Rasio Elektrifikasi Lima Tahun Terakhir Naik Signifikan

Sabtu, 25 Maret 2017 - Dibaca 5494 kali

Angka rasio elektrifikasi, atau prosentase perbandingan rumah tangga yang sudah mendapatkan listrik dengan total rumah tangga di Indonesia, dalam lima tahun terakhir menujukkan kenaikan yang signifikan. Pada awal tahun 2011, angka rasio elektrifikasi nasional baru berada di angka 67,15%, sedangkan pada akhir tahun 2016, angka ini telah mencapai 91,15%. Rata-rata kenaikan 4,75% per tahun ini merupakan rata-rata kenaikan tertinggi selama ini. Sebelum tahun 2010 rata-rata kenaikan rasio elektrifikasi hanya sekitar 0,7 - 0,8 % per tahun.

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM Jarman saat membuka Rapat Konsolidasi Data dalam Rangka Penyusunan Rasio Elektrifikasi dan Rasio Desa Berlistrik Semester I yang diselenggarakan di Batam, Jumat (24/3). Jarman mengungkapkan capaian tersebut merupakan kerja keras pemerintah pusat, daerah, PT PLN, dan masyarakat. Ia juga optimistis dengan dukungan semua pihak, target rasio elektrifikasi 99% di tahun 2019 dapat tercapai, bahkan tercapai lebih awal.

Dalam acara yang mengundang perwakilan Kepala Dinas ESDM Provinsi se-Indonesia tersebut, Jarman mengungkapkan inovasi yang dilakukan pemerintah untuk mengejar target rasio elektrifikasi. Ia mengungkapkan salah satu inovasi yang dilakukan pemerintah melalui Ditjen Ketenagalistrikan adalah memberikan bantuan instalasi listrik gratis untuk masyarakat tidak mampu dengan menargetkan puluhan ribu Rumah Tangga Sasaran (RTS) setiap tahunnya. Jarman mengungkapkan bahwa untuk tahun depan RTS kembali diusulkan melalui skema Dana Alokasi Khusus (DAK).

Untuk meningkatkan rasio elektrifikasi, dukungan pemerintah daerah sangat diharapkan, salah satunya dengan pendanaan APBD yang dapat dialokasikan untuk listrik perdesaan. Jarman mencontohkan Provinsi Jawa Barat yang setiap tahun menganggarkan APBD untuk melistriki masyarakat melalui program instalasi listrik gratis untuk masyarakat tidak mampu. "Setiap tahun saya diundang peresmian listrik gratis untuk masyarakat tidak mampu di Jawa Barat," ungkapnya. Pemerintah Daerah Jawa barat disebutnya mengalokasikan 40.000 sambungan baru untuk masyarakat tidak mampu. Hal ini diharapkan dapat ditiru Pemda lain untuk mempercepat pencapaian rasio elektrifikasi.

Kondisi Indonesia yang kepulauan dan besarnya populasi merupakan tantangan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi. Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 tahun 2016 tentang Percepatan Elektrifikasi di Perdesaan Belum Berkembang, Terpencil, Perbatasan, dan Pulau Kecil Berpenduduk Melalui Pelaksanaan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Skala Kecil, merupakan salah satu upaya mempercepat peningkatan rasio elektrifikasi. Badan usaha milik daerah diharapkan memanfaatkan aturan itu untuk berpartisipasi meningkatkan rasio elektrifikasi dengan mngajukan izin wilayah usaha seperti yang dilakukan oleh PD Tuah Sekata di Pelalawan, Riau.

Selain capaian rasio elektrifikasi, Jarman juga menyampaikan capaian Ditjen Ketenagalistrikan semasa ia menjabat yaitu dari tahun 2011 sampai dengan 2017 dimana kapasitas terpasang pembangkit juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Jika pada tahun 2010, kapasitas terpasang pembangkit baru mencapai 34,5 GW, di akhir tahun 2016 kapasitasnya naik menjadi ini sudah 59 GW. "Berarti masuk 25 GW dalam 5 tahun," papar Jarman. Menurutnya, masalah yang harus diselesaikan adalah keandalan sistem yang mengacu pada transmisi dan distribusi yang harus dibangun terus menerus. Ia juga mengungkapkan bahwa kebutuhan listrik hingga tahun 2019 telah dihitung ulang dengan menyesuaikan pertumbuhan ekonomi, termasuk cadangan selama 5 tahun sehingga kebutuhannya tidak lagi 35 GW, tetapi antara 25 hingga 26 GW.

Jarman berpesan bahwa kunci sukses pembangunan ketenagalistrikan adalah kerjasama yang baik dan niat melakukan perbaikan terus menerus. "Yang menjadi kunci sukses adalah bagaimana memberdayakan pihak lain di semua lini," ungkapnya. (PSJ)