Ditjen Ketenagalistrikan Bicara Mekanisme Perdagangan Karbon di EBTKE ConEx 2023

Sabtu, 15 Juli 2023 - Dibaca 326 kali

Untuk mendukung target Pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan menarik peran serta dari pelaku usaha (Non-party stakeholder), Kementerian ESDM telah menyelenggarakan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) melalui mekanisme perdagangan karbon yang dilaksanakan melalui perdagangan emisi dan offset emisi GRK. Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Perlindungan Lingkungan Ketenagalistrikan Bayu Nugroho pada seminar rangkaian The 11th Indonesia EBTKE ConEx 2023 di Tangerang Selatan, Kamis, (13/07/2023).

"Perdagangan karbon dilakukan melalui perdagangan langsung dan bursa karbon. Saat ini bursa karbon sedang disiapkan sarana infrastrukturnya sehingga perdagangan masih dilakukan secara langsung," ujar Bayu.

Lebih lanjut Bayu menyampaikan secara ringkas bahwa alur dari penyelenggaraan NEK di subsektor pembangkit tenaga listrik dimulai dari pelaku usaha menyusun rencana monitoring emisi GRK pembangkit tenaga listrik, kemudian Kementerian ESDM menetapkan PTBAE-PU masing-masing unit pembangkit tenaga listrik. Selanjutnya pelaku usaha dapat langsung melakukan perdagangan karbon melalu mekanisme Perdagangan Emisi GRK dan Offset Emisi GRK. Untuk offset ini berasal dari aksi mitigasi di sektor energi, salah satunya adalah pembangkit EBT.

"Selanjutnya pelaku usaha pembangkit tenaga listrik menyampaikan laporan Emisi GRK melalui aplikasi APPLE-Gatrik. Laporan Emisi GRK yang disampaikan harus dilakukan Validasi dan Verifikasi oleh Validator dan verifikator independent," ungkap Bayu.

Di akhir periode, pelaku usaha yang mengikuti perdagangan karbon wajib menyerahkan hasil pelaksanaan PTBAE-PU, bukti pelaksanaan Offset Emisi GRK dan laporan Emisi GRK yang telah dilakukan Validasi dan Verifikasi.

Seperti diketahui, sebagai bagian dari komitmen terhadap pengurangan emisi Gas Rumah Kaca, pada tahun 2022 yang lalu Pemerintah telah meningkatkan ambisinya untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sebagaimana tertuang dalam dokumen enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) menjadi 31,89% dengan kemampuan sendiri, dan 43,20% dengan dukungan internasional. Untuk di sektor energi sendiri dari yang semula memiliki target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 358 juta ton CO2e dengan upaya sendiri dan 446 juta ton CO2e dengan bantuan internasional.

Bayu mengatakan untuk di subsektor pembangkit tenaga listrik sendiri memiliki target pengurangan emisi GRK di tahun 2030 adalah sebesar 155,01 juta ton CO2e, yang berasal dari pembangkit EBT yang terhubung ke jaringan, pembangkit EBT di wilus dan off grid seperti PLTS, PLTS Atap, PLTA, kemudian pembangkit energi bersih dan cofiring biomassa PLTU.

"Pada tahun 2022, klaim capaian pengurangan emisi GRK di sektor energi adalah sebesar 91,5 juta ton CO2, dimana dari subsektor pembangkit tenaga listrik menyumbang 13,84 juta ton CO2. Capaian tersebut berasal dari PLTU Clean Coal Technology sebesar 6,21 juta ton CO2, untuk Pembangkit Listrik Gas Baru 6,10 juta ton CO2 dan Pembangkit EBT sebesar 1,53 juta ton CO2," kata Bayu.

"Pemerintah berharap penyelenggaraan NEK di subsektor pembangkit tenaga listrik melalui perdagangan karbon ini dapat mendukung Pemerintah dalam pemenuhan target pengurangan emisi GRK sesuai dokumen e-NDC dan kami juga mendorong para pelaku usaha yang mengembangkan EBT dapat turut berpartisipasi pada perdagangan karbon," tutup Bayu. (AT)