Prospek Hidrokarbon Sub-cekungan Simeulue Sebagai “Second Opinion”

Sunday, 9 May 2010 - Dibaca 9025 kali

JAKARTA. Munculnya polemik tentang ditemukannya cadangan migas raksasa oleh BPPT di cekungan busur muka Simeulue yang terletak di lepas pantai sebelah barat Aceh dengan perkiraan cadangan mencapai 320 milyar barrel telah mengundang berbagai reaksi dari kalangan ahli geologi dan perminyakan Indonesia, karena angka cadangan yang dikemukakan termasuk spektakuler untuk ukuran cadangan pada cekungan-cekungan di Indonesia. Sebagai pembanding bahwa Saudi Arabia, yang mempunyai cekungan-cekungan raksasa dan cadangan terbesar di dunia, hanya mempunyai cadangan terbukti sebesar 264,21 milyar barrel.Cekungan Simeulue telah menjadi target eksplorasi potensi hidrokarbon sejak tahun 1968 hingga 1978 ketika perusahaan Union Oil melaksanakan kontrak kerjasama eksplorasi. Selama waktu tersebut beberapa pemboran eksplorasi telah dilaksanakan, terutama di daerah dekat pantai pada kedalaman laut kurang dari 200 m (Rose, 1983). Tiga sumur menemukan indikasi adanya akumulasi gas dalam batuan karbonat, tetapi tidak satupun mengindikasikan nilai komersial.Puslitbang Geologi Kelautan (PPPGL), Balitbang Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian ESDM, sebagai salah satu institusi pemerintah yang mempunyai tugas pokok melaksanakan berbagai penelitian potensi sumber daya mineral dan energi di laut, juga telah melakukan kajian saintifik terhadap beberapa data seismik yang tersedia di kawasan tersebut. Beberapa data seismik yang berkaitan dengan potensi hidrokarbon pada cekungan busur muka di kawasan lain juga digunakan sebagai data pembanding.Berdasarkan beberapa kajian sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa peneliti dikawasan ini seperti kajian seismik stratigrafi beberapa cekungan busur muka di cekungan southwest Sumatera dan southwest Java (postdoc project Susilohadi bersama BGR, 2005) menggunakan data RV Sonne SO137 juga tidak memperlihatkan potensi hidrokarbon yang signifikan pada cekungan-cekungan busur muka. Demikian pula, hasil review beberapa publikasi yang berkaitan dengan potensi hidrokarbon pada cekungan busur muka, diantaranya Cruise Report and Preliminary Result SO186-2 (Gaedicke, dkk., 2006); Cruise Report SO200-2 (2009); dan Techtonics and Structural Style of Lombok and Savu Basins, Snellius II Expedition (van Weering, dkk., 1986) juga tidak menunjukan kemungkinan adanya potensi hidrokarbon yang berlimpah.Oleh sebab itulah, pernyataan bahwa sub-cekungan busur muka Simeulue memiliki cadangan migas terukur atau Original Oil in Place (OOIP, dalam satuan barrel), dirasakan merupakan pernyataan yang terlalu dini tanpa dukungan data test laboratorium perminyakan lainnya.Review Cruise SeaCause-II Indonesia-Jerman Survey kemitraan Indonesia (BPPT, Bakosurtanal, LIPI dan PPPGL) dan Jerman (BGR) yaitu Sonne Cruise 186-2 SeaCause-II dilaksanakan pada tgl. 21 Januari - 25 Februari 2006 di perairan barat Aceh sampai ke wilayah Landas Kontinen di luar 200 mil. Selama kegiatan tersebut telah dilaksanakan pengambilan data seismik 2D sepanjang sekitar 1500 km lintasan, yang dilengkapi dengan data-data batimetri multibeam, magnetik dan gravitasi. Sebagian kegiatan tersebut terfokus pada daerah laut dalam (deep water) cekungan Simeulue, dan hanya satu lintasan seismik yang mengikat dengan tiga lokasi bor ex Union Oil dekat pantai.Hasil review dan re-interpretasi lintasan-lintasan seismik yang memotong sub-cekungan Simeulue yaitu lintasan 135-139 memperlihatkan indikasi sbb:

  1. Sub-cekungan Simelue merupakan bagian dari cekungan Sibolga, bentuk cekungan a-symetri, terletak pada laut dalam dengan kedalaman laut antara 1.000-1.500 m (Gambar 4), makin ke barat ketebalan sedimen makin tebal mencapai lebih dari 5.000 m.
  2. Di sisi barat cekungan ini ditemukan sesar-sesar (kelanjutan Sesar Mentawai) yang mengontrol aktifnya sesar-sesar tumbuh (growth fault) sehingga mengakibatkan deformasi kuat struktur batuan sedimen pada tepian cekungan.
  3. Di bagian timur cekungan, ditemukan lamparan karbonat (Miocene) dan indikasi beberapa carbonate build-up Late-Miocene yang dapat berperan sebagai batuan reservoir hidrokarbon, namun belum dapat dipastikan adanya batuan dasar cekungan sebagai batuan sumber.
  4. Batuan dasar cekungan diperkirakan berumur Paleo-Oligocene, walaupun tidak ditemukan control aktifitas magmatik (sebagai sumber pematangan thermal), kecuali di bagian timur mendekati daratan Sumatera kemungkinan dipengaruhi oleh aktivitas gunungapi dari busur volkanik. Gambar 5. Memperlihatkan pola anomali magnet yang mencerminkan bentuk pola batuan dasar sub-cekungan busur muka Simeuleu.
  5. Interval antar lintasan survey yaitu > 20 km tidak dapat serta-merta mewakili seluruh kondisi cekungan sehingga korelasi antar lintasan dianggap masih terlalu jauh.

Prospek Hidrokarbon Sub-cekungan Simeulue sebagai "Second Opinion"Berdasarkan kajian yang dilakukan PPPGL terhadap data terbatas yang tersedia maka dapat dikemukakan hal-hal berikut:

  1. Besarnya cadangan migas hasil hitungan BPPT yaitu antara 107-320 milyar barrel, mungkin merupakan hasil hitungan sangat spekulatif untuk seluruh batuan reservoir yang dianggap homogen (asumsi volume total dari batuan karbonat Miocene sebagai kontainernya), jadi bukan cadangan terukur pada reservoar yang lazim terperangkap pada antiklin atau perangkap struktur lainnya.
  2. Interpretasi rekaman seismic 2D lazimnya hanya dapat menentukan ciri-ciri plays saja yaitu hanya mengidentifikasi kemungkinan batuan reservoir seperti carbonate build up. Jadi belum layak digunakan untuk menghitung cadangan migas. Untuk meningkatkan status indikasi plays menjadi lead maka diperlukan data seismik tambahan dengan interval yang lebih rapat agar dapat menentukan bentuk perangkap dan batuan tudung (cap rock, seal), dan batuan induk (source rock). Selanjutnya untuk mengetahui bahwa lead tersebut berpotensi migas maka perlu data pemboran dan analisa core sehingga statusnya meningkat menjadi prospek.
  3. Dalam status prospek dikenal istilah cadangan probabilitas P10, P50 dan P90. Prospek telah mencantumkan hasil analisa kimia perminyakan dari core hasil pemboran, sehingga dapat diketahui kemungkinan besarnya cadangan (reserved). Cadangan inipun masih perlu dibuktikan klasifikasinya menjadi cadangan terduga (P3), cadangan terukur (P2) dan cadangan terbukti (P1).
  4. Oleh sebab itu, tidak mungkin menghitung cadangan migas hanya berdasarkan data seismik 2D saja. Demikian pula untuk menghitung besarnya akumulasi minyak bumi total (OOIP) pada status terbukti/mungkin/harapan dalam satuan barrel memerlukan data tambahan yaitu survey G & G (geophysics dan Geology) terutama seismik 3D serta analisa porositas batuan reservoir.
  5. Tujuan dan ijin yang diberikan oleh pihak-pihak yang berwenang pada survey kemitraan dengan BGR (Jerman) ini adalah survey saintifik murni tentang Geo-risk potential pasca tsunami Aceh, bukan ditujukan secara khusus untuk pencarian potensi migas (hydrocarbon hunting), sehingga metode dan kelengkapan peralatan seismik yang digunakan dalam survey ini belum memenuhi standar industri pada suatu eksplorasi hidrokarbon.

Kesimpulan

  • Kajian geologi dan proses tektonogenesa sub-cekungan busur muka Simeulue yang terletak di lepas pantai barat Aceh, menunjukkan bahwa sedimen pengisi cekungan dominan berasal dari produk volkanik daratan Sumatera. Sediman klastik berbutir halus yang mengisi cekungan bagian atas bukan merupakan batuan tudung (seal) yang baik bagi suatu perangkap hidrokarbon.
  • Berdasarkan analisa seismik stratigrafi dan seismic facies, sedimen pengisi cekungan memperlihatkan telah terdeformasi rendah dicirikan oleh adanya bentuk-bentuk pelipatan yang lemah. Perkiraan ketebalan sedimen di bagian barat sekitar 6.000 meter, sedangkan di bagian timur hanya mencapai 3.000 meter.
  • Sedimen pengisi sub-cekungan Simeuleu memiliki ketebalan yang relatif cukup tebal sehingga memang masih memungkinkan sebagai cekungan berpotensi hidrokarbon jika dieksplorasi lebih lanjut, walaupun masih dalam kualifikasi pesimis secara ekonomis.
Penulis Artikel :Subaktian Lubis, Susilohadi, Ediar Usman, Moh. Salahuddin, dan P. HadiwijayaPusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Balitbang ESDM, Kementerian ESDM

Share This!