Susun Aturan Pajak Karbon, Kementerian ESDM Perlu Masukan Pelaku Usaha

Friday, 15 July 2022 - Dibaca 1044 kali

Dalam rangka mendukung upaya pengendalian emisi Gas Rumah Kaca (GRK), Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri (RPM) ESDM tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon pada Pembangkitan Tenaga Listrik. Masukan dari para pelaku usaha dianggap sangat diperlukan dalam penyusunan peraturan untuk penyempurnaan saat impelementasi. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan M.P. Dwinugroho dalam acara Konsultasi Publik Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon di Pembangkit Tenaga Listrik, Jumat (15/07/2022) di Tangerang Selatan.

"Untuk penyempurnaan dalam pengaturan dan implementasi dari Peraturan tersebut, maka kami memerlukan masukan dan tanggapan dari pelaku usaha", ujar Nugroho.

Lebih lanjut Nugroho menjelaskan bahwa untuk komitmen pengurangan emisi GRK dalam jangka panjang, pada tahun 2021 Pemerintah menetapkan Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (Long-Term Strategy for Low Carbon Climate Resilience/LTS-LCCR) di tahun 2050 dan target Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang salah satunya mengatur mengenai penerapan pajak karbon. Berdasarkan peta jalan penerapan pajak karbon, mekanisme pajak akan diberlakukan berdasarkan pada batas emisi (cap and tax) untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara di tahun 2022-2024. Pada tahun 2025, implementasi perdagangan karbon secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon akan diterapkan dengan bertahap sesuai kesiapan sektor terkait dengan memperhatikan antara lain kondisi ekonomi, kesiapan pelaku, dampak, dan/atau skala.

Koordinator Perlindungan Lingkungan Ketenagalistrikan Bayu Nugroho menyampaikan bahwa penyusunan rancangan Peraturan ini tengah dikoordinasikan dengan Kementerian Lembaga terkait agar dalam waktu dekat dapat diterapkan.

"Ini merupakan janji presiden sebagai ketua G20 agar penerapan pajak karbon dapat diberlakukan dan dapat sesuai dengan peta jalan pajak karbon, yaitu implementasi perdagangan karbon secara penuh melalui bursa karbon akan diterapkan pada tahun 2025," ungkap Bayu.

Dengan adanya amanat dari Peraturan Presiden dan Undang-Undang, maka pada sub sektor pembangkit listrik khususnya PLTU batubara akan diterapkan mekanisme cap and trade and tax. Untuk itu dalam rangka mendukung penerapan tersebut, saat penyusunan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) ESDM tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon pada Pembangkitan Tenaga Listrik telah memasuki tahap final.

"Tentunya komitmen pemerintah tersebut tidak akan terpenuhi jika tidak didukung adanya peran dari non-party stakeholder, dalam hal ini terutama adalah pelaku usaha," tutup Nugroho. (U)