Pemerintah Indonesia Tegaskan Peran Stakeholder dalam Transisi Energi

Friday, 16 September 2022 - Dibaca 619 kali

Dalam upaya memenuhi komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat, pemerintah menghadapi beberapa tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu, kolaborasi dan partisipasi dari semua pemangku kepentingan diperlukan untuk mempercepat transisi energi. Hal tersebut disampaikan oleh Plt. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Dadan Kusdiana pada acara Asean Energy Business Forum 2022 "Indonesia's Energy Project Investment Opportunities" yang diselenggarakan secara online pada Jumat, 16 September 2022.

"Dalam mencapai tujuan NZE, kendala yang dihadapi diantaranya adalah infrastruktur di beberapa daerah masih belum terkoneksi dengan jaringan listrik, dan terkadang supply dan demand tidak dalam lokasi yang sama. Untuk itu kolaborasi dan partisipasi dari semua pemangku kepentingan diperlukan untuk mempercepat transisi energi," ungkap Dadan.

Transisi energi menuju energi yang lebih bersih menjadi isu yang sangat penting mengingat kondisi iklim global saat ini. Sebagai salah satu pihak yang turut berkomitmen dalam Paris Agreement, dalam bidang energi Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 314-446 juta ton CO2 pada tahun 2030 melalui pengembangan energi terbarukan, penerapan efisiensi energi, konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih.

"Sebagai bagian dari masyarakat global, Indonesia turut serta berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca, dan telah berkomitmen untuk mengurangi emisi 29-41% pada tahun 2030," jelas Dadan.

Komitmen terhadap mitigasi perubahan iklim tersebut diperkuat dengan perumusan sejumlah kebijakan energi. Indonesia telah menetapkan beberapa target penurunan emisi dan NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat. Diantaranya adalah dalam kurun waktu 2021 hingga 2025, Kementerian ESDM akan menerbitkan sejumlah peraturan, antara lain undang-undang tentang Energi Baru Terbarukan (EBT), melakukan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), memperluas co-firing di PLTU, dan mengubah pembangkit listrik tenaga diesel menjadi gas dan pembangkit listrik EBT.

Untuk mendukung pertumbuhan kebutuhan listrik pascapandemi, Dadan menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan akan memprioritaskan pembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan dengan basis EBT seperti target yang tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) "hijau" PT PLN tahun 2021-2030. Pembangkit listrik tambahan setelah tahun 2030 hanya akan berasal dari energi baru dan terbarukan. Mulai tahun 2035 akan didominasi oleh Variable Renewable Energy (VRE) berupa pembangkit listrik tenaga surya, disusul dengan pembangkit listrik tenaga angin dan pembangkit listrik tenaga tidal (pasang surut air laut) pada tahun berikutnya.

Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang kuat dalam meningkatkan realisasi investasi EBT di Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

"Indonesia memiliki serangkaian insentif, baik fiskal maupun non fiskal terkait tax allowance, fasilitas impor, dan tax holiday. Misalnya panas bumi, kami memiliki beberapa insentif untuk mendukung panas bumi, kami memiliki mekanisme untuk mengisi gap kesenjangan harga tersebut," tutup Dadan.

Asean Energy Business Forum 2022 dengan tema "Indonesia's Energy Project Investment Opportunities" merupakan sarana diskusi yang diselenggarakan oleh ASEAN Center for Energy. Forum ini merupakan rangkaian kegiatan 40th ASEAN Minister on Energy Meeting (AMEM) yang diselenggarakan secara hybrid dari Kamboja. (U)