“Amblesan” Tanah DKI Jakarta Rata – Rata 5 Cm per Tahun

Wednesday, 4 December 2013 - Dibaca 7141 kali

JAKARTA - Penurunan permukaan tanah di Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta terus meningkat tajam seiring pemicu terjadinya "ablesan" terus dilakukan. Upaya pencegahan terus dilakukan pemerintah agar penurunan muka tanah tidak terjadi secara ekstrim. Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperkirakan penurunan permukaan air tanah yang terjadi di DKI Jakarta rata-rata per tahun 5 cm.

" Penurunan tanah di Provinsi DKI Jakarta rata-rata sekitar 5 cm, semakin ke selatan semakin kecil, namun semakin ke utara semakin besar. di utara kita masih mendapi tanah-tanah lunak yang cukup luas yang, disamping pengambilan air tanah juga memang sifat tanahnya yang masih lunak sehingga natural consolidation secara alami yang menuju pemadatan," ujar Kepala Pusat Sumber Air Tanah Dan Geologi Lingkungan, Dodid Murdohardono di Acara Workshop Informasi Geologi Lingkungan Dalam Menunjang Penataan Ruang Bawah Tanah Jakarta , Rabu (04/12/2013).

Kejadian amblesan tanah, khususnya di wilayah Jakarta mempengaruhi insfrastruktur yang ada seperti bangunan dan drainase. Sebagai contoh hasil pemantauan selama 1 tahun (2011 - 2012) pada 15 titik pantau daerah, beberapa daerah telah mengalami penurunan dan yang terbesar adalah daerah Kapuk mulai dari Pejagalan hingga PIK, dengan penurunan terbesar meneapai 9,89 cm di daerah PIK dan 9,54 cm di Jalan Marina Indah, sedangkan penurunan yang terkecil di daerah Gunung Sahari sebesar 0,62 cm. Daerah Jakarta utara umumnya disusun oleh endapan lempung lanauan dan lanau pasiran dengan sisipan lempung organik yang memiliki kompressibilitas tinggi.

Untuk mengurangi laju penurunan, Pemerintah Pusat dan Daerah secara sinergis melakukan langkah-langkah sebagai berikut, melakukan penambahan resapan air kedalam tanah , untuk keperluan air bersih perlu mulai mempertimbangkan untuk mengganti penggunaan air tanah dengan mengolah air permukaan, dalam membangun konstruksi bangunan serta perencanaan tata ruang perlu mempertimbangkan adanya amblesan air tanah serta sebaran air tanah payau/asin.

Langkah selanjutnya adalah dengan penambahan kolam penampungan air hujan sebagai pengganti air tanah yang telah tergusur oleh pembangunan konstruksi bawah tanah dan pemulihan fungsi situ-situ di DKI Jakarta. (SF)

Share This!