Menteri Jonan: Industri Migas Harus Efisien

Tuesday, 15 October 2019 - Dibaca 606 kali

Jakarta, Pengembangan minyak dan gas bumi di Indonesia, selain membutuhkan kerja sama yang baik antara Pemerintah sebagai regulator dan pelaku usaha, juga efisiensi. Kultur kegiatan migas harus mengikuti perkembangan zaman yang kompetitif.

"Subsektor migas tidak bisa berdiri sendiri dan harus juga kita melihat secara makro. Secara komprehensif, apa saja yang fairness-nya bagi setiap sektor itu apa. Saya pribadi selalu berpikir, semua kegiatan yang paling fair ukurannya efisiensi. Jadi apa yang harus dilakukan itu harus efisien," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan di Hotel Luwansa Jakarta, Senin (14/10).

Menurut Jonan, Pemerintah membuka diri dan menerima masukan untuk perbaikan ke depan agar industri ini bisa tumbuh dengan baik. Namun demikian, hal yang tak kalah penting adanya fairness yang diukur dari tingkat efisiensi pelaku usaha.

"Ini dari satu sektor ke sektor lain itu standarnya berbeda-beda. Tapi at the end, tergantung customer-nya. Customer-nya berpikir ini efisien atau tidak," tandas Jonan.

Dalam hal efisiensi, migas termasuk salah satu industri yang termasuk tertinggal dibandingkan sektor lainnya. "Bapak Presiden ketika menugaskan saya menjadi Menteri ESDM, menegaskan efisiensi sektor ini harus ditingkatkan," tambahnya.

Menteri Jonan membandingkan pengalamannya ketika 20 tahun lalu membeli telepon seluler, harganya hampir sama dengan mobil baru. Namun kini, harga telepon seluler hanya sekitar 5-10% dari harga baru.

"Industri telekomunikasi berkembangnya luar biasa. Jangkauannya melebihi distribusi BBM yang sudah lebih tua dari republik ini. Demikian juga (perkembangan) kelistrikan. Yang penting di sini, industri player harus berpikir bagaimana produce better product with competitive cost," ujar Menteri Jonan.

Efisiensi juga dibutuhkan dalam industri migas, mengingat perkembangan harga minyak dunia sulit untuk ditebak.

"Harga gas dan harga minyak di dunia ini tidak ada yang bisa mengendalikan. Kalau kita di satu bidang usaha itu tidak bisa mengendalikan harga jual, yang bisa dikendalikan adalah cost. Ini satu tantangan yang harus mau nggak mau ya itu (efisiensi)," imbuh Jonan.

Kultur kegiatan migas juga harus mengikuti perkembangan zaman yang kompetitif. Jonan mencontohkan perkembangan industri otomotif. Pada tahun 70-an, dengan uang seharga sebuah mobil baru, dapat membeli lahan sekitar 2.000-3.000 meter di Bekasi maupun Sawangan, Depok. Namun saat ini, harga sebuah mobil baru, hanya dapat membeli tanah berukuran kecil.

"Ini kultur yang berubah. Mau tidak mau harus terima. Zamannya juga sudah berubah," tutupnya. (TW)