Sektor Transportasi Diarahkan Menggunakan Gas

Wednesday, 9 July 2008 - Dibaca 3910 kali

"Penghematan yang bisa dilakukan cukup signifikan," ujar Kepala Pusdatin Departemen ESDM Farida Zed, saat menyampaikan materi kesimpulan Focus Group Discusiion (FGD) Supply-Demand Minyak dan Gas Bumi, Selasa (8/7) di Auditorium gedung Departemen ESDM, Jakarta.

Selain itu, pada FGD yang dihadiri peserta dari unsur intitusi pemerintah, perguruan tinggi, asosiasi dan swasta itu juga disimpulkan bahwa produksi minyak bumi mengalami penurunan sejaln dengan usia sumur-sumur minyak utama yang berusia tua. Namun upaya mempertahankan dan meningkatan produksi terus dilakukan melalui penawaran wilayah kerja baru.

"Untuk gas, produksi diharapkan terus meningkat sejalan dengan akan dimulai beroperasinya lapangan gas dalam skala besar," papar Kepala Pusdatin Departemen ESDM Farida Zed.

Sedang dalam bauran energi primer, peran minyak bumi masih besar yaitu diatas 50%. Kondisi ini sangat memberatkan ekonomi nasional karena subsidi yang harus disediakan cukup besar. Subsidi tidak produktif karena dinikmati oleh semua kalangan termasuk kalangan mampu. Harga BBM yang murah membuat masyarakat cenderung boros dalam menggunakan BBM.

Kebijakan energi nasional sebagaimana tertuang dalam UU nomor 30 tahun 2007 tentang energi maupun Perpres nomor 5 tahun 2006 tentang KEN secara jelas menargetkan bauran energi nasional pada tahun 2025. Pada saat itu penggunaan minyak bumi turun menjadi 20%, sebaliknya gas, batubara dan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) meningkat.

"Selain itu, dalam KEN tahun 2006 ditargetkan elastisitas energi dibawah 1. Ini harus dicapai pada tahun 2025," ujar Kepala Pusdatin Departemen ESDM Farida Zed.

FGD juga menyimpukan bahwa konsumsi BBM PSO untuk Premium tumbuh rata-rata sebesar 6% per tahun. Sedang untuk Solar tumbuh sebesar 4% per tahun. Ini terjadi menyusul meningkatnya kebutuhan, khususnya pada sektor transportasi sejalan dengan pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor yang mencapai diatas 8%.

Untuk sub sektor kelistrikan, FGD menyimpulkan bahwa krisis listrik diperkirakan terjadi hingga 2009 apabila program percepatan pembangkit 10 ribu MW mulai beroperasi. Meski BBM menyumbang 34% pada bauran energi PT PLN, namun menyerap 78% pada alokasi biaya bahan bakar yang dibutuhkan BUMN ini.

Oleh sebab itu, upaya-upaya diversifikasi ke non BBM merupakan prioritas termurah dalam program percepatan pembangkit 10 ribu MW. Porsi EBT sebesar 70%, sedang batubara sebesar 30%. Sedang untuk pasokan gas, PT PLN masih mengalami kesulitan pasokan meski sudah siap membeli gas sesuai harga keekonomian. Diharapkan cadangan gas baru, seperti di blok Cepu bisa disalurkan ke pembangkit PT PLN.

Share This!