Gelaran Diskusi dan Sosialisasi PLTS Atap di Palembang

Friday, 29 March 2019 - Dibaca 837 kali

Saat ini pemanfaatan energi surya di Indonesia baru mencapai 0,05% dari potensi yang ada, oleh karenanya Pemerintah terus berupaya mendorong pemanfaatan energi surya secara optimal dengan melibatkan seluruh stakeholder. Salah satu aplikasi PLTS yang sedang berkembang pesat adalah pemasangan PLTS pada atap bangunan, yang dikenal dengan istilah PLTS Atap atau PLTS Rooftop. Sistem PLTS Atap meliputimodul surya, inverter, sambungan listrik pelanggan, sistem pengaman, dan meter kWh Ekspor-Impor, dimana kapasitas yang diperbolehkan sebesar100% daya tersambung konsumen (Watt). Lokasi Pemasangan PLTS ini diletakkan pada atap, dinding atau bagian lain dari bangunan milik konsumen PLN.

"PLTS rooftop ini sedang popular karena implementasinya mudah dan sederhana, dengan kapasitas yang mudah diatur sesuai dengan ketersediaan luasan atap. Dengan memasang PLTS Atap secara on grid, konsumen dapat menurunkan biaya tagihan listriknya secara signifikan", demikian ungkap Abdi Dharma Saragih, Kepala Subdirektorat Pelayanan dan Pengawasan Usaha Aneka EBT, yang menjadi narasumber pada kegiatan sosialisasi ini.

Dengan terbitnya Peraturan ESDM mengenai PLTS atap ini, diharapkan dapat membuka peluang bagi konsumen PT PLN (Persero) baik dari sektor rumah tangga, bisnis, Pemerintahan, sosial maupun industri untuk berperan serta dalam pemanfaatan dan pengelolaan energi terbarukan untuk mencapai ketahanan dan kemandirian energi, khususnya energi surya. Tercatat terdapat penambahan 32 unit PLTS Atap. Sampai dengan Februari 2019 tercatat 624 pelanggan PLTS Atap on grid dengan total kapasitas terpasang mencapai 8 MW pasca terbitnya peraturan yang dikeluarkan tahun 2018 lalu.

4784d952cd43405e474f42620f6c16bc_p.jpeg

Dalam sesi diskusi, Abdi menyampaikan pula bahwa potensi pengembangan energi surya sangat besar, dimana Indonesia memiliki potensi energi surya sebesar 207.898 MW (4,80 kWh/m2/hari). Penggunaan energi surya sebagai green energy/clean technology harus menjadi pilihan dan prioritas bagi seluruh rakyat untuk mendukung sustainability development.

Tidak dipungkiri, bahwa dalam implementasinya, pemanfaatan PLTS atap memiliki berbagai tantangan dan hambatan, diantaranya hambatan interkoneksi ke jaringan PLN/kesiapan jaringan PLN (kecuali sistem Jawa-Bali), juga lamanya tingkat pengembalian investasi pemasangan PLTS Atap, masih tingginya biaya SLO untuk PLTS Atap serta tingginya biaya investasi awal pemasangan, dimana konsumen golongan industri yang on-grid ke jaringan PLN dikenakan biaya kapasitas (capacity charge) dan biaya pembelian energi listrik darurat (emergency energy charge). Berbagai hambatan dan tantangan ini masih terus dicarikan solusi terbaik agar jumlah pengguna PLTS atap dapat terus bertambah. (DLP)