Badai Yasi Queensland Berpotensi Ganggu Pasokan Batubara Dunia

Thursday, 3 February 2011 - Dibaca 4893 kali

Belum selesai pemulihan pascabanjir bandang yang menerpa Negara Bagian Queensland, Australia pada awal Januari 2011, sebuah badai siklon yang dinamakan Badai Yasi menerjang kawasan tersebut pada Kamis (3/2/2011).

Badai Yasi tersebut memporakporandakan pemukiman penduduk dan merusak sekitar 90% jalan utama di Queensland. Namun, belum ada korban tewas atau yang terluka dilaporkan akibat bencana tersebut.

Persiapan Pemerintah Australia menghadapi Badai Yasi ini tergolong baik. Pemerintah setempat telah menginformasikan kepada penduduk terhadap datangnya badai tersebut sehingga penduduk dapat menyiapkan perbekalan untuk menghadapi datangnya badai. Setidaknya sekitar 90.000 penduduk terputus koneksinya terhadap listrik akibat kerusakan yang diakibatkan oleh Badai Yasi.

Berdasarkan skala kekuatan badai, Badai Yasi masuk dalam kategori lima yang merupakan tingkatan tertinggi berdasarkan ukuran, kecepatan angin, potensi gelombang pasang. Dilaporkan juga bahwa ukuran Badai Yasi ini sebesar negara Italia dan merupakan badai terburuk yang pernah melanda Australia sepanjang 100 tahun terakhir.

Dengan kecepatan angin sebesar 300 km/jam, Badai Yasi diperkirakan masih lebih mengancam dibandingkan Badai Katrina yang menyerang sebagian besar kawasan Louisiana dan Mississippi, Amerika Serikat pada tahun 2005 lalu.

Kemungkinan besar Badai Yasi akan makin memperburuk kondisi industri batubara di Queensland yang kini masih berjuang untuk pulih dari bencana banjir bandang awal tahun ini. Banjir bandang yang lalu sempat berpengaruh terhadap kenaikan harga batubara dunia saat ini mengingat sekitar 97% produksi black coal Australia berasal dari Negara Bagian Queensland dan New South Wales.

Black coal merupakan batubara bituminous yang setelah diproses akan menjadi coking coal yang dipakai dalam industri baja. Sekitar setengah dari ekspor coking coal dunia berasal dari Australia yang sebagian besar ditujukan kepada industri baja di Asia. Walaupun lebih dominan memproduksi coking coal, Quensland juga menghasilkan jenis batubara thermal coal yang digunakan oleh pembangkit listrik. Secara umum harga coking coal lebih mahal daripada thermal coal.

Berdasarkan data Key World Energy Statistics 2009 (IEA), total perdagangan hard coal dunia pada tahun 2008-2009 sekitar 941 juta ton yang terdiri dari 730 juta ton thermal coal dan 211 juta ton coking coal. Australia berhasil mempertahankan posisinya sebagai ekspotir batubara terbesar dunia dengan ekspor sebesar 261 juta ton atau sekitar 28% total dunia. Namun untuk urusan thermal coal, Australia adalah eksportir thermal coal terbesar nomor dua dunia, setelah Indonesia.

Mengingat signifikansi Queensland terhadap suplai batubara dunia, adanya Badai Yasi ini berpotensi memicu lagi kenaikan harga batubara dunia ke depannya. Seluruh indeks acuan perdagangan batubara dunia dalam tiga bulan terakhir menunjukkan tren yang konsisten naik.

Hal ini juga ditunjukkan oleh Harga Batubara Acuan (HBA) yang dikeluarkan oleh Ditjen Mineral dan Batubara. Pada bulan Oktober 2010 HBA sebesar US$ 92.68/ton dan terus bergerak naik hingga US$ 112.4/ton pada bulan Januari 2011. (JS)

Share This!