Skema Bisnis Listrik Harus Mengikuti Perkembangan Teknologi

Friday, 16 March 2018 - Dibaca 3490 kali

Memasuki era grid edge saat ini terdapat tiga kecenderungan yang menjadi arah dalam pengelolaan ketenagalistrikan ke depan, yaitu: elektrifikasi, digitalisasi dan desentralisasi. Untuk itu pemerintah mendorong badan usaha ketenagalistrikan untuk melakukan adaptasi skema bisnis kelistrikan yang sesuai dengan perkembangan teknologi. Sementara itu sebagai regulator, pemerintah melakukan beberapa langkah terkait mendesain ulang paradigma regulasi (redesign regulatory paradigm).

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Andy N Sommeng saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional Energizing Indonesia yang diselenggarakan oleh Forum Energizing Indonesia. Forum ini diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia (ILUNI FTGPK FTUI) bekerja sama dengan Ikatan Mahasiswa Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia (IMTK FTUI) yang diselenggarakan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (15/3).

Menurut Andy, memasuki era grid edge ini, pengelolaan ketenagalistrikan bisa mencontoh bisnis telekomunikasi yang harganya semakin kesini semakin murah. "Karena saat ini kita memasuki masyarakat ekonomi ASEAN, kita harus merubah paradigma dalam melaksanakan bisnis kelistrikan,"ungkap Andy. Sebagai contoh, desentralisasi mengubah struktur antara konsumen dan produsen sehingga ke depan kita akan sulit membedakan yang mana konsumen dan yang mana produsen.

Faktor yang mendorong evolusi sistem ketenagalistrikan dari centralized power ke decentralized power dan digitalization disebut Andy adalah turunnya biaya teknologi dari beberapa peralatan di sektor ketenagalistrikan. Akibatnya pengembangan EBT yang bersifat intermittent bukan menjadi kendala dalam upaya pemenuhan kebutuhan listrik kedepan.

Dalam kesempatan tersebut Adny juga memaparkan bahwa total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik nasional adalah sebesar 60,8 GW pada tahun 2017, dan pembangkit EBT yang terpasang tahun 2017 sebesar 7.329,38 MW. Rasio elektrifikasi tahun 2027 juga terus membaik dimana sampai dengan akhir tahun 2017 mencapai 95,35%.

Terkait kebijakan EBT untuk pembangkit listrik, pada akhir tahun 2017, bauran energi untuk pembangkit tenaga listrik masih didominasi oleh batubara dengan pangsa sebesar 58,41%; dan Pangsa EBT baru mencapai 13,07% (termasuk BBN 0,4%). Kementerian ESDM telah menginstruksikan PLN agar pangsa EBT pada bauran energi pembangkitan tenaga listrik dapat mencapai 25% pada tahun 2025. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN tahun 2018 - 2027, total kapasitas pembangkit EBT yang akan dibangun s.d. tahun 2027 adalah sebesar 14.912 MW. Sedangkan total kapasitas EBT s.d. tahun 2025 adalah sebesar 14.254 MW, yang terdiri PLTP: 4.558 MW, PLTA: 7.719 MW, EBT lainnya: 1.977 MW. (PSJ)