Pengawasan Tingkat Mutu Pelayanan (TMP) Semakin Ketat

Kamis, 22 Oktober 2020 - Dibaca 1827 kali

Untuk melindungi konsumen ketenagalistrikan, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan regulasi mengenai Tingkat Mutu Pelayanan (TMP). Besaran TMP ditetapkan Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Ketenagalistrikan setiap awal tahun. TMP merupakan salah satu indikator untuk mengukur pelayanan terhadap konsumen ketenagalistrikan. Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Hendra Iswahyudi menyampaikan hal tersebut dalam Webinar Pengawasan Ketenagalistrikan, Selasa (20/10/2020).

Hendra menyebut konsumen ketenagalistrikan berhak untuk mendapatkan pelayanan yang baik, mendapat listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik, serta harga yang wajar. Selain itu, masyarakat juga berhak mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan listrik, serta mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL). Pemegang IUPTL wajib memenuhi TMP tenaga listrik dan dikenai sanksi berupa pembayaran kompensasi mutu pelayanan kepada konsumen jika tidak dapat memenuhi kewajibannya.

"Sejak blackout (pemadaman listrik) 4 Agustus 2019, kita semakin aware dengan TMP oleh PT PLN (Persero). Kalau liat data, itu adalah kompensasi paling besar dalam sejarah," ujar Hendra.

Ia menyampaikan Pemerintah lalu membuat perubahan regulasi terkait TMP untuk meningkatkan kualitas PLN. "Kita punya perubahan Kepmen yang semakin keras. Selain konsumen mendapat harga yang kompetitif, mutunya juga harus baik. Jangan sampai karena harga murah, kualitas listriknya jadi jelek. Lama gangguan kita perketat lagi sehingga menjadi cambuk bagi PLN untuk meningkatkan kinerjanya agar lebih baik," Hendra menambahkan.

Sesuai Permen EDSM Nomor 27/2017 jo Permen ESDM Nomor 18/2019, besaran TMP wajib diumumkan. Peraturan Menteri juga mengatur kewajiban kompensasi untuk indikator tertentu. Hendra menyampaikan ada 13 indikator TMP. Dari 13 indikator tersebut, ada 6 indikator yang wajib memberikan kompensasi jika kewajibannya tidak terpenuhi.

"Ada enam indikator kompensasi TMP, yakni lama gangguan, jumlah gangguan, kecepatan pelayanan sambungan baru Tegangan Rendah, kecepatan pelayanan perubahan daya Tegangan Rendah, kesalahan pembacaan kWh meter, dan waktu koreksi kesalahan rekening," lanjut Hendra. Perhitungan besaran kompensasi TMP adalah berupa pengurangan tagihan listrik sebesar 35% dari biaya beban/rekening minimum untuk pelanggan yang dikenakan tariff adjusment (nonsubsidi) dan 20% dari biaya beban/rekening minimum untuk pelanggan tarif subsidi.

Hendra menyampaikan besaran TMP wajib diumumkan di tiap-tiap Unit Layanan Pelanggan (ULP) PLN sehingga konsumen bisa melakukan pengaduan jika haknya tak terpenuhi. Direktorat Jenderal (Ditjen) Ketenagalistrikan melalui Subdirektorat Perlindungan Konsumen Ketenagalistrikan juga melakukan review atas besaran TMP.

"Setelah mereview, kalau memang ada hal yang tidak pas, kita bersurat ke PLN. Misalnya karena harusnya dikasih kompensasi ternyata tidak. Di sinilah letak fairness yang dilakukan Ditjen Ketenagalistrikan," ujar Hendra.

Hendra menambahkan PLN dibebaskan dari kompensasi TMP jika gangguan listrik diakibatkan oleh pemeliharaan (pemberitahuan 24 jam), bukan merupakan kelalaian PLN, dilakukan untuk keselamatan umum, serta untuk penyidikan. Keenam indikator kompensasi TMP juga dibebaskan dari kompensasi jika disebabkan oleh force majeure atau sebab kahar seperti bencana alam, kerusuhan, dan lainnya. (AMH)