KESDM dan GIZ Gelar Seminar Paparkan Hasil Kajian Upaya Mencapai Target 23% EBT di 2025

Kamis, 12 April 2018 - Dibaca 1620 kali

JAKARTA - Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, pada hari Selasa (03/04) secara resmi membuka seminar bertajuk "Studi tentang Dasar-dasar Sukses Penerapan EBT di indonesia". Acara seminar ini merupakan bagian dari kerjasama antara Pemerintah Indonesia c.q. Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Pemerintah Jerman c.q. Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH mewakili Kementerian Federal Jerman untuk Lingkungan, Konservasi Alam dan Keamanan Nuklir (BMU) melalui Proyek Promotion of Least-Cost Renewables in Indonesia (LCORE-INDO).

Dalam sambutannya, Direktur Bioenergi menggaris bawahi bahwa pengembangan energi diprioritaskan dengan memaksimalkan penggunaan Energi Baru Terbarukan atau EBT. Peraturan Pemerintah tersebut menargetkan bahwa pada tahun 2025 kontribusi EBT akan mencapai 23% dari total bauran energi nasional. Lebih lanjut disebutkan bahwa pengembangan bioenergi untuk listrik ditargetkan 5.500 MW sedangkan untuk tenaga surya sebesar 6.500 MW pada tahun 2025. Namun hingga saat ini kapasitas terpasang untuk pembangkit listrik berbasis bionergi baru mencapai 1938 MW, sedangkan untuk PLTS baru 90 MW. Padahal potensi yang dimiliki sangat besar, yaitu mencapai 32 GW untuk bioenergi dan 207.8 GWp untuk tenaga surya.

Studi tentang Dasar-dasar Sukses Penerapan EBT ini menitikberatkan pada upaya-upaya yang dibutuhkan untuk mencapai target EBT sebesar 23% di tahun 2025. Adapun upaya-upaya yang dimaksud, meliputi penyelarasan dan penyesuaian peraturan EBT, penguatan kelembagaan, dukungan pendanaan, integrasi jaringan dan mekanisme pemantauan dan evaluasi.

Selain itu, kajian ini juga menggaris bawahi berbagai dampak positif jika target EBT tersebut tercapai, misalnya dalam hal penciptaan lapangan kerja, potensi pengurangan subsidi energi, perluasan pasar EBT, serta potensi penurunan emisi CO2 sesuai komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris.

Team leader Proyek LCORE-INDO, Karl Segschneider, menyampaikan bahwa banyak tantangan dalam pengembangan EBT di Indonesia dan terjadi beberapa perubahan yang begitu cepat dalam beberapa tahun terakhir. "Mungkin saat ini bukanlah kondisi yang ideal, namun setiap perubahan adalah suatu pembelajaran bagi Indonesia. Saya berharap kajian ini dapat mendorong diskusi antar pemangku kepentingan, sehingga dapat memajukan EBT di Indonesia" tambah Karl.

49cee4d92c53a66b694651fa29a605f7_p.JPG

Direktur Bioenergi juga menekankan bahwa pengembangan EBT merupakan tugas besar bersama. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian ESDM adalah dengan menjalin kerja sama dengan negara lain yang telah berhasil dalam pengembangan EBT. Salah satu kerja sama dalam rangka memetakan potensi, hambatan dan solusi tersebut telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal EBTKE dengan GIZ melalui LCORE-INDO sejak tahun 2012. Selama periode kurang lebih 5 (lima) tahun terakhir, telah dihasilkan banyak kajian yang merepresentasikan berbagai potensi di bidang bioenergi dan tenaga surya, hambatan dan tantangan yang dihadapi dan alternatif solusi yang dapat ditempuh. Hasil dari proyek LCORE-INDO tersebut dirangkum dalam LCORE Resource Book yang juga diluncurkan pada hari yang sama. Informasi dan pengalaman dari proyek LCORE-INDO ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk pengembangan EBT di Indonesia.

Di kesempatan yang sama, Koordinator Klaster BMU di Indonesia, Philipp Schukat, menyatakan bahwa BMU akan terus mendukung pengembangan sektor energi bersih di Indonesia karena sesuai dengan tujuan BMU, khususnya dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca.

Pada kegiatan seminar yang dihadiri oleh berbagai instansi pemerintah terkait, seperti Ditjen EBTKE, Ditjen Ketenagalistrikan, Bappenas, Badan Kebijakan Fiskal, Otoritas Jasa Keuangan, PLN, serta Perbankan dan perwakilan pengembang swasta, diperoleh beberapa masukan yang dapat ditindaklanjuti bersama, diantaranya: menyusun rencana pegembangan energi baru dan terbarukan yang komprehensif dengan membuat Master Plan Energi Baru dan Terbarukan di Indonesia; monitoring dan evaluasi data pembangkit on grid dan off grid melalui pelaporan berkala diharapkan dapat dilakukan secara sinergis antara Kementerian ESDM, PT PLN dan IPP sehingga didapat data pembangkit yang valid dan dapat diakses oleh publik; mengatur skema BOOT dengan lebih rinci khususnya pada pembangkit listrik biomasa dan biogas. (RWS)