Optimalkan Hutan Tanaman Energi, Pemerintah Dorong Pembangunan PLTBm di Pulau Halmahera

Wednesday, 3 April 2019 - Dibaca 2868 kali

TIDORE KEPULAUAN - Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Pemerintah berkomitmen pengembangan energi baru terbarukan (EBT) menjadi prioritas nasional, termasuk pengembangan bioenergi berbasis hutan energi. Program pengembangan bioenergi berbasis hutan energi merupakan upaya pencadangan kawasan hutan produksi yang khusus diperuntukan untuk pembangunan hutan energi sebagai sumber bahan baku bioenergi.

"Direktorat Jenderal EBTKE telah menandatangani MoU dengan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan KLHK pada tahun 2014 mengenai Program Pengembangan Bioenergi Berbasis Hutan Energi," ungkap Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), FX Sutijastoto saat melaksanakan kunjungan kerja ke Kota Tidore Kepulauan, Propinsi Maluku Utara pada Selasa (2/4). Menurut Sutijastoto, kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta instansi terkait lainnya dan juga akan melibatkan masyarakat pada pelaksanaannya, diharapkan dapat berkontribusi dalam memasok bahan baku bagi pembangkit listrik bioenergi dan/atau industri bahan bakar nabati.

"Mengingat besarnya potensi bioenergi, kami harap seluruh pemangku kepentingan dapat terus berperan aktif, bersinergi dan berkomitmen untuk terus mendukung dan berkontribusi bagi keberlanjutan penyediaan energi berbasis bioenergi demi kemakmuran rakyat Indonesia," pungkasnya.

92d42410400f4437c810074edf267908_p.jpeg

Rencana Pembangunan PLTBm di Pulau Halmahera

Pulau Halmahera adalah pulau terbesar di Kepulauan Maluku dan merupakan bagian dari Provinsi Maluku Utara. Pulau Halmahera memiliki luas daratan 17.780 km2. Sistem kelistrikan di Pulau Halmahera disuplai dari beberapa pembangkit diesel yang masuk dalam sistem HALMAHERA dengan beban puncak 40 MW dengan kapasitas pembangkit terpasang baru mencapai 40 MW atau dengan kata lain tidak memiliki cadangan apabila terjadi kerusakan di salah satu pembangkit tersebut.

Kondisi beban puncak yang hampir sama dengan daya terpasang menimbulkan peningkatan mutu pelayanan harus dilakukan dengan cara penambah kapasitas pembangkit baru. Kondisi yang ada sebesar 40 MW pembangkit diesel menggunakan sistem sewa, yang biaya pembangkitan sangat mahal, yaitu mencapai lebih dari Rp 4.000/kwh.

Melihat kondisi tersebut, PT Energi Bersih Halmahera berencana mengembangkan Proyek PLTBm Sofifi dengan kapasitas 2 x 5 MW di Desa Akesai, Kecamatan Oba Tengah, Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Tengah. Sofifi sendiri terletak di poros tengah Pulau Halmahera. Pembangunan PLTBm Sofifi mengusung konsep terpadu antara "Perkebunan Bahan Bakar" dengan "Pembangkit Listrik" yang merupakan solusi yang sangat baik untuk menghasilkan tenaga listrik dengan keuntungan antara lain:

1. Peningkatan lapangan pekerjaaan;

2. Dapat memproduksi listrik dengan menggunakan bahan bakar dari sumber energi yang dapat diperbaharui (pengembangan EBT);

3. Dampak lingkungan relatif kecil dibandingkan penggunaan bahan bakar batu bara.

34610b6fd6cfbe4ddffb3ac1ffea651e_p.jpeg

Pada kesempatan yang sama, bertempat di Kota Tidore Kepulauan, PLN Wilayah Maluku, Maluku Utara dan PT Energi Bersih Halmahera menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) terkait rencana pembangunan PLTBm Sofifi, yang disaksikan oleh Gubernur Maluku Utara, Anggota Komisi VII DPR RI, Direktur Jenderal EBTKE, Pimpinan Kementerian LHK, dan GM PT PLN Pusat Pemeliharaan Ketenagalistrikan.

Total area yang akan disiapkan untuk PLTBm sekitar 8 ha dan bahan baku biomassa yang akan digunakan adalah kayu yang ditanam di Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan luas +-11.000 ha yang diharapkan dapat mencukupi kebutuhan bahan baku PLTBm. PT Energi Bersih Halmahera akan mengoperasikan perkebunan dengan menggunakan teknologi sederhana dan akan menggunakan sistem pengerjaan padat karya untuk menekan biaya dan memaksimalkan kesempatan kerja bagi penduduk sekitar. Bahan baku primer adalah tanaman gamal, sedangkan bahan baku sekunder tanaman lamtoro, akasia dan jabon. Adapun teknologi yang akan digunakan menggunakan Sistem Pembakaran (Direct Fired) menggunakan Boiler tipe Stocker Grate Boiler.

Desain Sistem Kelistrikan khususnya untuk penyaluran output daya akan disesuaikan dengan persyaratan jaringan (Grid Code) sehingga memenuhi persyaratan interkoneksi dengan sistem PLN. Sesuai SLD Sofifi, interkoneksi akan dilakukan pada feeder selatan melalui Gardu Induk terdekat menggunakan Jaringan Distribusi 20 kV.

Pemerintah menyambut baik proyek tersebut karena sejalan dengan komitmen pemanfaatan sumber daya alam (SDA) untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat. "Kami menyambut baik proyek ini, karena merupakan bagian dari Energi Baru, Terbarukan (EBT) dan ini adalah contoh konkret dari pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa (PLTBm)", ujar Sutijastoto.

"Target EBT dapat menyelesaikan masalah ekonomi nasional dengan mengurangi ketergantungan kepada impor. Ini kita harus bisa mengembangkan energi yang tersedia di darat. Biomassa ini sangat penting karena mengingat kita negara agraris, jadi memang kekuatan ini harus kita kembangkan. Apakah itu dalam bentuk biomasa ataupun itu nanti bahan bakar nabati, apakah itu berbasis sawit ataupun juga bioetanol," pungkasnya. (RWS)