Penting, Keselarasan Sektor ESDM dengan Sektor Lain

Kamis, 1 November 2007 - Dibaca 5844 kali

Demikian antara lain rangkuman sesi pertama seminar nasional bertema 'Kebijakan Pembangunan Ekonomi Nasional dan Strategi Pembangunan ESDM: Kinerja, Prospek dan Tantangan' yang berlangsung di Bali, Rabu (31/10). Acara ini merupakan bagian dari Seminar Nasional berseri yang diadakan juga di sejumlah kota di Indonesia.

Tampil sebagai pembicara Dr. Hariant (Brighten) dengan judul : Kebijakan Pembangunan Ekonomi Nasional; The Triple Track Strategy. Dr. R. Sukhyar (SAMESDM) Infokom dengan judul : Strategi Pembangunan ESDM dalam Kerangka Kebijakan Ekonomi Nasional. Dr. Bamby Uripto (Bappenas) dengan judul : Pembangunan ESDM, Kinerja, Prospek dan Tantangan. Sebagai moderator : Dr. Taufik Sumawinata (Brighten).

Pengalaman menunjukkan isu sektor ESDM mempengaruhi kinerja perekonomian. Terhambatnya penurunan kemiskinan dan pengangguran pada tahun 2005 tidak dapat dilepaskan dari shock eksternal pada sektor ini. Sedang kenaikan harga minyak dunia akhir-akhir ini dapat menjadi ancaman perekonomian dan ketahanan energi nasional jika tak ada kemampuan mengantisipasinya secara tepat.

Di lain pihak, pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang digagas pemerintah merupakan suatu peluang besar yang dapat dimanfaatkan dalam upaya mengurangi kemiskinan dan pengangguran, terutama di wilayah pedesaan. Sehingga ada peluang sekaligus tantangan yang besar.

Kontribusi Positif Bioenergi

Di antara berbagai program yang dicanangkan oleh pemerintah adalah program bioenergi. Dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya, program ini memberikan kontribusi positif. Dari sisi sosial, program ini akan melibatkan jutaan keluarga Indonesia. Dari sisi ekonomi akan memberikan tambahan pendapatan, dan dari sisi budaya akan merubah perilaku seperti semakin banyak orang yang menggunakan energi terbarukan.

Dengan kata lain program ini sangat selaras dengan triple tract strategy yang dicanangkan presiden beberapa waktu yang lalu. Gagasan ini semakin kuat ketika didalam Perpres No. 5 Tahun 2006 mengenai tujuan kebijakan energi nasional, adalah untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri.

Program ini akan terwujud apabila memenuhi aspek-aspek: (1) kepastian terjaminnya ketersediaan lahan bagi program BBN ini; (2) Ada harmonisasi antara misi ketahanan energi dengan ketahanan pangan dalam jangka panjang; dan (3) Program ini dapat menjadi sumber kemakmuran baru yang sustainable bagi rakyat.

Pada beberapa kasus, Desa Mandiri Energi, atau Pengembangan potensi BBN oleh setiap daerah, dan Kawasan Khusus pengembangan BBN, perlu didorong agar semakin memasyarakat di lapangan. Dengan demikian, program ini diharapkan dapat menjadi peluang besar terjadinya titik temu antara kebijakan dan realitas sosial.

Perlu Intervensi Pemerintah

Agar dapat mengelola peluang tersebut, terdapat prasyarat yang harus dipenuhi. Pengembangan BBN tidak hanya melibatkan sektor ESDM, tetapi juga sektor-sektor lainnya (pertanian, kehutanan, dll). Pengembangan BBN, apalagi dengan misi jangka pendek untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran, memerlukan disain kelembagaan yang baik.

Disamping itu juga diperlukan intervensi pemerintah yang tepat porsinya sehingga pengembangan BBN ini dapat dikendalikan sesuai dengan tujuan awalnya. Bahkan intervensi pemerintah seringkali dapat menjadi kunci implementasi suatu program.

Dalam konteks pengembangan bahan bakar nabati ini, intervensi yang proporsional dibutuhkan untuk memberikan kepastian (1) terjaminnya ketersediaan lahan bagi program BBN ini, (2) adanya harmonisasi antara misi ketahanan energi dengan ketahanan pangan dalam jangka panjang.

Selanjutnya adalah (3) terjaganya prioritas untuk mendukung sepenuhnya upaya mengurangi pengangguran dan kemiskinan (terutama di pedesaan) dalam jangka pendek, dan (4) memastikan bahwa program ini dapat menjadi sumber kemakmuran baru yang sustainable bagi rakyat.

Dalam kerangka konsep berfikir itulah, peran program reforma agraria menjadi sangat strategis.(*)

Bagikan Ini!