Peran Super Grid Dalam Transisi Energi Menuju NZE

Selasa, 16 Mei 2023 - Dibaca 500 kali

Untuk mendukung program transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) peran super grid atau interkoneksi antar pulau akan sangat vital. Transmisi tersebut berfungsi sebagai sharing resources Energi Baru Terbarukan (EBT) antar pulau dimana potensi EBT didominasi di luar pulau Jawa. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu pada acara Seminar Transisi Energi dan Penyampaian Pokok-Pokok Pikiran Akademik Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta (15/05/2023).

Menurut Jisman, tanpa adanya interkoneksi antar pulau maka transisi energi akan sangat sulit dilakukan. Interkoneksi Sumatera-Jawa akan dibutuhkan mulai tahun 2033 dan Interkoneksi Kalimantan-Jawa akan dibutuhkan mulai tahun 2034 sampai dengan 3 jalur antara Pulau Kalimantan dengan Pulau Jawa.

"Untuk memanfaatkan potensi surya yang melimpah di NTT dan NTB, Interkoneksi Jawa-NTB via Bali akan dibutuhkan mulai 2027 dan Interkoneksi Jawa-NTT via Bali dan Sumba akan dibutuhkan mulai 2044. Untuk interkoneksi Kalimantan-Sulawesi diperlukan mulai 2055 untuk memaksimalkan potensi EBT utamanya air dan angin di kedua pulau tersebut," kata Jisman.

Dalam kesempatan yang sama Jisman juga menyampaikan bahwa sampai dengan akhir tahun 2022, kapasitas pembangkit tenaga listrik nasional mencapai 83 GW. Berdasarkan pemiliknya PLN mendominasi kepemilikan pembangkit sebesar 49%, diikuti pembangkit milik IPP, Wilayah Usaha Non PLN dan pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri (IUPTLS).

Berdasarkan jenisnya pembangkit fosil masih dominan dengan porsi sebesar 85% dengan pembangkit PLTU sebesar 55%. Kontribusi kapasitas pembangkit EBT sendiri telah mencapai 15% dan diharapkan akan terus naik. Wilayah usaha PLN juga didominasi oleh PLTU baik milik sendiri maupun IPP.

Rencana tambahan pembangkit EBT dalam RUPTL PT PLN (Persero) tahun 2021-2030 lebih besar daripada pembangkit fosil sehingga disebut "Green RUPTL". Porsi penambahan pembangkit EBT tersebut sebesar 51,6% atau 20,9 GW sampai tahun 2030.

"Kami berharap pembangkit EBT yang telah direncanakan dapat segera dieksekusi dan dapat beroperasi tepat waktu sehingga menjadi langkah awal dalam transisi energi menuju Net Zero Emission," ungkap Jisman.

Jisman mengatakan terdapat penurunan emisi karbon dioksida pada skenario Zero Emission sebesar 704 juta ton CO2 di tahun 2060 jika dibandingkan skenario Business as Usual. Adapun skenario LE masih menyisakan emisi sebesar 49 juta ton CO2 karena teknologi CCS masih menyisakan residual emission sehingga tidak sepenuhnya zero emission.

Kapasitas PLTU dalam perhitungan transisi energi menuju NZE mencakup PLTU milik PLN, IPP, Wilayah Usaha Non PLN dan Pemegang IUPTLS. Tren kenaikan kapasitas PLTU akan mencapai puncaknya pada tahun 2030 sebesar 65 giga watt.

"Penurunan terbesar pertama akan terjadi pada tahun 2045 diikuti tahun 2050 sesuai ketentuan Perpres 112/2022 dan tahun 2055 sesuai dengan umur ekonomis PLTU, dan kapasitas PLTU akan mencapai nol pada tahun 2059," tutup Jisman. (AT)