LEMIGAS Dukung Kajian Optimalisasi Flare Gas untuk Turunkan Emisi Sektor Migas

Senin, 28 November 2022 - Dibaca 207 kali

Jakarta, Pemerintah berkomitmen untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 atau lebih cepat. Salah satu upaya mengurangi emisi yaitu pemanfaatan gas suar bakar atau flare gas yang volumenya saat ini sekitar 115 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd).

Pemerintah juga mewajibkan kontraktor kontrak kerjasama migas dan pemegang izin usaha pengolahan migas melakukan pengelolaan flare gas, dengan mengutamakan pemanfaatan flare gas. Kementerian ESDM melalui "LEMIGAS" Direktorat Jenderal Migas menyediakan layanan kajian kelayakan dan penerapan teknologi flare gas secara tepat untuk lapangan migas.

"Pengelolaan flare gas diutamakan melalui pemanfaatan, sebagaimana Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 tahun 2021. Sebelum pemanfaatan flare gas, studi kelayakan dan pemilihan teknologi yang tepat tentunya diperlukan agar pemanfaatan flare gas tidak saja feasible secara teknis, tapi juga secara ekonomis," kata Kepala LEMIGAS Ariana Soemanto di Jakarta, Sabtu (19/11).

Opsi pemanfaatan flare gas, sambung Ariana, antara lain untuk pembangkit listrik, pemanfaatan gas melalui pipa, compressed natural gas (CNG), Liquified Petroleum Gas (LPG), mikro Liquified Natural Gas (LNG), gas to liquid (GTL) dan methanol, dan Dimetyl Eter (DME).

Kepala Teknologi Gas LEMIGAS Lisna Rosmayati menambahkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan teknologi dalam pemanfaatan flare gas di suatu lokasi. Diantaranya adalah volume dan komposisi gas suar bakar pada lokasi tersebut, serta jarak antara lokasi gas suar bakar dengan lokasi pemanfaatannya.

Berdasarkan faktor komposisi gas, untuk gas suar dengan komposisi gas berat yang cukup besar (jumlah C3 dan C4+ lebih dari 10%) dapat diproses menjadi LPG. Kemudian dari parameter jarak, untuk gas suar yang terletak cukup jauh dari infrastruktur pipa, atau terletak di offshore dapat menggunakan teknologi DME dan GTL. "Kedua teknologi tersebut memiliki produk berbentuk liquid sehingga lebih mudah dalam pendistribusian," jelas Lisna.

Ia menguraikan, apabila gas suar pada lapangan onshore memiliki flowrate sekitar 2 mmscfd, maka pemrosesan gas suar dapat menggunakan teknologi CNG atau LPG.

Ditinjau dari aspek teknologi, Lisna menambahkan bahwa gas suar bakar dapat dimanfaatkan melalui jalur pipa, maupun menjadi CNG, LPG, DME, GTL dan mikro LNG. Dengan mengumpulkan volume gas suar dari beberapa lapangan, kilang LNG mini (mikro LNG) merupakan salah satu pilihan yang menarik untuk dikaji. Sedangkan dari aspek pemanfaatannya, gas suar bakar dapat dimanfaatkan untuk PLTG, untuk keperluan sendiri (own used) atau komersialisasi. Pemanfaatan Gas Suar untuk PLTG merupakan momentum yang tepat dalam upaya mengurangi konsumsi BBM.

Kementerian ESDM sendiri telah menerbitkan regulasi berupa Peraturan Menteri ESDM Nomor Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Gas Suar pada Kegiatan Migas. "LEMIGAS akan terus berupaya untuk memberikan solusi terbaik bagi permasalahan migas di Indonesia dan mendukung penurunan Flare Gas sebagai bagian dari komitmen terhadap lingkungan," tegas Lisna.

Sebagai informasi, flare gas atau gas suar bakar merupakan gas yang dihasilkan dari kegiatan eksplorasi dan produksi atau pengolahan minyak dan gas bumi, dimana Flare Gas berdampak pada perubahan iklim dan lingkungan melalui emisi CO2, Black Carbon, dan Polutan lainnya.