Tingkatkan Pelayanan Publik Berbasis Risiko, Ditjen Migas Evaluasi Perizinan Berusaha KBLI dan UMKU

Wednesday, 8 December 2021 - Dibaca 665 kali

Bandung, Dalam rangka peningkatan layanan publik dengan sistem pemerintahan berbasis risiko serta dalam upaya melaksanakan Evaluasi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi berencana melakukan evaluasi atas PP5 serta mengusulkan revisi jumlah Perizinan Berusaha Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (PB KBLI) dan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU).

Hal ini mengemuka dalam Rapat Pengelolaan Modul Aplikasi Perizinan Berbasis Risiko Ditjen Migas dengan OSS-RBA (Online Single Submission Risk Based Approach) di Grand Mercure Hotel, Bandung, Selasa (7/12). Pertemuan secara hybrid ini dipimpin Sesditjen Migas Alimuddin Baso dan dihadiri oleh Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Soerjaningsih, serta perwakilan unit-unit di lingkungan Ditjen Migas. Hadir sebagai narasumber adalah Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ichsan Zulkarnaen atau yang akrab dipanggil Iko.

Sesditjen Migas mengawali rapat menyampaikan, implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pelaksanaannya masih on progress. PP Nomor 5 tahun 2021 yang disahkan 2 Februari 2021 ini merupakan tindak lanjut dari Undang Undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020.

Sebagai informasi, di dalam PP Nomor 5 Tahun 2021, Ditjen Migas terdapat 5 Perizinan Berusaha KBLI yaitu 2 izin dari Direktorat Hulu Migas dan 3 izin dari Direktorat Hilir Migas, sedangkan untuk Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha ( PB UMKU) di PP Nomor 5 tahun 2021, terdapat 32 izin UMKU.

"Dalam perjalanan dan implementasinya, kami saat ini masih melakukan ujicoba untuk 3 Perizinan Berusaha Hilir dan telah selesai melakukan ujicoba untuk 15 izin UMKU. Kami terus berkoordinasi khususnya dengan Direktorat Pelayanan Perizinan Berusaha Kementerian Investasi dan Pusdatin Kementerian ESDM," jelas Alimuddin.

Lebih lanjut Ali mengatakan, seluruh kementerian saat ini diharapkan mengevaluasi Perizinan Berusaha KBLI maupun PB UMKU-nya agar lebih sederhana dan dapat memitigasi risiko yang timbul. "Dari analisa, kami akan mengurangi izin UMKU yang ada di PP Nomor 5 karena ada beberapa izin UMKU tersebut yang merupakan kebijakan Menteri ESDM dan memerlukan pertimbangan dari berbagai lini serta juga ada pula yang bersifat transaksional," paparnya.

Terkait rencana tersebut, Direktorat Jenderal Migas mengharapkan adanya masukan dalam melakukan evaluasi aturan tersebut. Dalam usulan revisi tersebut, Ditjen Migas berencana mengusulkan 9 izin PB KBLI, 4 izin UMKU. 3 izin UMKU masih dalam pembahasan akan tetap ikut atau keluar dari revisi PP Nomor 5 tersebut.

Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ichsan Zulkarnaen atau yang akrab dipanggil Iko memaparkan, seluruh kementerian atau lembaga yang telah mengirimkan KBLI-KBLI percontohannya, telah menyelesaikan matrik 1 (matrik pendalaman) dan matrik 2 (matriks risiko). Sebagaimana di informasikan Kementerian Perekonomian, dalam upaya melakukan Evaluasi PP Nomor 5, seluruh kementerian akan menggunakan tools matriks sebanyak 4 matriks yaitu Matriks Pendalaman, Matriks Risiko, Matriks Pendalaman Usulan Perubahan dan Matriks Analisis PB UMKU, Persyaratan, Kewajiban.

Iko melanjutkan, terdapat dua hal yang perlu disepakati dalam matrik 1 yaitu pertama, penerapan kriteria skala usaha. "Dalam evaluasi ini kita mengacu pada kriteria yang ada di PP Nomor 7 Tahun 2021. Kami menyadari, ada beberapa kementerian dan lembaga yang memiliki kriteria untuk usaha skala mikro, menengah dan besar. Ini kami coba berdiskusi dengan kementerian terkait apakah bisa dilakukan penyesuaian sehingga mengacu ke PP Nomor 7," paparnya.

Selain itu, konsistensi dengan pengaturan di Perpres Nomor 10 atau yang disempurnakan dalam Perpres Nomor 49 yang mengatur tentang modal. "Dalam Perpres ini ada lampiran 2 yang mengatur bidang usaha apa saja yang hanya boleh dikerjakan dengan badan usaha mikro atau kecil, menengah serta koperasi. Kalau itu kita pegang, harusnya di PP Nomor 5 harus sama. Tidak boleh ada usaha besar di situ. Tapi kadang ada beberapa kementerian/lembaga yang tidak konsisten yang bisa memasukkan usaha besar di situ. Ini harus kita coba sesuaikan lagi," jelas Iko.

Kesepakatan kedua adalah matrik 2 yaitu penggunaan kamus bahaya yang bahannya telah disiapkan oleh tim pengampu K3L, namun masih bisa dilakukan diskusi apabila masih ada hal yang belum tercantum atau dirasakan kurang tepat. "Mitigasi risikonya jangan lebih restriktif (lebih berat) dari yang sudah ada di PP Nomor 5," tandas Iko.

Dalam kesempatan tersebut, Iko mengapresiasi upaya penyederhanaan PP Nomor 5 melalui pemetaan KBLI dan UMKU di lingkungan Ditjen Migas. Dalam sesi diskusi, sejumlah usulan dan pertanyaan dikemukakan oleh para peserta. Antara lain, usulan agar pembangunan dan pengoperasian pipa untuk kepentingan sendiri dikeluarkan dari OSS.

Kementerian ESDM c.q. Ditjen Migas mengajukan usulan untuk mengampu KBLI 49300 yaitu KBLI Angkutan Melalui Saluran Pipa serta beberapa KBLI yang belum diampu, misalnya KBLI 47301, KBLI 47302 dan KBLI 4772 serta menunggu hasil keputusan BSN dan kementerian/lembaga lainnya yang memiliki KBLI beririsan dengan Kementerian ESDM. Usaha untuk mensinkronkan KBLI yang beririsan merupakan langkah selanjutnya yang sangat penting untuk dilakukan, agar tidak ada kementerian/lembaga yang mempersyaratkan Izin dengan KBLI dan ruang lingkup yang sama.

Terhadap usulan tersebut, Iko menyampaikan bahwa untuk PB UMKU yang akan didrop atau dikeluarkan dari OSS, perlu dilakukan analisa kembali dari Biro Hukum dan rekomendasi BSN. "Jika Kementerian ESDM ingin mengubah KBLI atau ditambahkan, untuk segera menyampaikan kepada PIC di Kemenko EKON untuk disampaikan ke BPS nantinya akan dicarikan solusi oleh BPS untuk mengganti KBLI yang berdekatan," kata Iko. (TW)