Mengelola Wilayah Perbatasan NKRI

Kamis, 29 Juni 2017 - Dibaca 506683 kali

Indonesia memiliki perbatasan darat internasional dengan tiga negara tetangga yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sedangkan di laut, perairan Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara tetangga yakni: India, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini. Untuk itu peran Badan Geologi sangat strategis dalam mengelola wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mengingat batas wilayah darat dan dasar laut merupakan bagian dari bumi, maka tak bisa dielakkan peran Badan Geologi sangat diperlukan untuk memiliki data-data geologi. Keseluruhan data tersebut selanjutnya diintegrasikan untuk memetakan karakteristik lingkungan fisik permukaan bumi terkait tapal batas negara, menentukan potensi sumber daya alam di kawasan perbatasan baik batas darat maupun dasar laut, dan kajian aspek infrastruktur guna peningkatan ekonomi wilayah perbatasan.

Kawasan perbatasan merupakan kawasan strategis nasional yang mempunyai peranan dan fungsi penting. Dalam pengelolaannya kawasan perbatasan negara tersebut yang meliputi perbatasan darat, laut dan pulau-pulau kecil terluar telah diatur dalam UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia, terdiri dari wilayah darat, wilayah perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Kebijakan yang dilakukan dalam pengembangan kawasan perbatasan adalah "mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang, terutama peningkatan bidang ekonomi, sosial dan keamanan, serta menempatkan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan".

Harapannya kawasan perbatasan sebagai bagian terluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat mendukung keberhasilan pembangunan nasional dan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat disekitarnya (prosperity approach) serta peningkatan kondisi pertahanan dan keamanan (security approach).

Menyadari pentingnya data-data geologi tersebut, maka Badan Geologi melakukan survei, pemetaan geologi, dan akuisisi data di kawasan perbatasan guna memperoleh kejelasan hak-hak kedaulatan negara yang harus dipertahankan termasuk kekayaan alam didalamnya. Tentu saja data-data tersebut sangat dibutuhkan sebagai modal Pemerintah dalam perundingan penentuan wilayah perbatasan antar negara.

Dari data survei geologi dan geofisika yang telah dilakukan di kawasan perbatasan secara jelas menunjukkan masih banyaknya potensi sumber daya alam, terutama minyak dan gas bumi untuk diolah sebagai prospek wilayah kerja baru. Hal tersebut tidak hanya berguna dalam menambah penguatan cadangan energi nasional akan tetapi sekaligus menjadi peluang Pemerintah dalam mengembangkan kawasan perbatasan untuk menghindari hilangnya wilayah NKRI. Seperti halnya kegiatan yang telah dilakukan di Cekungan Akimeugah Papua, yang memanjang hingga ke perbatasan Papua Nugini (PNG).

Di area tersebut Badan Geologi telah menghasilkan data-data survei geologi, geokimia batuan induk, gaya berat, Passive Seismic Tomography (PST) dan Microseepage. Cekungan Akimeugah merupakan kelanjutan dari Papua Basin di Papua New Guinea (PNG) yang memiliki 10 top lead dengan cadangan lebih dari 1.800 MMBOE. Hitungan sumber daya spekulatif oleh Badan Geologi di cekungan ini mencapai 116 TCF.

Kegiatan lain yang juga telah dilakukan oleh Badan Geologi adalah survei seismik 2D di perairan Arafura dan Sahul yang telah berhasil menemukan graben-graben dengan dimensi yang cukup besar yang membuka peluang bagi penemuan baru lapangan migas. Lokasi akuisisi seismik tersebut berbatasan dengan perairan Australia dan PNG (di beberapa lokasi batas teritorial di kawasan tersebut masih berupa garis putus-putus yang berarti masih terbuka peluang untuk dirundingkan). Dengan diperolehnya data-data geologi dan geofisika akan menjadi modal utama guna meningkatkan kepercayaan diri Pemerintah dalam melakukan perundingan.

Selain survei potensi sumber daya alam, pemetaan geologi yang juga telah dilakukan oleh Badan Geologi adalah pemetaan korelasi geologi di perbatasan Timor Leste dan Malaysia yaitu Pulau Kalimantan di wilayah Sintang-Silantek (Kalimantan Barat-Sarawak) dan Serudong-Nunukan (Kalimantan Utara). Kegiatan selanjutnya untuk wilayah tersebut adalah melakukan pemetaan geomorfologi dan geologi kuarter. Kedua hal tersebut sangat penting untuk dilakukan guna mendukung pengembangan wilayah dan pembangunan infrastruktur serta peningkatan ekonomi wilayah perbatasan.

Wilayah dan pelaksanaan kerja sama perbatasan Indonesia-Timor Leste

Informasi geomorfologi yang mencakup kondisi topografi, bentuk dan kemiringan lereng, pola aliran dan material penutup lahan sangat penting untuk digunakan sebagai data dasar dalam pembangunan dan pengembangan infrastruktur di wilayah perbatasan. Lebih dari itu informasi ini sangat penting untuk dimanfaatkan sebagai pedoman dalam pemanfaatan lahan dan penetapan tapal batas antar negara. Sebagaimana diketahui bahwa penetapan batas antar negara antara wilayah Indonesia dan Malaysia di Kalimantan adalah menggunakan batas alamiah berupa punggungan gunung yang mengikuti batas pemisah air (watershed), hal tersebut menjadikan informasi geomorfologi dan geologi kuarter menjadi salahsatu kunci utama dalam menyelesaikan permasalahan tapal batas antara Indonesia-Malaysia.

Harapan yang diamanatkan dari pengembangan dan pengelolaan kawasan perbatasan adalah kawasan tersebut bisa benar-benar menjadi wilayah kerja aktif dimana terlihat adanya aktifitas pengembangan wilayah secara nyata. Nilai penting dari pengelolaan kawasan perbatasan adalah keseriusan dari Pemerintah untuk mengelola, memproduksi, mengembangkan dan mengefektifkan serta tidak menelantarkan kawasan perbatasan. Hal tersebut hanya dapat dilakukan jika telah diperoleh data-data geologi secara komprehensif melalui kegiatan survei, pemetaan dan inventarisasi.

Jika Pemerintah Indonesia tidak memiliki data-data geologi secara komprehensif dan lalai dalam pengelolaan wilayah perbatasan, maka akan berdampak pada saat dilakukan perundingan terhadap wilayah tersebut. Dikhawatiran pemerintah kurang maksimal dalam perundingan yang pada gilirannya berpotensi terjadi ancaman besar yaitu hilangnya wilayah kedaulatan NKRI seperti lepasnya Sipadan dan Ligitan dari Indonesia. Kasus hilangnya kedua pulau milik Indonesia di dekat kawasan kaya potensi minyak di Ambalat Kalimantan tentu saja tidak kita inginkan terjadi lagi di masa mendatang.