Museum Gunungapi Merapi (2): Mengadopsi Kearifan Lokal
SLEMAN. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, kawasan pegunungan di seluruh dunia mengalami degradasi lingkungan dan kemunduran ekonomi masyarakat sekitarnya. Globalisasi, urbanisasi dan kepariwisataan telah mengakibatkan terganggunya keseimbangan komunitas pegunungan dan sumber daya yang dikandungnya. Menghadapi tantangan tersebut, Museum Gunungapi Merapi yang berlokasi di Desa Harjobinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hadir dengan membawa kearifan lokal. Pembangunan museum yang baru saja diresmikan 1 Oktober 2009 tersebut disinkronkan dengan kehidupan masyarakat wilayah Merapi sebagai upaya meningkatkan pemahaman akan arti penting Merapi bagi kehidupan masyarakat, juga untuk menyelamatkan asset ekologi yang berguna bagi kepentingan ilmu pengetahuan. Masyarakat lereng Gunung Merapi masih memegang nilai-nilai kearifan lokal dalam kesehariannnya. Salah satunya dengan menjalin hubungan serasi dengan alam yang didasari kepercayaan bahwa antara Gunung Merapi,Keraton dan Pantai Selatan saling terhubung erat satu sama lain. Masyarakat juga bahwa meyakini gunung, sungai, dan pohon bukanlah 'benda mati' sehingga manusia wajib menjaga kelestariannya, sejalan dengan prinsip "Hamemayu Hayuning Bawono" dalam pelestarian alam wilayah Yogyakarta. Kawasan Lereng Merapi merupakan kawasan yang dicagarkan. Keberadaan Museum Gunungapi Merapi merupakan bukti bahwa pemerintah tidak sebatas pada komitmen, tetapi lebih dari itu, pemerintah telah menunjukkan perhatian langsung dalam rangka meningkatkan pemahaman akan arti penting Gunung Merapi sebagai tulang punggung hidrologi wilayah DIY dan sekitarnya. Dari sisi peningkatan ekonomi masyarakat sekitar, lokasi museum yang berdekatan dengan sentra budidaya bunga krisan dan sapi perah di Kecamatan Pakem akan memudahkan Pemerintah Kabupaten Sleman untuk memanfaatkan potensi lokal tersebut sebagai materi pendukung obyek wisata museum.
Share This!