Sosialisasi Permen ESDM Tentang Penyelenggaraan CCS/CCUS Dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas

Wednesday, 12 April 2023 - Dibaca 431 kali

Jakarta, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tanggal 2 Maret 2023 telah menetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas. Menyusul penetapan beleid tersebut, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi menyelenggarakan sosialisasi secara daring yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji, KKKS dan perwakilan industri lainnya, Rabu (12/4).

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji menyampaikan, penyusunan aturan mengenai penyelenggaraan penangkapan dan penyimpanan karbon, serta penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS) dalam kegiatan usaha hulu migas, telah melalui proses yang cukup panjang. Pemerintah bekerja sama dengan ITB dan pihak terkait lainnya, juga mengundang berbagai institusi baik nasional maupun internasional dan mengharapkan agar menghasilkan aturan yang berstandar internasional, serta mudah diimplementasikan.

Lebih lanjut Tutuka mengungkapkan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 aturan ini, selain CO2 yang berasal dari kegiatan usaha hulu migas, penangkapan CO2 dalam penyelengaraan CCUS dapat berasal dari industri lain. "CO2 dari luar industri migas dapat diterima, dimasukkan ke dalam lapangan gas dengan cara bekerja sama dengan Kontraktor. Dimasukkan ke PoD dan diajukan ke SKK Migas jika menggunakan skema kontrak cost recovery," katanya.

CO2 yang dihasilkan dari lapangan migas dan digunakan untuk CCUS, lanjutnya, tidak hanya digunakan untuk peningkatan produksi, tetapi juga maintenance atau pemeliharaan lapangan. "CO2 yang diinjeksikan bisa sebagai EOR, bisa juga untuk maintenance. Namun kegiatan itu tetap berdasarkan data teknis, berkaitan dengan peningkatan perolehan menjaga tekanan supaya tidak turun," paparnya.

Penetapan Permen CCS/CCUS ini juga merupakan langkah awal untuk memudahkan Indonesia mencapai target NZE tahun 2060 atau lebih cepat. "Diharapkan industri migas dapat berkontribusi nyata untuk mencapai target NZE dengan pelaksanaan CCS/CCUS ini. Mudah-mudahan pelaksanaan Permen ini dapat segera kita rasakan manfaatnya. Kami juga juga melakukan evaluasi apa yang perlu diperbaiki ke depan. Ditjen Migas dan SKK Migas akan membantu apa yang diperlukan agar hal ini dapat terlaksana dengan baik," pungkas Dirjen Migas.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Mirza Mahendra menambahkan, sebagai tindak lanjut penetapan Permen CCS/CCUS, pihaknya tengah menyusun regulasi yang lebih terperinci. "Kita sedang menyusun regulasi terkait Permen ini. Namun perlu dipahami, kewenangannya bukan hanya di Kementerian ESDM tetapi juga melibatkan kementerian atau instansi lainnya sehingga diperlukan dukungan dari berbagai pihak," kata Mirza.

Materi paparan

Subkoordinator Keteknikan Migas Juniarto Matasak Palilu dalam sosialisasi ini menjelaskan bahwa regulasi ini terdiri dari 11 bab dan 61 pasal. Lingkup pengaturannya adalah ketentuan umum; penyelenggaraan CCS/CCUS, tahapan penyelenggaraan; monitoring, measurement, reporting dan verifikasi; keekonomian; aset; tanggap darurat; pembinaan dan pengawasan; sanksi administratif; ketentuan lain-lain dan ketentuan penutup.

Lingkup penyelenggaraan CCS/CCUS pada kegiatan usaha hulu migas terdiri dari penangkapan, pengangkutan, penginjeksian, penyimpanan dan pemanfaatan (untuk CCUS).

Mengenai pelaksanaan CCS/CCUS pada wilayah kerja hulu migas, terdapat empat fokus yang diatur dalam Permen ini yaitu Aspek Teknis, Skenario Bisnis, Aspek Legal dan Aspek Ekonomi. Terkait Aspek Teknis, dalam aturan ini terdapat dua hal penting yaitu pertama, capture, transport, injection, storage sampai dengan monitoring measurement, reporting dan verification. Kedua, menggunakan standar dan kaidah keteknikan yang baik berdasarkan karakteristik masing-masing lokasi.

Mengenai Skenario Bisnis, dinyatakan dilakukan berdasarkan kontrak kerja sama pada wilayah kerja migas. Selain itu, sumber CO2 tidak hanya dari migas, tapi juga bisa dari industri lain (khusus CCUS) melalui mekanisme B to B dengan Kontraktor Wilayah Kerja Migas.

Selanjutnya diatur dalam Aspek Legal, usulan kegiatan CCS/CCUS oleh KKKS menjadi bagian dari Plan of Development (PoD). Selain itu, kegiatan monitoring dilakukan sampai dengan 10 tahun setelah penyelesaian penutupan kegiatan CCS/CCUS. Diatur pula mengenai pengalihan tanggung jawab ke Pemerintah dan sebagainya.

Terakhir Aspek Ekonomi yang mengatur tentang potensi pendanaan pihak lain, potensi monetisasi karbon kredit berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Terakhir, perlakuan potensi hasil monetisasi penyelenggaraan CCS/CCUS.

Terkait skema persetujuan usulan CCS/CCUS sebagai bagian dari rencana pengembangan lapangan (POD), dilakukan usulan oleh KKKS ke SKK Migas/BPMA sebagai bagian dari POD 1, perubahan POD 1 atau POD selanjutnya. SKK Migas/BPMA melakukan evaluasi POD 1 atau perubahan POD 1 dan memberikan pertimbangan ke Menteri ESDM. Juga melakukan evaluasi dan persetujuan POD selanjutnya. Menteri ESDM selanjutnya memberikan persetujuan POD 1 atau perubahan POD 1.

Sementara mengenai pelaksanaan penyelenggaraan CCS/CCUS:

  1. Penyusunan dokumen mitigasi dan penanganan dampak lingkungan, sosial, dan keterlibatan public sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Proses perekayasaan, pengadaan dan konstruksi.
  3. Commissioning dan operasi kegiatan CCS/CCUS.
  4. Pelaksanaan manajemen keselamatan operasi.
  5. Pengelolaan aspek lingkungan.
  6. Pelaksanaan kegiatan tanggap darurat.
  7. Pelaksanaan kegiatan perbaikan dan pemeliharaan.
  8. Pelaksanaan Monitoring dan MRV
  9. Penutupan kegiatan CCS / CCUS.

Mengenai akses pihak ketiga, dinyatakan Kontraktor dapat menginjeksikan dan menyimpan CO2 yang dihasilkan oleh pihak ketiga yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja sama antara Kontraktor dan pihak ketiga dengan mempertimbangkan aspek teknis, pengurangan CO2, keekonomian dan keamanan operasi penyelenggaraan CCS atau CCUS. Perjanjian kerja sama harus mendapat pertimbangan dan persetujuan SKK Migas atau BPMA.

"Pihak ketiga dapat memanfaatkan fasilitas operasi penyelenggaraan CCS atau CCUS yang dioperasikan Kontraktor sepanjang layak secara teknis, keekonomian dan keamanan operasi. Pemanfaatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," papar Juniarto.

Dipaparkan pula mengenai peralihan hak, kewajiban dan tanggung jawab Kontraktor:

1. Hak, kewajiban dan tanggung jawab Kontraktor atas penyelenggaraan CCS atau CCUS pada suatu Wilayah Kerja berakhir apabila:

a. telah terdapat penetapan hasil verifikasi penyelesaian penutupan kegiatan CCS/ CCUS.
b. hasil Monitoring menunjukkan tidak terdeteksi kebocoran, kontaminasi air tanah, pergerakan CO2 yang tidak sesuai rencana dan/atau risiko lainnya akibat injeksi CO2.
c. jangka waktu kontrak kerja sama telah berakhir.

2. Sebelum berakhirnya jangka waktu kontrak kerja sama, Kontraktor dapat mengajukan usulan pengembalian sebagian wilayah kerja yang terdapat Depleted Reservoir yang telah dilaksanakan kegiatan CCS/CCUS kepada Menteri ESDM melalui SKK Migas atau BPMA, apabila telah terdapat hasil verifikasi dan hasil monitoring
3. Hak, kewajiban dan tanggung jawab Kontraktor atas penyelenggaraan CCS atau CCUS berakhir sejak tanggal persetujuan Menteri ESDM atas pengembalian sebagian wilayah kerja.
4. Sejak berakhirnya hak, kewajiban dan tanggung jawab Kontraktor, Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap depleted reservoir yang telah dilaksanakan kegiatan CCS/CCUS.

Sosialisasi ini diakhiri dengan tanya jawab secara interaktif. (TW)