Simak 9 Pejelasan Atas Polemik Tarif Listrik

Thursday, 18 May 2017 - Dibaca 3813 kali
Penyesuaian tarif listrik tahun 2017 hanya diberlakukan untuk pelanggan rumah tangga mampu berdaya 900 VA. Sedangkan rumah tangga tidak mampu, tarif listriknya tidak naik dan tetap disubsidi yaitu sekitar 4 juta pelanggan berdaya 900 VA dan 23 juta berdaya 450 VA. Selain agar subsidi lebih tepat sasaran, penyesuaian tarif listrik dilakukan agar alokasi subsidi dalam APBN dapat dialihkan untuk belanja yang lebih menyentuh rakyat seperti pembangunan infrastruktur di bagian Timur Indonesia.

Namun, masih ada saja polemik terkait penyesuaian tarif listrik tersebut yang dapat dilihat dari berbagai pemberitaan hari ini (18/5). Menanggapi hal tersebut, berikut beberapa penjelasannya.

Pertama,
Per tanggal 1 Januari 2017 hingga 1 Mei 2017 secara bertahap tiap 2 bulan telah dilakukan penyesuaian tarif listrik terhadap sekitar 19 juta pelanggan listrik daya 900 VA yang dikatergorikan sebagai rumah tangga mampu. Sedangkan, pelanggan listrik rumah tangga tidak mampu, sama sekali tidak naik dan tetap diberikan subsidi, yaitu total sekitar 27 juta pelanggan rumah tangga daya 900 VA dan 450 VA. Data rumah tangga tidak mampu, didapat dari survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang diverifikasi kembali oleh PT PLN (Persero).

Kedua,
Terkait penyesuaian tarif listrik akan menyasar 12 golongan tarif lainnya, dapat disampaikan bahwa tarif listrik pelanggan rumah tangga 450 VA tetap disubsidi oleh Pemerintah sebagaimana alokasi subsidi listrik dalam APBN 2017. Pencabutan subsidi listrik tidak bisa dilakukan secara sepihak oleh Pemerintah, tetapi perlu persetujuan DPR-RI sesuai Pasal 34 ayat 1 UU Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Ketiga,
Penyesuaian tarif listrik secara otomatis (tarif adjustment) tidak dilakukan setiap bulan, tetapi dilakukan tiap 3 bulan sekali, sebagaimana Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 18/2017 tentang Perubahan atas Permen ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yand Disediakan oleh PT PLN (Persero). Sehingga potensi dampak tidak mengagetkan, lebih kondusif dan terkendali.

Keempat,
Berkaitan dengan isu tagihan pelanggan listrik rumah tangga mampu berdaya 900 VA nonsubsidi yang meningkat 174%, dapat dijelaskan bahwa selama ini masyarakat mampu tersebut telah menikmati subsidi yang lebih besar dari subsidi yang dinikmati masyarakat tidak mampu.

Sebagai contoh, rumah tangga 900 VA mampu dengan tagihan bulanan sekitar Rp. 84.000, semestinya mereka membayar sekitar Rp. 189.000 per bulan sesuai tarif keekonomian (konsumsi listrik 140 kWh per bulan). Artinya selama ini mereka yang mampu itu di-subsidi Negara sekitar Rp. 105.000 per bulan.

Padahal masyarakat tidak mampu dengan konsumsi listrik yang lebih rendah (70kWh per bulan) dengan tagihan listrik bulanan sekitar Rp. 42.000, hanya menerima subsidi listrik sekitar Rp. 52.000 per bulan. Secara bertahap subsidi diarahkan lebih tepat sasaran dan tepat jumlah.

Kelima,
Terkait subsidi listrik berpotensi membuat kegaduhan karena dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dapat dijelaskan bahwa Komisi VII DPR-RI tanggal 22 September 2017 telah membahas, menyetujui dan memutuskan pencabutan subsidi listrik dengan daya 900 VA bagi golongan rumah tangga yang ekonominya mampu dengan didukung data yang akurat. Proses pembahasannya pun berjalan cukup panjang. Sejak saat itu sosialisasi telah dilakukan secara intensif melalui berbagai media dan penyuluhan langsung hingga saat ini oleh Kementerian ESDM, TNP2K, PT PLN (Persero).

Keenam,
Terkait dengan dampak inflasi, dijelaskan bahwa penyesuaian tarif listrik 900 VA golongan mampu, selain jumlahnya yang tidak signifikan, juga dilakukan secara bertahap sehingga sebisa mungkin meminimalisir inflasi. Selain itu, selama tahun 2017, harga BBM jenis Premium dan Solar juga dijaga agar tidak mengalami kenaikan, sehingga inflasi dapat lebih terkendali.

Ketujuh,
Kondisi ekonomi secara bertahap semakin dapat meningkat seiring dengan pengalihan subsidi energi untuk belanja produktif yang langsung menyentuh rakyat. Belanja Infrastruktur, kesehatan dan Pendidikan misalnya, meningkat masing-masing sebesar 123%, 83% dan 27% rata-rata dalam 7 tahun terakhir. Sedangkan belanja subsidi energi menurun sekitar 66%.

Kedelapan,
Pemerintah semakin transparan dengan membuka posko pusat pengaduan subsidi listrik di kantor Direktorat Jenderal Kentenagaslitrikan, Kementerian ESDM di Jakarta. Selain itu posko pengaduan juga dibentuk di desa/kelurahan yang akan dtieruskan di kecamatan. Melalui website, pengaduan tersebut akan diteruskan ke posko pusat di Ditjen Ketenagalistrikan. Bagi masyarakat yang merasa layak di subsidi dapat mengajukan keberatan melalui mekanisme posko tersebut. Selanjutnya, akan diverifikasi apakah termasuk masyarakat mampu atau tidak mampu berdasarkan data dari TNP2K yang telah diverifikasi oleh PT PLN (Persero). (AS)

Share This!