Pemerintah Harap Kontribusi MNK Capai 100.000 Barel Tahun 2030

Wednesday, 27 April 2022 - Dibaca 440 kali

Jakarta, Pemerintah telah menetapkan target produksi minyak 1 juta barel per hari tahun 2030. Dari jumlah tersebut, diharapkan kontribusi dari lapangan migas non konvensional (MNK) mencapai 100.000 barel per hari.

"Kita punya milestone di mana tahun 2030 diharapkan MNK dapat berkontribusi 100.000 barel per hari. Ada tantangan tersendiri karena reservoar MNK di Indonesia berbeda dengan di Amerika. Umur reservoar kita lebih muda," ungkap Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji dalam Webinar yang diselenggarakan oleh Hukumonline, Selasa (26/4).

Untuk itu, Pemerintah mengharapkan dapat dilakukan inovasi atau penggunaan teknologi yang tepat untuk mengembangkan MNK di Indonesia.

Pemerintah menyadari bahwa untuk mengembangkan MNK memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk mendorong pengembangan MNK, telah ditetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2021 tentang tentang Tatacara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Migas.

Pada saat aturan ini berlaku, tiga peraturan lainnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku yaitu Permen ESDM Nomor 35 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, Permen ESDM Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengusahaan Gas Metana Batubara dan Permen ESDM Nomor 05 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional.

"Pemerintah merevisi aturan lama. Kita upayakan supaya MNK bisa dieksplorasi," katanya.

Terdapat tiga langkah percepatan pengusahaan MNK yang diatur dalam aturan ini yaitu pertama, Pengusahaan MNK yang dapat dilaksanakan oleh KKKS Migas Konvensional dalam 1 kontrak kerja sama. "Kalau operator KKKS eksisting melakukan pengeboran lebih dalam dan ternyata menemukan shale oil, maka dia dapat melakukan sendiri (pengembangan MNK) atau bekerja sama dengan pihak lainnya," jelas Tutuka.

Percepatan kedua adalah Biaya Studi Potensi MNK di mana biayanya sebagai bagian dari biaya operasi KKKS eksisting, baik KKKS yang bentuk kontraknya cost recovery maupun gross split.

Langkah ketiga adalah Keekonomian Lapangan yaitu KKKS dapat mengusulkan perubahan bentuk kontrak, terms and conditions atau kontrak kerja sama (KKS) baru yang memenuhi keekonomian wilayah kerja setelah pelaksanaan studi potensi MNK.

"Split bisa diusulkan KKKS karena MNK tingkat kesulitannya lebih tinggi. Seperti untuk shale oil yang lebih dalam perlu dilakukan fracturing yang massive dan ini mahal, sehingga perlu T&C yang lebih menarik," ujar Tutuka. (TW)