CCS/CCUS Solusi Tingkatkan Produksi Migas dan Dukung Pencapaian NZE

Thursday, 2 February 2023 - Dibaca 226 kali

Jakarta, Pemerintah menargetkan produksi minyak 1 juta BOPD dan gas 12 BSCFD pada 2030. Di sisi lain, Indonesia berkomitmen mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS) atau teknologi penangkapan, utilisasi dan penyimpanan karbon diyakini menjadi salah satu solusi untuk mencapai kedua target tersebut.

"CCS/CCUS bisa menjadi salah satu solusi untuk mencapai target produksi minyak 1 juta BOPD dan 12 BSCFD pada 2030 dalam memproduksikan lapangan dengan kandungan CO2 tinggi, sekaligus untuk mendukung pengurangan emisi GRK menuju NZE pada tahun 2060. Hal ini mengingat dalam periode transisi energi, migas khususnya gas alam masih akan berperan penting sebelum mencapai 100% pembangkit listrik dari EBT," papar Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Mirza Mahendra dalam acara Lunch and Talk IATMI (Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia) 2023 di Kantor Lemigas, Cipulir, Jakarta, Kamis (2/2). Acara ini mengambil tema "Potensi CCS sebagai Teknologi untuk Offset Emisi di Indonesia" dan dihadiri oleh Kepala Lemigas Ariana Soemanto, wakil IPA, serta pihak terkait lainnya.

Peran penting CCS/CCUS dalam transisi energi Indonesia, khususnya bidang industri, pembangkit listrik dan transformasi bahan bakar, dinyatakan dalam Special Report IEA yang diterbitkan tahun lalu terkait Roadmap Net Zero Emission Indonesia di sektor energi. "Dalam roadmap tersebut, aplikasi CCUS dimulai setelah tahun 2025, dengan jumlah CO2 captured diperkirakan 6 juta ton CO2 per tahun pada 2030 dan mencapai sekitar 190 juta ton CO2 per tahun pada 2060," kata Mirza.

img-20230202-wa0007.jpg

Untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS, Kementerian ESDM telah membuat rancangan Peraturan Menteri terkait Penyelenggaraan CCS/CCUS pada Kegiatan Usaha Hulu Migas. Rancangan peraturan ini difokuskan pada CCS atau CCUS melalui CO2 EOR atau EGR pada Wilayah Kerja Migas dan telah melalui tahap harmonisasi antarkementerian. Saat ini rancangan masih dalam proses permohonan persetujuan Presiden melalui Setkab sebelum disahkan Menteri ESDM.

"Rancangan ini dibuat bersama stakeholders. Kita satu visi dan menurut saya, ini kolaborasi yang baik antara government dengan stakeholder yang ada seperti IPA, IATMI dan perusahaan-perusahaan migas, serta institusi perguruan tinggi. Insya Allah Permen ini merupakan embrio awal kita memasuki babak baru yaitu CCS/CCUS," ungkap Mirza.

Sekitar 16 proyek CCS/CCUS tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Semuanya masih dalam tahap studi, namun sebagian besar ditargetkan mulai beroperasi sebelum 2030. Di antara proyek-proyek tersebut, perkembangan paling signifikan ada di Tangguh CCUS oleh bp Berau Ltd yang telah mendapatkan persetujuan POD. Selain itu juga ada Pilot Test Huff and Puff CO2 Injection oleh Pertamina di Lapangan Jatibarang yang telah dimulai sejak Oktober tahun lalu dan hasilnya sangat menggembirakan walau masih skala sumuran.

img-20230202-wa0013.jpg

"Walaupun masih skala sumuran, tapi hasilnya menggembirakan. Kita mau coba hitung kembali bagaimana dengan skala lapangan dan sebagainya, sehingga kalau memungkinkan kita akan mendorong terus untuk diimplementasikan secara massif di beberapa lapangan Pertamina," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua IATMI Raam Krisna menyampaikan bahwa teknologi CCS/CCUS sebenarnya bukan hal yang baru. Teknologi menginjeksikan CO2 ke sumur migas diyakini akan meningkatkan produksi migas. Apalagi geologi Indonesia juga mendukung penerapan teknologi tersebut. "Geologi Indonesia cukup unik dengan banyaknya lapangan-lapangan kita yang memang secara jebakan geologi, secara alami bisa menahan CO2 yang diinjeksikan nantinya," katanya.

Hasil penggunaan CCS/CCUS untuk meningkatkan produksi, menurut Raam, tidak bisa terlihat hasilnya pada tahun ini, melainkan tahun-tahun mendatang. IATMI berharap dengan peningkatan produksi minyak dari penggunaan teknologi ini dapat mengurangi tekanan impor minyak.

img-20230202-wa0022.jpg

Terkait penyelenggaraan acara ini, Kementerian ESDM mendukung kegiatan ini sebagai wadah wadah bagi para pakar dan pemangku kepentingan untuk berdiskusi bersama dan memberikan pandangan dalam upaya pengembangan potensi CCS/CCUS, termasuk terkait potensi carbon trading untuk mendukung keekonomian proyek CCS/CCUS.

Menurut Mirza, pengaturan terkait Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon telah diatur dalam Perpres 98 tahun 2021, salah satunya pengaturan apabila terdapat sektor yang belum ditetapkan mekanisme batas atas maka dapat menggunakan mekanisme offset karbon dan ini membuka peluang untuk monetisasi CCS/CCUS.

Lunch and Talk IATMI 2023 juga diisi dengan diskusi yang menampilkan Prasanna V. Joshi selaku Vice President, Low Carbon Solutions Technology - ExxonMobil Corporation dan Dadan Damayandri dari Lemigas. (TW/IR/AFB)