G20 ETWG-1: Transisi Energi Jadi Potensi Pertumbuhan Ekonomi Baru

Thursday, 24 March 2022 - Dibaca 423 kali

Yogyakarta, Transisi energi yang merupakan strategi panjang dunia dalam menekan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) menjadi suatu potensi pertumbuhan ekonomi baru, mengingat banyaknya investasi yang akan masuk dan menyerap tenaga kerja serta industri lokal. Transisi energi harus memberikan manfaat, bukan menjadi suatu beban.

Demikian ditegaskan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam Konferensi Pers usai membuka Sidang Energy Transitions Working Group (ETWG)-1 hari pertama, Kamis (24/3), di Hotel Sheraton, Yogyakarta.

Transisi energi, menurut Arifin, harus dipersiapkan, termasuk juga melakukan mitigasi biaya-biaya yang dibutuhkan, serta dampak yang dapat ditimbulkan. Sebagai contoh, apabila tidak melakukan transisi energi, maka industri-industri di Indonesia akan terkena pajak karbon. Hal ini berimbas tidak kompetitifnya biaya produksi yang dapat berujung pada kolapsnya industri tersebut. Sementara untuk industri yang merupakan merek luar, bisa jadi akan memindahkan pabriknya ke negara lain yang lebih potensial.

"Jika kita tidak lakukan transisi energi, industri kita akan terkena pajak karbon. Akibatnya produksi jadi tidak kompetitif dan akhirnya harus tutup atau pindah keluar," katanya.

Program-program yang dilakukan untuk mendukung transisi energi, antara lain penggunaan kendaraan listrik secara massif, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap serta teknologi efisiensinya. Serta Program B30 di mana semua produk sawit dapat dimanfaatkan. "Ke depannya kita akan melakukan bioavtur, biogasoline yang sedang dalam proses scale up," tambah Menteri Arifin.

Tak hanya industri, negara juga akan menanggung beban berat apabila transisi energi tidak dilakukan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan di atas 5% per tahun, konsumsi energi akan bertambah 2% di atas laju pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, devisa negara harus tergerus untuk mengimpor migas demi memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Kalau kita tidak melakukan sesuatu, tidak berupaya memaksimalkan sumber daya kita di dalam masa transisi ini, kita akan spending devisa kita untuk belanja migas. Kita masih punya cadangan migas yang cukup besar untuk dikembangkan dan gas itu emisinya cuma setengah dibandingkan dengan batubara," papar Menteri ESDM.

Sidang ETWG-1

Pembukaan Sidang ETGW-1 hari pertama dihadiri oleh anggota G20 di mana 8 negara hadir langsung, sedangkan sisanya hadir secara virtual. Juga, lima negara undangan, serta lima organisasi internasional.

Tiga isu utama transisi energi yang dibahas dalam ETWG adalah aksesibilitas, teknologi dan pendanaan. "Kita harus memberikan akses ke masyarakat untuk menikmati energi, makanya diperlukan infrastruktur yang mendukung. Dibutuhkan pula teknologi yang reliable dan kompetitif untuk dikembangkan serta dukungan pendanaan," kata Menteri Arifin.

Transisi energi ini tentunya membutuhkan dukungan pendanaan yang besar. Negara-negara G20 yang berkontribusi 80% perekonomian dunia, diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap proses transisi ini.

Indonesia mencanangkan target NZE pada tahun 2060. Sementara negara-negara lainnya beragam, seperti tahun 2050 atau 2070. Target ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing negara.

Presidensi G20 Indonesia mengusung tema utama yaitu Recover Together, Recover Stronger. Sebagai bagian dari perhelatan akbar tersebut, diselenggarakan Forum Transisi Energi G20 2022 terdiri dari rangkaian pertemuan, mulai dari Energy Transitions Working Group (ETWG) 1 di Yogyakarta. Selanjutnya, ETWG 2 di Labuan Bajo, dan ETWG 3 di Bali, serta Energy Transition Ministerial Meeting (ETMM). Puncak Presidensi G20 Indonesia adalah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada September 2022. (TW)