Kontrak Pembangunan Fasilitas Produksi Banyu Urip Senilai US$ 746 Juta Ditandatangani

Friday, 5 August 2011 - Dibaca 3440 kali

JAKARTA - Kontrak pembangunan (engineering, procurement, and construction/EPC) untuk fasilitas produksi minyak Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, senilai US$ 746,3 juta ditandatangani di Jakarta, Jumat (5/8). Penandatangan dilakukan Presiden Direktur Tripatra Engineers & Construction, Albert Steven Budisusetija, Presiden Direktur Samsung Engineering Co. Ltd, Ki-Seok Park, dan Presiden Mobil Cepu Ltd, Terry S. McPhail, disaksikan Kepala Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS), R. Priyono.Dalam sambutannya, Priyono mengatakan, pembangunan fasilitas pengolahan merupakan kontrak pertama dan terbesar dari keseluruhan lima kontrak EPC Banyu Urip. "Total investasi diperkirakan mencapai US$ 1,3 miliar," kata dia.BPMIGAS menargetkan, sisa kontrak lainnya dapat ditandatangani akhir Agustus 2011. Dengan target penyelesaian 36 bulan untuk semua kontrak EPC, produksi penuh sebesar 165 ribu barel minyak bumi per hari dapat tercapai sesuai jadwal.Dia mengungkapkan, masih ada kendala pembebasan tanah yang akan digunakan untuk mendukung proyek. Oleh karena itu, BPMIGAS meminta semua pihak terkait untuk membantu menyelesaikan masalah yang ada. Menurutnya, realisasi peningkatan produksi minyak yang cukup besar seperti di proyek Banyu Urip kemungkinan besar belum tentu akan terulang dalam lima tahun ke depan. Hal ini mengingat selama 10 tahun terakhir belum ditemukan cadangan minyak dalam skala besar seperti yang ditemukan di Banyu Urip. Kegiatan eksplorasi yang berhasil menemukan cadangan besar, umumnya penemuan cadangan gas. Misalnya, proyek Masela di Laut Arafura dengan operator Inpex, kemudian Genting Oil di Blok Kasuri, Papua Barat, dan Blok Natuna Timur, di Kepulauan Riau."Proyek Banyu Urip akan mendongkrak produksi minyak nasional," kata Priyono.Pembangunan fasilitas proyek Banyu Urip mencakup 49 sumur pada tiga anjungan sumur, fasilitas produksi pusat, dan pipa sepanjang 95 kilometer untuk mengalirkan minyak ke fasilitas penyimpanan dan alir-muat terapung (Floating Storage and Offloading/FSO) bermuatan maksimal 1,7 juta barel. Proyek ini direncanakan dapat menghasilkan kurang lebih 450 juta barel minyak selama masa kontrak.Priyono menegaskan, transaksi pembayaran pengadaan barang dan jasa, baik untuk rekening pembayar maupun rekening penerima dilakukan melalui Bank yang dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu, BPMIGAS meminta konsorsium Tripatra dan Samsung untuk memprioritaskan bank umum nasional apabila memerlukan sumber pendanaan pihak ketiga. "Mobil Cepu juga harus mengawasi komitmen tingkat komponen dalam negeri yang disepakati," katanya.Terry S. McPhail menjelaskan, proses pengeboran, konstruksi, dan instalasi dari fasilitas ini dapat dicapai dengan dukungan dari pemasok dalam negeri, termasuk perusahaan lokal. Dalam kurun waktu kurang lebih tiga tahun pengembangan proyek ini, ribuan tenaga kerja di Indonesia akan dipekerjakan oleh Mobil Cepu beserta kontraktornya.Proyek ini juga akan menyediakan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan para pekerjanya, yang dapat digunakan untuk pengembangan proyek serupa di masa depan, baik pada industri minyak dan gas maupun industri lainnya. "Beberapa pelatihan masih berjalan bagi teknisi lokal yang akan berperan dalam operasional produksi nantinya," katanya.Proyek Banyu Urip mulai mengoperasikan fasilitas produksi awal pada Agustus 2009. Fasilitas ini telah mampu memproduksi 20.000 barel minyak per hari. Mobil Cepu merupakan operator dari Blok Cepu. Mobil Cepu dan Ampolex (Cepu) PTE Ltd., keduanya merupakan anak perusahaan dari Exxon Mobil Corporation, memegang 45 persen saham partisipasi dalam blok itu bersama Pertamina EP Cepu yang memegang 45 persen saham dan Badan Kerja Sama Blok Cepu (BKS) dengan 10 persen saham.(SF)

Share This!