Suka Duka Sang Pengamat Gunung Sinabung

Kamis, 22 Maret 2018 - Dibaca 1977 kali

KABUPATEN KARO - Menjadi seorang Pengamat Gunung Api bukanlah sebuah pekerjaan mudah. Kewaspadaan dan tajamnya intuisi dalam memantau aktivitas gunung menjadi kunci. Melalui seismogram digital maupun seismograf yang masih tradisional, juga pengamatan aktivitas gunung visual lain, seorang pengamat tidak boleh salah dan harus teliti. Pekerjaannya sangatlah penting, lengah dalam bertugas berarti lengah menjaga keselamatan masyarakat sekitar gunung, terlebih pada gunung api yang aktif "terjaga", salah satunya Gunung Sinabung di Sumatera Utara yang sejak 2 Juni 2015 kembali berstatus "AWAS".

Adalah Deri Al Hidayat, Ketua Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Sinabung, dibantu 4 orang pengamat gunung api lainnya Armen Putra, Arif Cahyo Purnomo, Ardi, dan M. Nurul Asrori yang tinggal dan berjaga di PGA di Jalan Kiras Bangun, Desa Ndokum Siroga, Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Merekalah para pengamat yang bertanggung jawab melaporkan kondisi terkini aktivitas Gunung yang melepaskan erupsi pertama pada 27 Agustus 2010 tersebut.

Selasa (20/3), tim www.esdm.go.id berkesempatan berbincang dengan para pengamat gunung api ini saat mengunjungi Pos PGA Gunung Sinabung. Dengan semangat mereka menjelaskan proses pengambilan data aktivitas gunung Sinabung yang selanjutnya mereka olah dan analisis setiap hari untuk dilaporkan kepada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang diperlukan dalam menetukan status gunungapi dan mitigasi bencana yang harus dilakukan.

"Kita di sini sifatnya memastikan semua peralatan berjalan dengan lancar, mengumpulkan data, dan data itu kita kirim ke PVMBG di Bandung. Terkadang kita melakukan analisis, terutama untuk gempa, kita di sini menentukan hipocenter gempanya di mana dan kedalamannya, dan dari situ kita bisa tahu migrasi magmanya ke mana," jelas Deri yang telah mengamati Gunung Sinabung sejak 4 tahun silam.

Dalam mengamati Gunung Sinabung, Deri dan teman-temannya juga menceritakan apa yang dilakukan selama 24 jam setiap hari, tanpa henti. Jika terjadi aktivitas gunung yang berpotensi bahaya, tugas Deri dan kawan-kawan pula untuk segera memberitahu masyarakat sekitar.

"Gunung Sinabung ini sedang aktif terus, jadi kita pantau terus 24 jam tiada henti. Malam hari pun kita tetap standby di sini apabila nanti ada letusan, ada awan panas. Kita juga selalu menginformasikan ke masyarakat sekitar, baik via radio ataupun grup whatsapp, dan media sosial lain," ujarnya.

Ternyata, menginformasikan masyarakat tentang potensi bencana geologi, terutama potensi bahaya erupsi gunung tidaklah semudah membalik telapak tangan. Jangan dikira, ketika seorang pengamat gunungapi mengimbau masyarakat untuk menjauhi daerah rawan bencana, kemudian masyarakat serta merta mengikuti petunjuk mereka.

Deri mengaku, kendala bahasa juga sempat membuat sosialisasi ini berjalan kurang lancar. Masyarakat Kabupaten Karo sangat menjunjung bahasa ibu mereka, sementara para pengamat Gunung Sinabung tidak berasal dari daerah setempat.

"Saat ada sosialisasi dengan warga setempat, kami sempat kesulitan dengan bahasa di sini, karena banyak masyarakat di sini yang kurang memahami Bahasa Indonesia. Banyak masyarakat di sini yang menjunjung bahasa ibu yakni Bahasa Karo sendiri, sehingga kita di sini kesulitan untuk berkomunikasi dengan mereka," ujar pria asal Kebumen, Jawa Tengah ini.

Deri juga masih ingat, ketika dahulu masyarakat sekitar meremehkan informasi yang mereka berikan. "Sebelum meletus tahun 2013 itu masyarakat susah kita kasih tau. Waktu sosialisasi kita diremehkan, 'ah ini bohong tidak mungkin gunung ini meletus, karena sudah sekian tahun tidak ada cerita dari nenek moyang kalau gunung ini meletus'. Tapi perlahan-lahan, setelah terjadi satu letusan, kemudian kita ngobrol lagi ke mereka, mereka sudah mulai mengerti dan memahami," ceritanya lagi.

Namun saat ini, ujar Deri, masyarakat sudah sangat mengerti akan bahaya Gunung Sinabung dan patuh akan informasi yang diberikan dari pos pengamat. Peristiwa letusan tahun 2014 dan 2016 yang membawa korban pun membuat masyarakat semakin waspada. "Sekarang alhamdulillah masyarakat sudah patuh bahwa zona merah ini berbahaya, dan juga ada insiden tahun 2014 dimana 19 orang meninggal, dan 2016 saat ada 7 korban meninggal, itu menjadi pelajaran untuk mereka sehingga mereka mengerti bahwa gunung ini sedang aktif dan berbahaya dan tidak seharusnya untuk didekati," tutur Deri.


Jauh dari Keluarga Dekat dengan Masyarakat Sinabung

Dengan tugas 24 jam dalam 365 hari menjadikan kepentingan pribadi sering dikorbankan, keteguhan hati untuk terus melakukan pekerjaannya, walaupun harus mengorbankan keinginan pribadi demi hajat hidup orang banyak.

"Sebelum ditempatkan di PGA Sinabung, saya sempat ditempatkan di pos pengamatan Seulawah Agam itu tahun 2014. Kemudian selama kurang lebih 6 bulan saya dipindahkan ke Sinabung ini karena waktu itu Sinabung sedang aktif-aktifnya, jadi waktu itu banyak terjadi awan panas guguran," kenang Deri yang kini berusia 28 tahun itu.

Aktifnya Gunung Sinabung membuat para pengamat di PGA ini tidak bisa memalingkan matanya dari gunung, termasuk untuk berkumpul dengan keluarga. Begitu pun dengan Deri. Selama empat tahun di Pos PGA Sinabung, hanya satu kali Deri bisa pulang ke kampung halamannya ketika Hari Raya Idul Fitri tiba.

"Gunung Sinabung ini sudah cukup lama erupsi, sudah hampir sekitar 5 tahun. Semenjak saya kerja selama 4 tahun ini saya berlebaran di rumah hanya 1 kali. Di sini bergilir, hanya 1 orang setiap tahun. Kadang kita juga merasa sedih ketika orang-orang lain berlebaran dengan keluarganya, kita di sini sendiri," tutur Bapak satu anak ini.

Namun, dibalik kesedihan itu, ternyata tersimpan pula kebahagiaan yang dirasakan Deri dan kawan-kawannya. Dirinya mengaku senang dapat bertemu dan berteman dengan banyak orang dari penjuru Indonesia dan juga profesor kenamaan dunia, bertukar pikiran tentang gunung api.

"Sukanya di sini, banyak berkumpul dengan teman-teman dari mana saja. Dari seluruh Indonesia sudah pernah singgah ke Sinabung. Ada juga dari luar negeri, dari Jepang, Amerika Serikat. Kita berkumpul bersama dan berdiskusi masalah gunungapi. Sesuatu yang menarik buat kita dan menjadikan ilmu tambahan untuk kita di sini," ujar Deri lagi.

Satu hal yang lagi, kedekatan yang dirasakan Deri dengan masyarakat sekitar juga menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Deri dan kawan-kawan. "Kami hadir siap memberikan yang terbaik bagi warga yang sudah sangat dekat dengan kami, untuk lebih bermanfaat kepada warga sekitar Sinabung, siap memberikan segala informasi yang dibutuhkan terkait aktivitas gunung," tutur Deri mengakhiri perbincangan kami dengan semangat. (KO/DKD)

Bagikan Ini!