Jero Wacik: Kartini Tak Sekedar Pahlawan Emansipasi

Thursday, 9 February 2012 - Dibaca 4324 kali

Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. Kehidupan manusia serupa alam (Kartini-Habis Gelap Terbitlah Terang)

Pagi itu, Senin, 6 Februari 2012, gendhing Prau Layar yang dilantunkan siswa-siswi Sekolah Dasar menyambut kedatangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dan rombongan di pendopo Kota Ukir, Jepara, Jawa Tengah. Sebelum meresmikan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B yang berlokasi di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jero Wacik berkesempatan singgah di pendopo yang pernah menemani masa kecil pahlawan emansipasi wanita, Raden Adjeng (RA) Kartini.

Setelah berbincang dan memberikan motivasi untuk terus melestarikan budaya bangsa kepada para siswa yang fasih melantunkan beberapa tembang Jawa itu, Jero Wacik memasuki pendopo penuh ukiran kayu jati yang dibangun tahun 1750, yaitu pada era pemerintahan Adipati Citro Sumo III, pimpinan pemerintahan yang ke 23 selama kurun waktu 22 tahun (1730-1760).

Melintasi Ruang Peringgitan yang digunakan untuk menjamu tamu terbatas, didampingi Gubernur Jateng Bibit Waluyo dan Bupati Jepara Hendro Martojo, Jero Wacik menuju ke ruangan tidur Kartini kecil yang lahir pada 21 April 1879. Tak lama di sana, Jero Wacik memasuki Ruang Pingitan yang berukuran 3 x 4 meter. Di ruangan inilah dulu saat berusia 12 tahun Kartini dipingit menunggu lamaran dari pria yang tidak dikenal sebelumnya. Di ruangan ini pula Kartini menulis surat kepada teman-teman korespondensinya yang berasal dari Belanda, salah satunya adalah Rosa Abendanon yang memberikan banyak dukungan pada Kartini.

Sejenak Jero Wacik tertegun di Ruang Pingitan. "Disinilah perjuangan wanita Indonesia dimulai. Kartini bukan hanya pejuang emansipasi wanita, namun beliau adalah pahlawan bangsa yang harus kita teruskan perjuangannya," kata Jero Wacik sambil mengamati bingkai foto Kartini dan saudara-saudaranya yang pernah dipingit di ruangan itu. Kepada Bupati Jepara yang turut mendampinginya, Jero Wacik berpesan agar tempat ini selalu dijaga kelestariannya, sehingga masyarakat yang berkunjung, khususnya para pelajar putri memahami dan mampu meneladani pemikiran Kartini.

Ruangan selanjutnya yang dituju Jero Wacik adalah serambi belakang pendopo. Ruangan ini pintu dan jendelanya masih asli peninggalan zaman dahulu. Tampak puluhan kursi berjajar, menyimpan kenangan para wanita pribumi yang semangat menuntut berbagai ilmu di tempat ini. Di ruangan ini, dulu Kartini bisa mewujudkan salah satu mimpinya, mendirikan sekolah wanita. Walaupun Kartini tidak berkesempatan melanjutkan sekolahnya karena tradisi pingitan, namun himpunan murid-murid pertama Kartini, yaitu sekolah pertama gadis-gadis priyayi Bumi Putera telah dibina di serambi pendopo belakang kabupaten.

Sambil duduk di kursi tempat Kartini belajar, Jero Wacik memandang bangunan memanjang yang pada masa Kartini dipergunakan untuk memberi pelajaran memasak. Di depan dapur umum tersebut terdapat 2 pohon bunga kantil kegemaran Kartini. "Para pelajar putri harus diajak kemari, duduk disini, sejenak kembali ke masa lalu untuk meneladani semangat dan pemikiran Kartini," ujar Jero Wacik.

Hari itu, Kartini sedang menyelesaikan lukisan dengan cat minyak. Murid-murid sekolahnya mengerjakan pekerjaan tangan masing-masing, ada yang menjahit dan ada yang membuat pola pakaian. Di Ruang Peringgitan, ayah Kartini, Adipati RMAA Sosroningrat menerima kedatangan tamu utusan yang membawa surat lamaran untuk Kartini dari Bupati Rembang, Adipati Djojoadiningrat, seorang Bupati yang berpandangan maju yang mendukung cita-cita Kartini untuk memajukan kaum wanita pribumi.

Kartini pergi di usianya ke-25, namun yang diberikannya untuk bangsa ini akan bertahan sepanjang masa. 13 September 1904 RA Kartini melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Singgih/RM. Soesalit. Tetapi keadaan Kartini semakin memburuk dan akhirnya pada tanggal 17 September 1904 RA Kartini menghembuskan nafasnya yang terakhir pada usia 25 tahun. (KO)

Share This!