Gas Sawah Bertekanan Rendah dan Tidak Berbahaya

Thursday, 3 June 2010 - Dibaca 4202 kali

JAKARTA. Munculnya beberapa semburan gas liar (lebih tepat disebut rembesan gas rawa) di persawahan penduduk seperti di Pamekasan, Porong, Indramayu, Banyuasin, Banjarnegara, Sragen, Mojokerto dan berbagai tempat lainnya merupakan fenomena geologi yang umum. Gas tersebut selain tidak berbahaya juga berpotensi sebagai sumber energi. Kemunculan gas biogenik ke permukaan sering dijumpai di rawa atau sawah, sehingga disebut gas sawah atau gas rawa. Gas ini umumnya tidak berbau, mudah terbakar, bertekanan rendah, dan muncul sebagai rembesan gas pada daerah yang cukup luas. Akumulasi gas ini di bawah permukaan terperangkap pada kantong-kantong atau poket gas sehingga akumulasinya tidak terlampau luas seperti pada cekungan gas alam lainnya. Gas yang muncul merupakan gas methan (CH4) yang merembes dari kantong-kantong atau poket-poket gas biogenik yang terbentuk dari bekas rawa-rawa atau sungai purba. Kepala Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL), Subaktian Lubis dalam artikelnya yang berjudul "Semburan gas disawah dan rawa : fenomena geologi yang membawa musibah atau berkah" menyatakan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan PPPGL sejak tahun 1990-an telah menemukan sumber-sumber gas biogenik yang cukup signifikan dan terperangkap pada lapisan sedimen laut dangkal Holocene (berumur <10.000 tahun yang lalu). Sumber gas biogenik tersebut berasal dari lapisan endapan yang mengandung fragmen organik yang berlimpah, ujar Subaktian Lubis. Berdasarkan hasil analisa laboratorium menggunakan Gas Chromatograph (GC) menunjukkan bahwa kandungan gas biogenik ini mengandung lebih dari 95% gas methan, sekitar 2% gas CO2 dan Nitrogen (N). Kadang-kadang ditemukan pula gas H2S namun dalam jumlah yang relatif kecil sekali (< 0,1%), lanjutnya. Pada umumnya, gas biogenik yang ditemukan pada sumur-sumur penduduk di kawasan pesisir ataupun dari lubang bor dangkal memperlihatkan bahwa tekanan gas ini relatif rendah (2-3 Kg/m2) dan merupakan aliran rembesan gas melalui pori-pori atau rekahan tanah. Gas biogenik yang merembes ke permukaan ini adalah gas yang murni berasal dari alam sehingga secara langsung tidak berbahaya bagi mahluk hidup, namun menurut Subaktian, dalam kandungan yang pekat (dalam ruang tertutup) akan mudah terbakar walaupun tidak bersifat eksplosif. Kemunculan gas biogenik pada sawah, rawa ataupun tambak tidak secara langsung mempengaruhi kualitas air, karena gas methan tidak bereaksi dengan air. Di Selat Madura banyak dijumpai rembesan gas biogenik berupa gelembung-gelembung yang keluar dari dasar laut, namun tidak memberikan dampak yang berarti bagi kehidupan biota bawah laut. Gas biogenik adalah gas methan (CH4) yang sudah akrab dengan kehidupan manusia karena sangat umum ditemukan di mana saja di permukaan bumi ini. Gas ini dapat terbentuk dari tiga proses utama yaitu, fermentasi bakteri anaerobik pada sampah, kotoran ternak atau sejenisnya. Gas yang dihasilkan proses ini disebut biogas methan atau gas biomasa, fermentasi bakteri asetat pada lapisan sedimen yang kaya zat organik (gas charged sediment) dan proses reduksi CO2 oleh bakteri dari batuan volkanik atau magmatik alami. Selain itu, gas methan juga dapat berasal dari proses spontan pada lapisan batubara yang disebut coal bed methane (CBM) yang dikenal sebagai methan B, atau rembesan dari lapisan hidrokarbon pada perangkap migas yang over mature yang disebut gas methan petrogenik/termogenik. Untuk membedakan origin atau asal dari gas methan tersebut dapat dikenali dari analisa paremeter methan ? 13C atau ?D (Claypool and Kaplan, 1974).

Gas methan merupakan gas hidrokarbon yang mudah terbakar, memiliki rantai carbon terpendek (C1) sehingga merupakan gas yang paling ringan, yaitu sekitar 0,7 lebih ringan dari udara (Rice, 1993), sehingga jika tersebar diudara akan langsung menguap naik ke atmosfir. Namun demikian, jika digunakan sebagai sumber energi termasuk jenis bahan bakar yang ramah lingkungan, karena hasil pembakarannya mengeluarkan carbon dioksida (CO2) dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan jenis bahan bakar hidrokarbon lainnya. (SF)Sumber : Puslitbang Geologi Kelautan

Share This!