Penerapan SKEM Label Hemat Energi Pada Masa ‘Normal Baru’

Thursday, 11 June 2020 - Dibaca 3090 kali

JAKARTA - Memasuki tatanan 'normal baru' pada masa pandemik Covid-19 saat ini, Pemerintah memandang semakin pentingnya penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan pencantuman label tanda hemat energi pada peralatan atau piranti yang digunakan oleh masyarakat. Penerapan SKEM dan label hemat energi ini tidak saja sebagai upaya Pemerintah dalam konservasi energi, tetapi juga dalam rangka melindungi dan memberikan informasi kepada konsumen dalam pemilihan piranti yang hemat energi dan efisien.

"Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, yang diturunkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, standar dan label menjadi salah satu kerangka kegiatan konservasi energi yang dilakukan melalui penerapan teknologi yang efisien energi. Penerapannya melalui penetapan dan pemberlakuan standar kinerja energi pada peralatan pemanfaat energi," ungkap Supriyadi, Kepala Seksi Evaluasi Teknologi Efisiensi Energi yang menjadi salah satu narasumber pada kegiatan Webinar Upaya Konservasi Energi dan Penerapan Efisiensi Energi di Saat New Normal yang diselenggarakan oleh Direktorat Konservasi Energi hari ini (Kamis, 11/6).

Supriyadi menjelaskan bahwa SKEM merupakan spesifikasi yang memuat sejumlah persyaratan kinerja energi minimum pada kondisi tertentu yang secara efektif dimaksudkan untuk membatasi jumlah konsumsi energi maksimum dari produk pemanfaat energi yang diijinkan. Sebagai contoh rice cooker yang diatas 50 watt dilarang di indonesia, dan dilanjutkan dengan pegujian-pengujian dengan stakeholder.

Sementara Label Tanda Hemat Energi adalah label yang dicantumkan pada pemanfaat tenaga listrik untuk keperluan rumah tangga dan sejenisnya, yang menyatakan produk tersebut telah memenuhi syarat hemat energi tertentu, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 04-6957-2003 tentang Pemanfaat Tenaga Listrik untuk Keperluan Rumah Tangga dan Sejenisnya, yang menyatakan produk tersebut telah memenuhi syarat hemat energi tertentu. Label tanda hemat energi sebagai label komparatif, untuk membandingkan dengan produk lainnya, mana yang lebih hemat.

Tujuan penerapan SKEM dan label tanda hemat energi ini adalah melindungi dan memberikan informasi kepada konsumen dalam pemilihan peralatan rumah tangga yang hemat energi dan efisien, serta mencegah produk peralatan rumah tangga yang tidak efisien masuk ke pasar indonesia. "Konsumen dipermudah dengan tanda gambar sehingga tidak perlu berpikir lama untuk mengetahui barangnya efisien atau tidak. Tujuan berikutnya adalah kita semua tahu bahwa produk China masuk ke pasar Indonesia dengan spesifikasi dan harga sedemikian rendah. Ini akan mengganggu produk lokal yang sedang lumpuh," tandas Supriyadi.

Lebih lanjut, ia menguraikan penerapan SKEM dan label tanda hemat energi ini pun juga memberikan manfaat bagi masyarakat sebagai konsumen yaitu peluang untuk menghemat biaya listrik karena konsumsi energi peralatan rumah tangganya lebih efisien. "Jika dihubungkan dengan era normal baru sekarang, meski bekerja di rumah tagihan listrik tidak membengkak karena peralatan yang digunakan hemat energi," ujarnya. Bagi pelaku manufaktur atau importir, kebijakan Pemerintah ini dapat mendukung terciptanya persaingan yang sehat karena setiap pabrikan mengeluarkan label masing-masing, sehingga dapat menjadi pembeda kualitas dan posisi produk sendiri dan pesaing. Sementara bagi negara dapat mewujudkan ketahanan energi dan mengurangi pengurasan sumber daya energi, serta mendukung penurunan emisi GRK.

"Jadi semakin banyak tanda bintangnya semakin hemat energi. Masyarakat akan mudah dan ini ada kriterianya. Umpamanya untuk AC ada nilai energi efisiensi rasionya, untuk lampu ada lumennya," tukas Supriyadi.

Label hemat energi di Indonesia saat ini masih bintang 4 dan sedang diupayakan untuk dapat setara dengan label hemat energi di luar negeri yang minimal bintang 5. "Bintang 1 & 2 akan kita hapus, kemudian yang bintang 3 akan kita jadikan bintang 1. Kendala kita di lapangan itu ketika kita minta peran daerah untuk pengawasan mereka sudah tidak bisa langsung untuk membuat anggaran untuk konservasi energi, jadi konservasi energi di daerah itu bukan wajib tapi pilihan," tandasnya.

Menurut Supriyadi, semua pihak harus bekerja sama dalam mensosialisasikan pentingnya pemilihan peralatan rumah tangga yang telah memiliki label hemat energi. Dimulai dengan label hemat energi sebagai aspek utama dalam pengadaan barang Pemerintah Daerah dan ditindaklanjuti dengan kepatuhan label tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Herlin Herlianika Program Advisor CLASP untuk Indonesia mengungkapkan tingkat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap label hemat energi masih sangatlah kurang yaitu hanya sekitar 6,5%. CLASP adalah organisasi non-pemerintah internasional yang mendukung pengembangan dan implementasi kebijakan dan program-program yang meningkatkan kinerja energi dan lingkungan dari peralatan juga perangkat yang kita gunakan sehari-hari. Berdasarkan survei end-use nasional CLASP, konsumsi listrik rumah tangga pada tahun 2019 didominasi untuk pemakaian peralatan penerangan, kulkas, penanak nasi, TV, kipas angin dan AC.

Tulus Abadi selaku Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut menyebutkan bahwa label hemat energi belum menjadi fokus perhatian konsumen dalam pembelian barang. Meski demikian, menghadapi masa pandemik sekarang label hemat energi harus menjadi gerakan 'normal baru' secara konsisten dan berkesinambungan. "Label hemat energi sangat sejalan dengan spirit perlindungan konsumen dan label hemat energi adalah bentuk tanggung jawab konsumen terhadap barang yang digunakan," tuturnya. Tulus mengharapkan Pemerintah dapat melakukan sosialisasi yang masif serta pengawasan yang kuat dari berbagai pihak di pasar. (RWS)

Kegiatan webinar Upaya Konservasi Energi dan Penerapan Efisiensi Energi di Saat New Normal dapat disaksikan kembali di kanal Youtube Ditjen EBTKE : https://youtu.be/ucf-VCNVSnQ