1. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih rendah dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada 75% BPP Pembangkitan setempat;
2. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih tinggi dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada 75% BPP Pembangkitan nasional;
3. Harga pembelian tenaga listrik ditetapkan dengan asumsi faktor kapasitas pembangkit sebesar 80%.
Selain itu, juga diatur Harga Pembelian Listrik oleh PT. PLN dari PLTU Non Mulut Tambang dengan kapasitas > 100 MW yaitu:
1. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih rendah dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP Pembangkitan setempat;
2. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih tinggi dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP Pembangkitan nasional.
Sedangkan untuk harga pembelian listrik Non Mulut Tambang untuk kapasitas 1. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih rendah dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada BPP Pembangkitan setempat.
2. Jika BPP Pembangkitan setempat lebih tinggi dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga berdasarkan lelang atau mekanisme business to business.
Jarman mengungkapkan bahwa hal-hal tersebut diatur untuk menjaga Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik (BPP) Pembangkitan setempat lebih efektif dan efisien, sehingga tarif tenaga listrik dapat lebih kompetitif.
"Misal di Sumatera Selatan kan BPP setempatnya kira-kira 6,8 cent/kWh lebih rendah dr BPP nasional, 75 persennya dari mana? Dari BPP setempat jadi kira-kira angkanya menjadi 5,17 sen/kwh", jelas Jarman.
Proses ini mempercepat procurementnya, karena sudah jelas aturan juga harganya sehingga tetap ekonomis bagi investor. "Sehingga jelas masih menguntungkan bagi IPP, paling tidak sampai di harga 5,56 cent$/kWh maksimal masih menarik bagi IPP", ungkap Jarman.
"Sebagai panduan investasi para investor, PLTU Mulut Tambang yang akan dibangun setidaknya hingga tahun 2025 akan tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang saat ini sedang disusun. Saat ini transmisi juga sedang disiapkan, sehingga diharapkan seperti di Jawa misalnya, pembangkit yang efisien dapat melistriki daerah lain di sekitarnya, pungkas Jarman. (BAM)
Bagikan Ini!