Solusi Pengolahan Sampah Melalui Implementasi Cofiring Biomassa Berbasis Pelet

Friday, 23 October 2020 - Dibaca 3078 kali

JAKARTA - Sebagai upaya mendorong pemanfaatan energi terbarukan sekaligus mengatasi permasalahan sampah di beberapa kota besar, telah diterbitkan Perpres 35 tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Namun implementasi Waste to Electricity sampai dengan saat ini masih menemui kendala. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa Perpres tersebut tidak cukup operasional dan memiliki kelemahan karena model bisnis yang diatur tidak sustainable serta terbatasnya kemampuan APBD dan APBN. KPK merekomendasikan agar implementasi pengolahan sampah ini berkoordinasi dengan PT. PLN (Persero) untuk melakukan implementasi cofiring.

Pengolahan sampah melalui Waste to Energy merupakan salah satu solusi, dimana sampah akan diolah menjadi bahan bakar refused derived fuel (RDF) atau solid recovered fuel (SRF) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pencampur/cofiring batubara pada PLTU atau sebagai bahan bakar.

"PT. PLN telah melalukan riset dan sudah cukup lama dengan teknologinya bisa mengolah sampah menjadi pelet, yang bisa digunakan menjadi bahan bakar PLTU melalui cofiring. Inilah yang kami lihat dapat menjadi solusi untuk pengolahan sampah dan bisa dikembangkan dari skala kecil menengah ataupun besar. Untuk sektor industri, kita memiliki Pilot Project oleh Indonesia Power di Saguling dan beberapa industri di Bandung bisa memanfaatkan pelet dari sampah danau maupun sungai. Pengembangan pelet sampah untuk cofiring ini menjadi salah satu langkah untuk mencapai target EBT sebesar 23% pada tahun 2025, kita targetkan untuk pelet sampah 1-3%", pungkas Dirjen EBTKE, F.X. Sutijastoto pada kegiatan Telekonferensi Executive Sharing secara virtual hari ini (23/10).

RDF adalah breakthrough dalam pengelolaan sampah, yang dapat mengurangi timbunan sampah, dapat dikembangkan dalam berbagai skala, sejalan dengan upaya 3R (Reduce, Reuse Recycle), dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dan menyediakan energi bersih bagi masyarakat. Bersumber dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, jumlah sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebanyak 864.469 ton/hari, dan yang tidak terkelola sebesar 3.964.946 ton/hari. Menurut data Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan PT.PLN terdapat 30 Kabupaten/Kota dengan jumlah timbunan sampah yang berpotensi untuk diolah menjadi RDF dan menjadi penyuplai cofiring biomassa PLTU.

e0f764e3f1cf8854ae29ec82673bab94_p.jpeg"Setelah kita uji kelebihan biomassa ini ada 3 yaitu Low Sulfur Total, Low Ash Content dan Low Sox Emission, PLN sudah berkomitmen akan menampung pelet ini, maka bisnis pelet ini sudah berjalan karena sudah ada marketnya, dan harganya cukup ekonomis. Selain PLN juga ada beberapa industri misal industri semen dan tekstil yang saat ini menggunakan batu bara bisa beralih ke pelet sampah", kata Dirjen Toto.

Cofiring sendiri merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial ke dalam boiler batubara tanpa melakukan modifikasi yang signifikan. Cofiring dipilih sebagai solusi jitu, karena selain mengurangi penggunaan energi fosil dalam hal ini batubara pada PLTU, juga sebagai alternatif untuk pengolahan sampah tanpa harus membangun PLTSa. Tak hanya itu, cofiring akan mengurangi emisi SOx (emisi Sulfur Oksida/gas buang) karena biomassa seperti kayu mengandung sulfur yang jauh lebih sedikit dibanding batubara. Dan emisi CO2 dari pemakaian batubara dapat berkurang, yang artinya dapat pula mengurangi pemanasan global. Sehingga diharapkan melalui implementasi cofiring ini dapat meningkatkan porsi bauran EBT dalam total bauran energi nasional dengan cara yang relatif cepat, mudah dan murah (tanpa harus membangun pembangkit baru) dan mendorong perekonomian masyarakat.

Cofiring dilakukan dengan teknik pembakaran 2 atau lebih jenis bahan bakar dari material yang berbeda dalam satu sistem pembakaran yang sama, dapat dilakukan pada 3 tipe boiler (PC Boiler, CFB Boiler, dan Stoker Boiler) dengan 3 metode, yaitu:

- Direct Cofiring, opsi yang paling murah dan umum diterapkan

- Indirect Cofiring, biomassa digasifikasi dahulu menjadi fuel gas

- Paralel Cofiring, biomassa dibakar terpisah, populer digunakan di industri pulp and paper

Pada forum Executive Sharing tersebut, Dirjen Toto mengharapkan agar seluruh stakeholder yang hadir dapat memperoleh pemahaman yang sama terkait program Cofiring Biomassa pada PLTU sehingga program tersebut dapat diterima dan diterapkan di berbagai daerah di Indonesia. Tak hanya itu, Ia pun memohon dukungan Pemerintah Daerah untuk mendukung program ini menuju skala komersial yang berkelanjutan baik berupa dukungan kebijakan, perizinan, dan kemudahan lainnya.

"Kita harapkan dengan pertemuan virtual kita ini menjadi ajang sharing knowledge, kita juga menawarkan kepada Kabupaten dan Kota bahwa kita siap bersinergi dengan Ditjen Cipta Karya bagaimana kita dapatmendorong program, cofiring ini, yang nanti akan difasilitasi oleh Deputi KPK. Utamanya untuk mengawal tata kelolanya sehingga tata kelola yang baik di dalam implementasi ini bisa berjalan", pungkas Dirjen Toto mengakhiri sambutannya. (DLP)

99427197553c79009d8b62663b4b4f00_p.JPG