Sesditjen Gatrik Tegaskan Permen 10/2017 untuk Keseimbangan Risiko

Tuesday, 6 June 2017 - Dibaca 2636 kali

Pemerintah berharap PT PLN (Persero) dan Produsen Listrik Swasta (PLS) melaksanakan ketentuan jual beli tenaga listrik sesuai Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 10 tahun 2017. Aturan tersebut dikeluarkan pemerintah untuk menyeimbangkan nilai risiko antara PLN dan PLS, sehingga mewujudkan pengelolaan energi listrik yang lebih berkeadilan. Hal tersebut disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumbr Daya Minral (ESDM), Agoes Triboesono pada acara Focus Group Discussion dan Buka Puasa yang diselenggarakan oleh Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) di Balai Kartini, Jakarta, Senin (5/6).

Agoes menegaskan bahwa Permen 10 tahun 2017 tentang tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik ini merupakan rambu-rambu yang ditetapkan pemerintah apabila PLN dan PLS akan melakukan kontrak jual beli. "Permen Nomor 10 sebenarnya merupakan rambu-rambu antara pembeli dan penjual ketenagalistrikan. Kalau ada kontruksinya harus mundur harus bagi risiko dong. Jangan hanya membebankan PLN atau pun hanya pengembang," ungkap Agoes. Ia juga berharap pengusaha listrik swasta tidak buru-buru menuntut pemerintah untuk merevisi Permen 10/2017 ini sebab aturan ini dibuat untuk kebaikan bersama.

Kementerian ESDM berharap kontrak baru yang disusun antara PLN dan pengembang listrik swasta menggunakan Permen 10/2017 dievaluasi bersama-sama terlebih dahulu sebelum mengajukan revisi. "Saya belum lihat kontraknya PLN yang baru soal aturan tersebut. Nanti kita lihat bersama-sama, yang menjadi keberatan banyak pihak seperti apa, nanti bisa dibicarakan kepada pemerintah," ujar Agoes. Ia mengatakan bahwa pembuatan dan pengubahan Peraturan Menteri harus ada catatan tertulis dan alasan pasti kenapa aturan tersebut harus diubah.

Agoes menegaskan bahwa aturan yang dikeluarkan pemerintah memang dapat direvisi, namun harus dijalankan terlebih dahulu dan dievaluasi kurangnya dimana. Ia berharap PLS tidak ragu-ragu dalam mendukung program pemerintah, khususnya program percepatan pembanguanan infrastruktur ketenagalistrikan 35.000 MW. Dalam acara yang diselenggarakan bersamaan dengan waktu menjelang buka puasa ini, APLSI dan Pwc mengeluarkan survey tantangan terbesar industri listrik nasional, yaitu kurangnya kepastian regulasi, kurangnya koordinasi antar kementerian/lembaga, dan pengelolaan program 35.000 MW. Survei ini mengambil sample berbagai responden, termasuk perwakilan dari pemilik dan operator produsen listrik swasta (PLS), pengembang pembangkit listrik, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan pemerintah.

Survey ini mengungkap bahwa sebagian besar responden optimistis bahwa arah reformasi peraturan sudah positif dan terdapat peluang yang signifikan bagi PLS untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam meningkatkan kinerja sektor ketenagalistrikan. Namun menimbang komentar-komentar dari para responden yang disurvei tersebut terkait seringnya dilakukan perubahan terhadap regulasi, maka pelaku usaha masih menanti perencanaan, kejelasan pengadaan, dan konsistensi dari Pemerintah. Agoes menegaskan pemerintah terbuka terhadap masukan, namun ia juga berharap para pengembang dapat melaksanakan kebijakan yang dibuat pemerintah karena tujuannya untuk mewujudkan pengelolaan ketenagalistrikan yang lebih berkeadilan. (PSJ)