Mengoptimalkan Blessing in Disguise Dalam Peristiwa Erupsi Merapi 2010

Wednesday, 13 April 2011 - Dibaca 7174 kali

Peristiwa erupsi Merapi 2010 masih berbekas di dalam benak kita. Erupsi pertama kali terjadi pada 26 September 2010 hingga akhirnya pemerintah melalui Pusat Vulkanlogi Mitigasi Bencana Geologi-Badan Geologi menurunkan status Merapi dari awas menjadi siaga pada tanggal 3 Desember 2010. Bencana pastilah membawa kepedihan dan penderitaan namun di balik itu semua pasti ada hikmah yang dapat kita ambil salah satunya adalah material vulkanik hasil erupsi.

Kondisi pasca erupsi yang patut dicermati adalah melimpahnya material vulkanik yang tersebar di radius Merapi yang akan tertransportasi ke arah hilir dalam bentuk ancaman banjir lahar dingin. Saat ini material vulkanik banyak terkumpul di sungai-sungai yang berhulu sekitar Merapi. Jika material vulkanik berupa pasir dan batu tersebut tidak dikeruk/ditambang maka berpotensi dampak banjir di daerah sepanjang kali akibat terjadi pendangkalan sungai/kali. Oleh karena itu kegiatan pengerukan adalah penting untuk mencegah terjadinya banjir di daerah-daerah hilir. Kegiatan pertambangan pasir dan batu (bahan galian industri) secara tidak langsung merupakan pengerukan dengan diselubungi motif ekonomi sehingga perlu bagi pemerintah untuk menata kegiatan pertambangan tersebut supaya efektif serta tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.

Untuk itu sebelum berbicara panjang lebar, kita harus mengetahui karakteristik material vulkanik erupsi serta potensi ekonomi material vulkanik tersebut. Secara umum material vulkanik erupsi Merapi terdiri dari tiga bentuk yaitu pasir, batu dan debu. Menurut keterangan dosen Vulkanologi yang juga Kepala Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta seperti dikutip dari situs Kompas.com (08/10/2010), Eko Teguh Paripurno, kandungan silika pada pasir tersebut bagus dijadikan bahan absorbent khususnya penjernih air serta pasir beton.

Dosen Panas Bumi dan Gunung Api Institut Teknologi Bandung, Asnawir Nasution, mengatakan, selain silika, pasir gunung api juga memiliki kandungan besi (FeO). Kandungan besi pasir gunung api sangat baik karena belum mengalami pelapukan sehingga baik untuk campuran bahan bangunan. Ujung runcing silika menjadikan pasir tersebut mengikat semen lebih kuat serta kandungan besi yang ada belum terlapukkan sehingga sangat cocok dijadikan pasir beton. Hal ini sudah dikenal luas di kalangan masyarakat, akibatnya harga pasir Merapi lebih tinggi daripada pasir dari sumber lainnya. Batuan yang hasil erupsi yang tertransportasi melalui sungai/kali juga merupakan batuan dengan kualitas yang baik karena relatif lebih "segar" dan belum mengalami pelapukan yang intensif. Batuan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, bahan pembuatan patung, arca dan batu hias. Sedangkan abu yang terbawa saat peristiwa erupsi jatuh ke lahan-lahan pertanian sehingga memperkaya unsur hara dalam tanah serta menetralisasi "kelelahan" tanah akibat pupuk anorganik yang terjadi selama ini.

Potensi ekonomi material vulkanik tersebut harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat sekitar merapi. Untuk itu segala kegiatan penambangan bahan galian industri di daerah tersebut harus tetap mengadopsi prinsip kelayakan kegiatan usaha antara lain layak secara teknis, ekonomi dan lingkungan. Layak secara teknis artinya dengan teknologi yang ada kegiatan penambangan tersebut dapat dilakukan secara optimal. Mengingat bahan galian tersebut merupakan pasir dan batuan sehingga tidak terlalu sulit secara metode penambangannya. Berbicara mengenai layak secara ekonomi berarti kegiatan penambangan ini menghasilkan margin keuntungan yang masuk akal bagi pengusahanya. Berbicara keuntungan margin keuntungan maka kita berbicara tentang potensi demand. Konsumsi pasir dan batu akan terus bertumbuh sepanjang ekonomi membaik, oleh karena itu demand atas dua komoditas ini relatif aman ke depannya. Yang terakhir adalah layak secara lingkungan artinya masih memenuhi daya dukung lingkungan dan memasukkan biaya pengelolaan/pemulihan lingkungan.

Untuk mengoptimalkan pemanfaatan bahan galian bagi masyarakat sekitar perlu diadopsi konsep peningkatan nilai tambah. Pasir dan batuan tersebut tidak hanya dijual dalam bentuk bahan mentah (raw material) namun mengalami pengolahan lebih lanjut. Competitive advantage yang dimiliki oleh material erupsi Merapi ini adalah Misalnya pasir menjadi batako, batuan dipotong/dipecah menjadi batu kali fondasi atau sebagai bahan patung, arca atau pun batu hias. Bantuan permesinan, pelatihan keterampilan dan pembinaan jalur distribusi difasilitasi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah dengan bekerja sama dengan BUMN atau swasta. Bahkan hasil dari pengolahan material erupsi ini bisa digunakan dalam upaya rehabilitasi bangunan warga yang terkena dampak erupsi Merapi.

Namun, ada hal-hal yang harus menjadi perhatian kita bersama khususnya potensi kerusakan yang terjadi jika pemanfaatan material erupsi tersebut tidak dikendalikan. Beberapa potensi kerusakan yang terjadi antara lain

  • Bentang Alam Tingginya tingkat erosi di daerah penambangan pasir dan juga di daerah sekitarnya

  • Kesuburan Tanah Unsur-unsur hara terkikis oleh erosi

  • Air Permukaan dan Air Tanah Berkurangnya debit air permukaan/mata air

  • Tingginya lalu lintas kendaraan di jalan desa membuat mudah rusaknya jalan Terjadinya polusi udara

Untuk itu harus dikembangkan mekanisme pengendalian antara lain dengan pembatasan lokasi penambangan (hanya di sepanjang aliran erupsi dan tidak memasuki kawasan hutan lindung), pembatasan izin penambangan yang dikeluarkan, pembatasan volume bahan galian per satuan waktu atau pun pembatasan jumlah alat berat tambang yang beroperasi. (JS)

Share This!