Pemerintah Segera Perbaiki Iklim Investasi CBM

Wednesday, 28 April 2010 - Dibaca 2940 kali

JAKARTA. Pemerintah segera memperbaiki iklim investasi pengembangan Coal Bed Methane (CBM) sehingga lebih menarik kalangan investor untuk menanamkan investasinya. Berbagai perangkat regulasi akan diperbaiki dan disesuaikan, serta penyelesaian segera permasalahan terkait agar CBM secepatnya dapat dimanfaatkan.Dalam pertemuan forum bisnis antara Menteri ESDM dengan pelaku usaha CBM beberapa waktu lalu ,terungkap adanya permasalahan yang menjadi kendala pengembangan CBM, permasalahan tersebut menurut Menteri ESDM antara lain tumpang tindih lahan, proses perijinan dan perangkat hukum terkait lingkungan hidup, tutur Menteri dalam sambutannya pada pembukaan acara IndoCBM 2010 di Jakarta kemarin (28/4).Ditambahkan Menteri ESDM, pemerintah sepenuhnya mendukung pengembangan CBM, karena itu lanjut Beliau, pemerintah se-segera mungkin mengatasi semua kendala ada serta memberikan kepastian yang lebih kepada kalangan investor. "Pemerintah menyambut baik dan bersedia untuk mendengarkan dan menindaklanjuti rekomendasi dan masukan dari kalangan industri dalam rangka meningkatkan kebijakan untuk membantu memastikan pengembangan CBM dapat menarik bagi investor".Indonesia merupakan salah satu pemilik potensi CBM terbesar didunia. Potensi sumber daya Coal Bed Methane (CBM) yang dimiliki sekitar 450 Triliun Cubic Feet (TCF) yang tersebar pada sebelas areal cekungan (basin) batubara di berbagai lokasi di Indonesia, baik di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Hingga saat ini, Pemerintah Indonesia telah memberikan total 20 Kontrak Produksi CBM dimana 7 kontrak diberikan pada tahun 2008 dan 13 kontrak di tahun 2009. Ke sebelas basin lokasi CBM tersebut diatas yaitu, Sumatera Selatan (183 TCF), Barito (101,6 TCF), Kutei (89,4 TCF) dan Sumatera Tengah (52,5 TCF) untuk kategori high prospective. Basin Tarakan Utara (17,5 TCF), Berau (8,4 TCF), Ombilin (0,5 TCF), Pasir/Asam-Asam (3,0 TCF) dan Jatibarang (0,8) memiliki kategori modarate. Sedang basin Sulawesi (2,0 TCF) dan Bengkulu (3,6 TCF) berkategori low prospective. (SF/AD)

Share This!