Empat Strategi Mereduksi Emisi Karbon di Subsektor Migas

Thursday, 2 December 2021 - Dibaca 980 kali

Jakarta, Indonesia berkomitmen mencapai target net zero emission pada tahun 2060. Guna mendukung pencapaian tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menyusun peta jalan transisi energi menuju karbon netral mulai tahun 2021 hingga 2060 mendatang.

Khusus subsektor migas, Pemerintah menyiapkan empat strategi untuk mereduksi emisi karbon yaitu rencana penerapan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) untuk mengurangi emisi karbon sekaligus meningkatkan produksi migas, pembatasan routine flaring, optimalisasi pemanfaatan gas bumi untuk rumah tangga dan transportasi, serta penurunan emisi metana.

Demikian dikemukakan Direktur Pembinaan Program Migas Dwi Anggoro Ismukurnianto dalam acara Zooming with Primus di Berita Satu Televisi, Kamis (2/12).

Ismu memaparkan, Pemerintah berencana menerapkan CCUS untuk peningkatan produksi migas dan menyimpan potensi emisi CO2 yang sekitar 48 juta CO2 yang dapat dilakukan di tiga lapangan yang telah melakukan uji coba penerapan CCUS yaitu Lapangan Gundih, Sukowati dan Tangguh.

Untuk Lapangan Gundih, penerapan CCUS ditargetkan mulai dilakukan tahun 2024/2025 dengan perkiraan CO2 yang tersimpan sebanyak 3 juta CO2 selama 10 tahun. Sedangkan Lapangan Sukowati dengan target percontohan tahun 2022-2025 dan target skala penuh tahun 2030, perkiraan potensi CO2 mencapai 15 juta CO2 selama 25 tahun.

"Sementara Lapangan Tangguh ditargetkan mulai menerapkan CCUS tahun 2026 dan potensi CO2 yang tersimpan sebanyak 30 juta selama 10 tahun," jelas Ismu.

Strategi kedua adalah pembatasan routine flaring, sebagaimana telah diatur pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Gas Suar Pada Kegiatan Usaha Migas.

Beberapa poin yang diatur dalam aturan ini yaitu batasan flaring pada kondisi operasi normal di mana untuk lapangan minyak, rata-rata harian flaring rutin selama 6 bulan maksimal 2 MMSCFD. Untuk lapangan gas, rata-rata harian flaring rutin selama 6 bulan maksimal 2% feed gas. Sedangkan kegiatan pengolahan migas tidak diizinkan melakukan flaring rutin.

Poin-poin selanjutnya adalah kewajiban membuat rencana pemanfaatan gas suar pada lapangan atau kilang baru, kerja aama pengelolaan gas suar, konsep pelaporan yang lebih komprehensif, serta penerapan sanksi dan pemberian penghargaan.

Strategi ketiga yaitu optimalisasi pemanfaatan gas bumi untuk rumah tangga dan transportasi. "Sebagaimana diketahui, Pemerintah sejak tahun 2009 telah membangun jaringan gas bumi untuk rumah tangga (jargas). Potensi pencapaian penurunan emisi CO2 pada kegiatan jargas diperkirakan sebanyak 654.237 ton Co2 pada tahun 2024," jelas Ismu.

Sementara potensi pencapaian penurunan emisi CO2 pada kegiatan konversi minyak tanah ke LPG 3 kg diperkirakan mencapai 15.391.922 ton CO2 pada tahun 2024.

Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar angkutan umum diperkirakan sebanyak 178.861 ton CO2 tahun 2019.

Strategi keempat adalah upaya penurunan emisi metana. "Saat ini, Indonesia memiliki prioritas untuk membangun database GRK termasuk metana yang andal. Hal ini penting bagi Pemerintah untuk membuat identifikasi yang valid dalam mitigasi metana," ungkap Ismu.

Upaya lainnya yaitu mengembangkan pedoman dalam pengukuran dan kuantifikasi emisi untuk kegiatan GRK dan flaring, peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dan transfer teknologi terkait pengurangan emisi dari negara maju.

"Pemerintah juga membuka peluang kolaborasi dengan inisiatif pengurangan emisi metana internasional untuk mencapai penurunan emisi metana yang signifikan di sektor migas," tutup Ismu. (TW)