LEAP, Perangkat Lunak Untuk Perencanaan Energi Daerah

Saturday, 30 August 2008 - Dibaca 7804 kali

JAKARTA. Saat ini tersedia berbagai model perencanaan energi. Hanya saja LEAP (Long-Range Energy Alternatives Planning System), menurut Oetomo Tri Winarno dari ITB, merupakan model yang memenuhi kriteria untuk perencanaan energi daerah. LEAP antara lain memiliki model untuk analisa supply-demand energi.

''LEAP mudah dipahami, mudah dipelajari, mudah diperoleh dan secara teknis cukup baik. LEAP telah digunakan pada program CAREPI karena memenuhi kriteria tersebut,'' ujar Oetomo Tri Winarno dari Pusat Kebijakan Keenergian-Institut Teknologi Bandung dalam seminar Perencanaan Energi Daerah di hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (28/8).

Seminar diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan SenterNovem, Belanda. Seminar dua hari yang diikuti oleh wakil dari provinsi seluruh Indonesia itu merupakan bagian program Contributing to Poverty Allevation through Regional Energy Planning in Indonesia (CAREPI).

Menurut Oetomo Tri Winarno, LEAP dikembangkan oleh Stockholm Environment Institute Boston/Tellus Institute. Terdiri 2 modul utama yaitu demand dan transformation dan 2 model tambahan yaitu key variables dan resources. ''Selain memiliki struktur model yang sederhana, LEAP juga bisa diperoleh secara bebas untuk lembaga non profit serta tersedia dalam bahasa Indonesia,'' ujar Oetomo Tri Winarno yang juga mengalihbahasakan LEAP ke bahasa Indonesia.

Pada kesempatan tersebut Oetomo Tri Winarno mengungkapkan perencanaan energi diperlukan antara lain untuk menjaga agar ketersediaan energi terjamin. Sebab energi merupakan kebutuhan vital. Selain itu pembangunan infrastruktur energi membutuhkan waktu konstruksi yang lama, padat modal dan padat teknologi serta berpotensi menimbulkan dampak lingkungan.

Sebagai dasar dalam perencanaan penyediaan energi adalah analisa permintaan energi. Jika proyeksi lebih rendah daripada realisasi dapat menimbulkan kelangkaan energi. Sedang jika proyeksi lebih tinggi daripada realisasi maka terjadi pemborosan atau tidak efisien. ''Metode perencanaan meliputi analisa kondisi permintaan yang sudah terjadi dan analisa kecenderungan ke depan, untuk mengenali faktor pemicu pertumbuhan permintaan energi,'' papar Oetomo Tri Winarno.

Analisa permintaan energi dapat menggunakan pendekatan demand dan pendekatan supply. Pada pendekatan demand pemakaian energi dihitung dari sisi demand. Data diperoleh dari survei ke pemakai, baik oleh BPS atau survei langsung. Adapun dalam pendekatan supply pemakaian energi dihitung dari penjualan energi oleh produsen, dari PT Pertamina, PT PLN, PT PGN dsbnya. ''Pendekatan demand lebih mencerminkan kondisi permintaan energi serta lebih cocok untuk analisa permintaan energi,'' ujar Oetomo Tri Winarno.

Untuk teknik analisa permintaan energi bisa dilakukan dengan mengelompokan pemakai energi yang memiliki kharakteristik sama, menentukan indikator aktifitas pemakaian energi, menentukan intensitas pemakaian energi dan menghitung pemakaian energi. Untuk proyeksi pemakaian energi dikaitkan dengan pertumbuhan perminaan sebelumnya, proyeksi/target pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sektoral/perubahan struktur pemakai energi, rencana pengembangan wilayah dan kebijakan energi.

Share This!