Lokakarya Pemanfaatan Ruang Permukaan Bawah Tanah

Monday, 7 December 2009 - Dibaca 4292 kali
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS
NOMOR: 82/HUMAS DESDM/2009
Tanggal: 7 Desember 2009

LOKAKARYA PEMANFAATAN RUANG BAWAH PERMUKAAN TANAH DAERAH PERKOTAAN DAN PERTAMBANGAN

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy Saleh, Senin (7/12), membuka Lokakarya "Pemanfaatan Ruang Bawah Permukaan Tanah Daerah Perkotaan dan Pertambangan". Kegiatan lokakarya ini dimaksudkan untuk menggali dan mendiskusikan pemanfaatan ruang bawah permukaan tanah dari berbagai aspek baik ilmiah maupun manajemen perkotaan serta kebijakan dengan melibatkan semua stakeholders terkait.

Tujuan dari lokakarya ini adalah untuk bersama-sama merumuskan suatu rekomendasi yang didasarkan pada kajian-kajian komprehensif termasuk melibatkan informasi geologi "tersembunyi" dalam memutuskan suatu kebijakan dan pengaturan terhadap pamanfaatan ruang bawah permukaan tanah. Pemetaan dan inventarisasi terhadap informasi "tersembunyi" bawah permukaan yang mencakup: potensi sumber daya geologi berupa mineral, minyak, gas bumi, panas bumi, batubara, dan lain-lain termasuk air tanah; potensi bencana geologi; dan potensi daya dukung lingkungan bawah permukaan merupakan tugas dan domainnya geologist. Adapun sasarannya adalah tercapainya suatu kesepakatan tentang pentingnya pengaturan dan kebijakan dalam pemanfaatan ruang bawah permukaan tanah bahwa potensi sumber daya mineral, migas, dan gas bumi harus dimasukkan dalam pengaturan dan kebijakan pemanfaatan ruang bawah permukaan tanah.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka lokakarya kali ini memilih tema "Pemanfaatan Ruang Bawah Permukaan Tanah Daerah Perkotaan dan Pertambangan". Pemilihan tema tersebut tidak lepas dari semakin meluasnya wacana pemanfaatan ruang bawah tanah diperkotaan khususnya di DKI Jakarta yang akan membangun subway sebagai salah satu solusi alternatif untuk mengatasi kemacetan. Dengan dibangunnya subway tersebut sudah barang tentu akan berdampak pada pembangunan infrastruktur lainnya seperti pertokoan, pergudangan, maupun infrastruktur penting lainnya seperti drainase. Hal tersebut tentu saja akan menimbulkan permasalahan jika tidak dilakukan pengaturan pemanfaatan ruang bawah tanah.

Di samping itu keberadaan bahan tambang di Indonesia yang merupakan hasil dari suatu proses alam dimana keberadaannya secara umum terdapat dalam perut bumi perlu mendapat perhatian juga. Lokakarya ini melibatkan narasumber yang kompeten dan terkait dengan pemanfaatan ruang bawah permukaan tanah yang berasal baik dari instansi pemerintah, lembaga penelitian, maupun akademisi yang akan menyampaikan materi tentang kebijakan dalam penataan ruang terkait dengan adanya UU No 26 Tahun 2007 dan PP No.26 Tahun 2008 yang mengatur tentang penataan ruang wilayah nasional.

Selain kebijakan bersifat nasional tersebut juga akan dipresentasikan tentang kebijakan penataan ruang bawah permukaan tanah di DKI Jakarta khususnya terkait dengan akan dibangunnya subway atau MRT (Mass Rapid Transportation).

Selain hal tersebut di atas, dalam lokakarya ini akan dipaparkan satu materi yang sangat penting yaitu tentang Kawasan Peruntukan Pertambangan mengingat Indonesia kaya akan berbagai jenis bahan tambang, seperti mineral, batubara, minyak dan gas bumi serta panas bumi. Keterdapatan bahan tambang tersebut merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa dan oleh karenanya harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Sumber daya bahan tambang pada umumnya terletak di bawah permukaan tanah, dan untuk pemanfaatannya akan membutuhkan lahan di permukaan tanah. Akan tetapi lahan tersebut sudah diperuntukkan bagi kepentingan penggunaan lahan selain pertambangan, misalnya kehutanan, perkebunan, pertanian dan permukiman, sehingga terjadi konflik antar pihak yang berkepentingan. Hal ini dapat terjadi apabila belum ada alokasi lahan peruntukan pertambangan guna menjamin kepastian hukum untuk pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.

Oleh karena itu, melalui penataan ruang, yang dipayungi oleh UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 26 Tahun 2008, diharapkan akan memberikan solusi dalam pemanfaatan lahan bagi tiap sektor, termasuk sektor ESDM. Dalam penataan ruang, alokasi ruang untuk kegiatan pertambangan diakomodasi dalam bentuk Kawasan Peruntukan Pertambangan (KPP). Dengan demikian penentuan dan penetapan KPP menjadi mutlak untuk dilakukan, sebagai bentuk legalisasi dari kegiatan pertambangan. KPP ini harus dicantumkan dalam lampiran peta pola ruang untuk setiap Rencana Tata Ruang Wilayah, baik tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten dan kota, karena kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan di luar kawasan peruntukan pertambangan dianggap melanggar hukum dan akan dikenakan sanksi pidana menurut Undang-undang Penataan Ruang.

Kepala Biro Hukum dan Humas
Sutisna Prawira

Share This!