CDM untuk Masa Depan Dunia

Senin, 1 Juni 2009 - Dibaca 6543 kali

JAKARTA. Pemanasan global dan perubahan iklim dikarenakan meningkatnya kadar gas rumah kaca di atmosfer dalam jumlah besar mengundang negara-negara industri maju membentuk The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Konvensi yang terbentuk tahun 1992 ini bertujuan menciptakan stabilitas kadar gas rumah kaca di atmosfer pada suatu tingkat untuk mencegah bahaya interferensi anthropogenik terhadap sistem iklim.Sebagai langkah nyata dalam mewujudkan tujuan UNFCCC, pada tahun 1997 dihasilkan Protokol Kyoto, yang berisi kewajiban negara-negara Annex I untuk menurunkan jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan setidak-tidaknya 5% di bawah emisi pada tahun 1990. Kewajiban ini berlaku pada periode komitmen tahun 2008-2012 (Article 3, UNFCCC).Berdasar Protokol tersebut, terdapat tiga mekanisme yang dapat ditempuh negara-negara Annex I dalam rangka memenuhi kewajibannya mengurangi jumlah emisi. Ketiga mekanisme tersebut adalah Joint Implementation (JI), Emission Trading, dan Clean Development Mechanism (CDM). Ketiga mekanisme ini memberi kemudahan dan keuntungan bagi negara-negara Annex I dalam memenuhi target pengurangan emisinya dengan memberikan kesempatan untuk melakukannya di negara-negara lain yang membutuhkan biaya lebih sedikit dibanding bila dilakukan di negaranya.Joint Implementation adalah mekanisme yang hanya dapat dilakukan antar negara Annex I untuk melaksanakan proyek yang dapat mengurangi emisi karbon di negara Annex I lainnya. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan mekanisme ini adalah Emission Reduction Units (ERUs). ERUs yang berasal dari suatu negara Annex I tidak dihitung sebagai pengurangan emisi dari negara asal, namun dianggap sebagai pengurangan emisi bagi negara Annex I yang membelinya.Sementara itu, CDM merupakan mekanisme yang lebih fleksibel karena dapat melibatkan partisipasi negara di luar Annex I. Selain bertujuan memenuhi target pengurangan emisi negara-negara Annex I, CDM juga berfungsi membantu negara-negara di luar Annex I untuk berpartisipasi mencapai tujuan akhir UNFCCC, yaitu menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca dunia pada tingkat yang tidak akan mengganggu iklim global. Keberhasilan proyek dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dibuktikan melalui Certified Emission Reductions (CERs).Indonesia telah meratifikasi UNFCCC melalui UU Nomor 6 tahun 1994 dan Protokol Kyoto melalui UU Nomor 17 tahun 2004 untuk turut serta dalam penanganan perubahan iklim. Kriteria proyek CDM yaitu mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan di negara tuan rumah, menghasilkan keuntungan yang terukur dan berjangka sehubungan dengan mitigasi perubahan iklim, serta memenuhi additionality lingkungan dimana gas rumah kaca antropogrenik pada sumber berkurang dibanding emisi yang terjadi tanpa kegiatan proyek CDM.Di samping kriteria tersebut, Departemen ESDM menetapkan kriteria pembangunan berkelanjutan khusus untuk proyek CDM sektor energi melalui Kepmen ESDM Nomor 953.K/50/2003. Kriteria proyek CDM yang harus dipatuhi yaitu: (1)Mendukung implementasi program diversifikasi dan konservasi energi; (2)Mendukung pembangunan energi alternatif dan teknologi energi bersih; (3)Mendukung konservasi lingkungan; (4)Mendukung pertumbuhan ekonomi lokal; (5)Menjaga tingkat penyerapan tenaga kerja tanpa pemberhentian; (6)Mendukung alih teknologi; serta (7)Membuat program pembangunan masyarakat.Prospek pemanfaatan CDM di Indonesia cukup menjanjikan mengingat Indonesia masih memiliki banyak sumber energi alternatif yang belum tergarap optimal, seperti panas bumi, energi surya, angin, biomassa, dan biogas. Selain bermanfaat bagi negara-negara Annex I untuk memenuhi target pengurangan emisi, CDM dapat digunakan sebagai alternatif dalam pendanaan proyek-proyek pembangunan berkelanjutan di samping sebagai wujud nyata peran Indonesia untuk mengurangi pemanasan global.

Bagikan Ini!