Aturan Baru Pengelolaan Panas Bumi

Monday, 17 April 2017 - Dibaca 3591 kali

Presiden Joko Widodo baru saja meneken Peraturan Pemerintan (PP) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung. Pemanfaatan tidak langsung dalam pengelolaan panas bumi yang ada di dalam PP 7/2017 ini merupakan pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik.

Sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, PP 7/2017 mengatur wilayah kerja, penawaran wilayah kerja, kegiatan pengusahaan panas bumi, hak dan kewajiban pemegang Izin Panas Bumi (IPB), usaha penunjang panas bumi, dan harga energi panas bumi.

Pada Workshop Panas Bumi yang diselenggarakan hari Senin (17/4), Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE, Yunus Saefulhak menjelaskan bahwa pada PP 7/2017 penetapan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dapat dilakukan oleh pihak Pemerintah maupun pihak swasta. Setelah WKP ditetapkan, langkah selanjutnya Pemerintah dapat melakukan lelang baik secara terbuka atau terbatas, maupun melakukan penunjukkan lengsung kepada BUMN.

Badan usaha yang melakukan Penugasan Survey Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) pada saat penyiapan WKP mendapatkan keistimewaan melakukan lelang terbatas. Dalam lelang terbatas, badan usaha tersebut memiliki keistimewaan untuk melakukan penawaran pada kesempatan pertama. Aturan-aturan badan usaha yang akan melakukan PSPE ini sedang dalam proses penyempurnaan.

Hal ini berbeda dengan pelelangan terbuka, peserta lelang yang telah menjadi pemenang lelang dituntut berkomitmen untuk melakukan pengeboran sumur eksplorasi. Pemerintah mewajibkan kepada pemenang lelang untuk menempatkan sejumlah dana dalam rekening bersama yang akan digunakan oleh pemegang IPB untuk melakukan pengeboran.

Komitmen ini juga nantinya yang akan ditagihkan Pemerintah kepada pemenang lelang. Bentuk komitmen badan usaha pada saat masa eksplorasi yang diatur dalam PP 7/2017 adalah sebagai berikut:

Komitmen Eksplorasi:

oDitempatkan dalam bentuk escrow account.

oMinimal USD 10.000.000 untuk pengembangan PLTP > 10 MW.

oMinimal USD 5.000.000 untuk pengembangan PLTP < 10 MW.

oDalam jangka waktu 5 tahun tidak melakukan pengeboran 1 (satu) sumur eksplorasi maka 5% dari Komitmen Eksplorasi menjadi milik negara.

Setelah pemenang lelang menunaikan kewajiban Komitmen Eksplorasi barulah Pemerintah dapat mengeluarkan Izin Panas Bumi (IPB). Setelah itu dapat dilakukan eksplorasi dengan jangka waktu salam 5 tahun + 1 tahun + 1 tahun. Pada masa eksplorasi, Pemerintah akan terus melakukan pengawasan. "Kemudian pemegang IPB dalam perjalanannya tentunya diawasi, bisa saja dia berakhir, melakukan pengembalian WKP seluruhnya atau sebagian, penggeseran, penambahan atau pengurangan WKP," ujar Direktur Panas Bumi Yunus Saefulhak.

Setelah pemenang lelang diumumkan barulah Pemerintah dapat mengeluarkan Izin Panas Bumi (IPB) yang kemudian dapat dilakukan eksplorasi dengan jangka waktu salam 5 tahun + 1 tahun + 1 tahun. Pada masa pemberian IPB ini, Pemerintah akan terus melakukan pengawasan.

"Kemudian IPB dalam perjalanannya tentunya diawasi, bisa saja dia berakhir, pengembalian wilayah seluruhnya atau sebagian, penggeseran, penambahan atau pengurangan WKP," ujar Yunus.

Perbedaan masa eksplorasi pada PP 7/2014 dengan regulasi sebelumnya adalah bahwa feasibility study atau studi kelayakan dilakukan pada masa eksplorasi. Baru setelah itu, apabila melalui studi yang dilakukan potensi panas bumi cukup ekonomis akan dilanjutan dengan penerbitan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL).

Terbitnya IUPTL menjadi pertanda bahwa badan usaha telah siap melakukan Perjanjian Jual Beli (PJB) dengan PLN. Selanjutnya badan usaha pemenang WKP tersebut dapat beroperasi selama 30 tahun ke depan.

Regulasi baru ini juga diakui Yunus sudah melalui tahap diskusi dan mendengarkan masukan dari publik. "Saya rasa isi PP ini sudah luar biasa, ini juga produk bapak-bapak, karena sebelum di-lauching-nya PP 7/2017 ini sudah melalui proses dari bawah. Sebelum jadi draft sudah disampaikan pada Asosiasi Panas Bumi untuk mendiskusikan masing-masing pasal. Jadi hal-hal yang berbeda ini sudah didiskusikan, jadilah pasal-pasal dalam PP 7/2017," lanjut Yunus.

Pada kegiatan yang sama juga disosialisasikan regulasi-regulasi sebagai peraturan Pelaksana UU 21/2014 seperti PP Nomor 28 Tahun 2016 tentang Besaran dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi, Permen ESDM No. 44 Tahun 2016 tentang Bentuk dan Tata Cara Penempatan Serta Pencairan Komitmen Eksplorasi Panas Bumi; Permen ESDM No. 21 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Limbah Lumpur Bor dan Serbuk Bor Pada Pengeboran Panas Bumi; dan Permen ESDM No. 23 Tahun 2017 tentang Rekonsiliasi, Penyetoran, dan Pelaporan Bonus Produksi Panas Bumi.

"Regulasi ini diharapkan dapat memberikan kejelasan kepada kepada seluruh stakeholder dan shareholder dalam melaksanakan pengembangan pemanfaatan panas bumi yang lebih optimal, efficient, dan affordable untuk mencapai tujuan utama pengembangan energi yaitu kesejahteraan masyarakat," ungkap Yunus. (KA)

Share This!