Lifting Migas RAPBN 2021 Diketok 1.712.000 BOEPD

Wednesday, 2 September 2020 - Dibaca 1029 kali

Jakarta, Lifting minyak dan gas bumi dalam RAPBN tahun 2021 ditetapkan sebesar 1.712.000 barel setara minyak per hari (BOEPD), terdiri dari lifting minyak 705.000 barel per hari dan lifting gas bumi sebesar 1.007.000 barel setara minyak per hari.

Hal itu merupakan salah satu kesimpulan Rapat Kerja Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dengan Komisi VII DPR, Rabu (2/9). Raker ini merupakan tindak lanjut pidato Presiden Joko Widodo mengenai Keterangan Pemerintah atas RUU APBN 2021 beserta Nota Keuangannya di depan Rapat Paripurna DPR RI tanggal 14 Agustus 2020 lalu.

Menteri Arifin memaparkan, target lifting migas pada APBN 2020 sebesar 1,946 juta barel setara minyak per hari, terdiri dari lifting minyak bumi sebesar 755 ribu barel minyak per hari dan lifting gas bumi sebesar 1,191 juta barel setara minyak per hari. Hingga Juli 2020, realisasinya mencapai 1,699 juta barel setara minyak per hari, di mana realisasi lifting minyak bumi sebesar 707 ribu barel minyak per hari dan lifting gas bumi sebesar 992 ribu barel setara minyak per hari.

Di sisi lain, outlook lifting migas tahun 2020 sebesar 1,697 juta barel setara minyak per hari yaitu lifting minyak bumi sebesar 705 ribu barel minyak per hari dan lifting gas bumi sebesar 992 ribu barel setara minyak per hari.

Selain itu, berdasarkan hasil raker 29 Juni 2020, lifting migas tahun 2021 disepakati sebesar 1,680 juta - 1,720 juta barel setara minyak per hari, terdiri dari lifting minyak bumi sebesar 690.000 - 710.000 barel minyak per hari dan lifting gas bumi sebesar 0,990 juta - 1,010 juta barel setara minyak per hari.

"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka lifting migas pada Nota Keuangan RAPBN 2021 ditetapkan sebesar 1,712 juta barel setara minyak per hari, di mana lifting minyak bumi sebesar 705.000 barel per hari dan lifting gas bumi sebesar 1,007 juta barel setara minyak per hari," jelas Menteri Arifin.

Ditambahkan Arifin, Pemerintah terus mendorong agar Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) melakukan peningkatan produksi migas.

Pemerintah dan Komisi VII DPR menyepakati ICP tahun 2021 sebesar US$ 45 per barel atau sama dengan Nota Keuangan. Pertimbangannya, antara lain realisasi ICP dari bulan Januari hingga 28 Agustus 2020 mencapai US$ 40,10 per barel dengan outlook rata-rata tahun 2020 sebesar US$ 35 - 40 per barel. ICP rata-rata tanggal 1 sampai dengan 28 Agustus 2020 sebesar US$ 41,66 per barel.

"Dinamika harga minyak dunia sangat sulit diduga, berdasarkan proyeksi beberapa pihak dalam Polling Reuters dan Short Term Energy Outlook dari US-EIA-DOE, harga minyak dunia tahun 2021 diperkirakan pada kisaran US$ 45,53 - 49,85 per barel," jelas Menteri Arifin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga minyak seperti OPEC+ yang melakukan kebijakan pemotongan produksi minyak mentah mengimbangi kekhawatiran melemahnya permintaan minyak akibat pandemi Covid-19.

Raker yang dipimpin Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto tersebut, juga bersepakat mengenai besaran cost recovery tahun 2021 sebesar US$ 8,00 miliar. Untuk tahun 2020, realisasi hingga Juli sebesar US$ 4,82 miliar, sedangkan outlook tahun 2020 sebesar US$ 8,12 miliar.

Untuk volume BBM bersubsidi, diketok 16,30 juta KL, terdiri dari minyak tanah 0,50 juta KL dan minyak solar 15,80 juta KL.

Sedangkan volume LPG 3 kg, rapat menyepakati sebesar 7,50 juta metrik ton, di atas Nota Keuangan sebesar 7,00 juta metrik ton. Realisasi volume LPG 3 kg hingga Juli 2020 mencapai 4,10 juta metrik ton, sementara outlook sampai akhir tahun 2020 sebesar 7,00 juta metrik ton.

Dalam raker ini, antara lain dengan pertimbangan pandemi Covid-19, Komisi VII DPR meminta agar kuota volume LPG 3 kg sesuai dengan hasil raker 29 Juni 2020 yaitu sebesar 7,50 juta - 7,80 juta metrik ton.

Sementara subsidi tetap minyak solar ditetapkan Rp 500 per liter, lebih rendah dari tahun 2020 sebesar Rp 1.000 per liter. "Dalam rangka efisiensi dan agar subsidi minyak solar tepat sasaran, diperlukan dukungan peningkatan peran BPH Migas, BUMN khususnya PT Pertamina, maupun Pemerintah Daerah dalam pengendalian dan pengawasan konsumsi BBM bersubsidi melalui program digitalisasi dan atau pengawasan di lapangan," tambah Menteri Arifin. (TW)