Kunjungi Aceh Tamiang, Presiden Prabowo Ingatkan Pentingnya Menjaga Lingkungan
ACEH TAMIANG - Presiden Prabowo Subianto kembali mengunjungi para korban banjir di Aceh Tamiang, Jumat (12/12). Dalam kunjungannya, Presiden didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadali serta Gubernur Aceh Muzakir Manaf. Presiden Prabowo menegaskan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan agar bencana serupa tidak lagi terulang.
"Terima kasih saya di sini diterima dengan baik, saya datang sesuai dengan janji saya saat Aceh Tamiang masih terputus dan baru tersambung kembali seminggu yang lalu. Saat itu saya berjanji akan kembali lagi ke mari," ujar Prabowo kepada para pengungsi.
Presiden Prabowo turut bersyukur karena kondisi di lapangan berangsur membaik, meski masih banyak perbaikan yang harus dilakukan. "Saya lihat keadaan sekarang saat ini. Insyaa Allah nanti akan kita perbaiki bersama, pemerintah akan turun membantu semuanya," ucapnya.
Ia juga meminta masyarakat memahami bahwa sejumlah perbaikan belum sepenuhnya rampung, dan pemerintah berkomitmen untuk terus bekerja keras.
"Saya minta maaf masih ada yang belum diperbaiki, kita akan bekerja keras memperbaiki infrastruktur yang rusak terutama listrik. Kita akan berusaha semaksimal mungkin memperbaiki yang ada meski kita semua tahu kondisi di lapangan sangat sulit maka itu mari kita atasi bersama," tegasnya.
Presiden Prabowo kembali mengingatkan agar masyarakat ikut menjaga kelestarian alam demi mencegah bencana di masa mendatang.
"Mudah-mudahan kondisi kalian semua cepat pulih kembali, cepat normal dan kita sekarang juga harus waspada dan hati-hati. Kita harus jaga lingkungan kita, alam kita harus kita jaga, kita tidak boleh tebang pohon sembarangan dan kita minta kepada Pemerintah Daerah semua lebih waspada dan lebih mengawasi, kita jaga alam kita dengan sebaik-baiknya," tuturnya.
Sejalan dengan perhatian Presiden Prabowo terhadap isu lingkungan, Menteri ESDM menegaskan komitmen pemerintah untuk menindak tegas para penambang ilegal maupun pemegang izin yang melakukan pelanggaran di kawasan hutan. Pemerintah telah menetapkan tarif denda administratif sebagai instrumen penegakan hukum.
Dalam kebijakan tersebut, denda tertinggi dikenakan pada pelanggaran pertambangan nikel sebesar Rp6,5 miliar per hektare. Sementara itu, pelanggaran pada komoditas bauksit dikenai denda Rp1,7 miliar per hektare, timah Rp1,2 miliar per hektare, dan batubara Rp354 juta per hektare.
Ketentuan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Tarif Denda Administratif Pelanggaran Kegiatan Usaha Pertambangan di Kawasan Hutan untuk Komoditas Nikel, Bauksit, Timah, dan Batubara.
"Penetapan tarif denda ini merupakan instrumen penegakan hukum yang bertujuan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pemanfaatan sumber daya alam, sekaligus menanggulangi kerugian negara dan dampak lingkungan," ujar Bahlil dalam kesempatan berbeda. (SF)
Share This!