Gelaran Forum Hasil Kajian dan Implementasi B30 Untuk Sektor Otomotif

Tuesday, 28 January 2020 - Dibaca 666 kali

TANGERANG - Pasca diberlakukan kebijakan mandatori biodiesel 30% (B30) yang dilaunching Presiden Jokowi pada Desember 2019 lalu, Direktorat Jenderal EBTKE sebagai unit teknis yang mengawal program B30, menggelar forum diskusi sebagai ajang berbagi informasi dan diskusi hasil kajian implementasi biodiesel ini.

"Alhamdulillah setelah melalui beberapa proses akhirnya kita pada tanggal 1 Januari 2020 lalu bisa menerapkan implementasi B30. Mendengar arahan dari Bapak Presiden harapan beliau kedepannya kita bisa menerapkan B40 B50 sampai B100. Ini semua akan kita persiapkan secara bertahap dari hulu sampai ke hilir", ungkap Direktur Bioenergi, Andriah Feby Misna pada kegiatan Sosialisasi Implementasi Biodiesel 30% (B30) hari ini di Hotel Novotel, Tangerang (28/1).

Pengembangan bahan bakar nabati ini memiliki keuntungan antara lain meningkatkan ketahanan energi, dimana kondisi saat ini ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar fosil masih tinggi. Selain itu bahan bakar nabati ini bisa menurunkan emisi CO2. Tak hanya itu, dengan adanya pengembangan bahan bakar nabati, juga dapat meningkatkan kesejahteraan petani sawit karena ketersediaan sawit sangat banyak sehingga diyakini dapat menjaga harga sawit dalam negeri menjadi stabil.

"Kita ketahui, saat ini black campaign tentang sawit di luar sana sangat tinggi. Harapan kita dengan memaksimalkan produksi sawit ini kita bisa mengoptimalkan mafaat sawit walaupun sekarang ekspor kita dibanned" ujar Feby, akrab Direktur Bioenergi ini disapa.

c3648272107a30042edfb6c504831a0a_p.JPG

Dalam forum ini hadir pula peneliti dari Lemigas ESDM yang memaparkan kepada peserta yang merupakan perwakilan dari industri otomotif, terkait hasil kajian teknis biodiesel B30. Kepala Divisi Unit Penyaluran Dana BPDP KS, Fajar Wahyudi turut hadir dan memaparkan skema dana insentif Biodiesel untuk mendukung kebijakan mandatori biodiesel. Menurut data yang dikeluarkan oleh BPDP KS, sampai dengan 31 Desember 2019, dana isentif yang telah disalurkan mencapai Rp. 3,08 triliun, dengan volume penyaluran Biodiesel yang dibayarkan sebesar 4,28 juta KL. Skema dana pembiayaan Biodiesel (insentif) diperoleh dengan perhitungan selisih kurang HIP BBM jenis minyak solar (ditetapkan Ditjen Migas) dengan HIP BBN jenis Biodiesel (ditetapkan Ditjen EBTKE) ditambah PPN 10%.

Dalam pelaksanaannya, pengembangan program bahan bakar nabati ini juga tak lepas dari berbagai tantangan sekaligus peluang, antaralain:

- Pasokan, bahwa terdapat potensi konflik antara pemanfaatan bahan baku untuk bioenergi dengan pemenuhan kebutuhan pangan, pakan dan pupuk, serta jaminan berkelanjutan feedstock dan stabilitas harga CPO;

- Kesiapan industri penunjang, antaralain industri methanol, industri katalis dan produksi degum CPO/PKO;

- Infrastruktur, bahwa sebaran Badan Usaha (BU) BBN Biodiesel tidak merata, saat ini pabrik Biodiesel lebih banyak berada di Indonesia Barat, juga keterbatasan sarana dan prasarana seperti jetty, TBBM, kapal pengangkut yang sesuai dengan spesifikasi FAME dll;

- Teknis penanganan dan penyimpanan, pengetahuan ini harus memenuhi standar agar kualitas BBN dapat dijaga;

- Insentif, mekanisme insentif yang sangat bergantung pada pungutan dan pajak keluar produk CPO dan turunannya;

- Kampanye negatif, yang dilakukan beberapa negara tujuan utama ekspor, memaksa untuk mencari new non-traditional markets. (DLP)