Kementerian ESDM Selenggarakan Seminar Anti Korupsi: Bersama Mewujudkan Indonesia Maju

Thursday, 19 December 2019 - Dibaca 5034 kali

Jakarta, Untuk meningkatkan kesadaran dan menghindari segala bentuk tindakan korupsi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyelenggarakan Seminar Anti Korupsi dengan tema "Bersama Melawan Korupsi Mewujudkan Indonesia Maju: Penguatan Integritas Pegawai Kementerian ESDM, SKK Migas, BPH Migas dan BPMA".
Seminar dibuka oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial dan dihadiri oleh para pejabat eselon I dan II di lingkungan Kementerian ESDM, SKK Migas, BPH Migas dan BPMA, Rabu (18/12), di Ruang Sarulla Kementerian ESDM. Seminar menghadirkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Mohammad Syarif.
Seminar anti korupsi ini merupakan bentuk partisipasi Kementerian ESDM dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia).
Sekjen ESDM menuturkan, dalam rangka pencegahan korupsi, Kementerian ESDM telah dan akan terus melakukan upaya-upaya, antara lain melalui penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dengan tujuan untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dan sebagai instrumen transparansi dan management SDM (awal menjabat), instrumen pengawasan (selama menjabat), dan sebagai instrumen akuntabilitas (akhir menjabat).
Tingkat kepatuhan Wajib Lapor LHKPN Kementerian ESDM terhadap pelaporan LHKPN meningkat dari 99,89% pada tahun 2016 menjadi 100% pada tahun 2018 dan 2019. "Kepatuhan LHKPN 100% harus dipertahankan tahun 2020," tegas Ego.
Di samping berkoordinasi terkait LHKPN, Kementerian ESDM bersama dengan KPK telah membentuk Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di sektor ESDM dengan hasil, antara lain penataan penataan 10.917 IUP Tahun 2013 (CNC 6.004 dan Non-CNC 4.913) menjadi 3.163 IUP Terdaftar (2.626 IUP Mineral Logam dan Batubara (C&C) dan 537 IUP Non Logam dan Batuan) pada November 2019. Penataan ini memberikan dampak positif seperti peningkatan PNBP pada 2018 mencapai Rp 50 triliun.
Lebih lanjut Ego menyampaikan, terkait aksi pemberantasan korupsi sektor ESDM tahun 2019, mencapai 90% atau secara rata-rata cukup baik. Capaian ini, antara lain berasal dari kebijakan perizinan secara online atau (Online Single Submission/OSS) dan telah diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM tentang Keterbukaan Data Migas, serta penyelesaian kebijakan Satu Peta.

Dalam kesempatan itu Sekjen kembali menegaskan, korupsi adalah kejahatan sistematis, musuh nyata yang dapat menghancurkan negara. Untuk itu, seluruh pimpinan dan pegawai di lingkungan Kementerian ESDM harus terus meningkatkan integritas dan tidak melakukan tindakan koruptif.
"Saya berharap kepada seluruh unit kerja di lingkungan Kementerian ESDM yang telah memperoleh predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) untuk tidak cepat merasa puas, namun harus tetap mempertahankan predikat tersebut, bahkan ditingkatkan agar mendapat predikat Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM)," katanya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Mohammad Syarif, dalam kesempatan ini menyampaikan apresiasinya kepada Kementerian ESDM sebagai salah satu kementerian yang secara intensif bekerja sama dengan KPK.
Lebih lanjut dia memaparkan, celah-celah yang digunakan para pelaku korupsi, antara lain kurangnya transparansi dan koordinasi antara instansi, lemahnya SOP, peraturan yang kadaluarsa, kurangnya kepastian hukum, permasalahan perizinan, dampak pelaksanaan otonomi daerah serta siklus bisnis vs siklus anggaran.
"Tranparansi belum tentu menutup korupsi, tapi setidaknya awal mencegah korupsi," ujar Laode.
Sebagai pejabat publik, Laode meminta agar dapat menjaga kepercayaan masyarakat. Ini penting karena pejabat publik berperan sebagai pengambil keputusan atau tindakan yang dapat mempengaruhi hak dan kepentingan warga negara atau masyarakat luas.
Oleh karena itu, sangat penting pula untuk menghindari konflik kepentingan, dengan cara menghindari perangkapan jabatan, menolak pemberian hadiah atau gratifikasi, menghindari melakukan pekerjaan lain di luar pekerjaan saat ini, membatasi atau menghindari kepemilikan aset pada organisasi-organisasi yang dapat terkait dengan pelaksanaan tugas.
"Selain itu, menghindari dan membatasi diri untuk berinteraksi langsung dengan pihak-pihak terkait yang dilarang oleh kode etik institusi atau lembaga dan perundangan yang berlaku atau berpotensi dapat dipersepsikan konflik kepentingan oleh publik," paparnya.
Konflik kepentingan juga dapat dihindari dengan cara membatasi dan mengurangi kepentingan pribadi yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan mendorong perbaikan sistem pengelolaan konflik di instansi, untuk menutup celah pelanggaran terhadap aturan. (TW)