Kepala BPMIGAS: Tekan Unplanned Shutdown

Minggu, 27 Maret 2011 - Dibaca 2372 kali

BANDUNG. Pencapaian lifting minyak dan gas bumi masih berada dibawah target pemerintah. Tiga penyebab utama yang mengakibatkan target tidak tercapai adalah penghentian produksi secara tidak terduga (unplanned shutdown), masalah offtaker, dan kendala subsurface.Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS), R. Priyono mengatakan, unplanned shutdown menjadi prioritas penyelesaian karena kontribusinya hampir 60 persen."Jadi unplanned shutdown multak ditekan kalau ingin mencapai target," katanya saat membuka Forum Crude Monitoring Lifting and Entitlement (Comle) dan Gas Tahun 2011 di Bandung, Rabu (23/3) lalu.Hadir dalam acara tersebut, Deputi Pengendalian Keuangan, BPMIGAS, Wibowo S. Wirjawan, General Manager PT. BOB Bumi Siak Pusako, Riyanto Suwarno, dan 200 peserta dari BPMIGAS dan kontraktor kontrak kerja sama (KKS) produksi.Priyono mencontohkan, pada tahun 2010, unplanned shutdown menyumbang 57,8 persen dari kehilangan kesempatan produksi. Kontribusinya sekitar 14 ribu barel per hari. Sementara masalah offtaker sebesar 16 persen atau 4.200 barel per hari dan kendala subsurface sebesar 14,4 persen yang mengakibatkan kehilangan kesempatan produksi sebanyak 4.100 barel per hari.Hingga pertengahan Maret 2011, lifting minyak bumi baru sebesar 882 ribu barel per hari atau sekitar 10 persen di bawah target sebesar 970 ribu barel per hari. Sedangkan penyaluran gas mencapai 7.633 billion british thermal unit per hari atau sekitar dua persen di bawah target sebanyak 7.769 billion british thermal unit per hari. Dalam ukuran barel ekuivalen lifting mencapai sekitar 2,12 juta barel ekuivalen minyak per hari atau sekitar lima persen di bawah target APBN yang sekitar 2,3 juta barel ekuivalen minyak per hari."Kita mesti bekerja keras di sisa sembilan bulan ke depan agar bisa mencapai target. Kendala-kendala yang dihadapi harus diselesaikan secepatnya," kata dia.Sejak tahun 2008, kinerja produksi minyak dan gas bumi nasional dalam barel oil ekuivalen menunjukkan tren yang positif. Realisasi produksi migas tahun 2010 sebesar 2,522 juta barel oil ekuivalen per hari, mengalami peningkatan sebesar 8,4 persen dibandingkan 2009 sebesar 2,367 juta barel oil ekuivalen. Capaian produksi tahun 2010 sudah mencapai tingkat produksi migas pada 2003 lalu.Sedangkan dari sisi penerimaan negara, tahun 2010 industri hulu migas menyumbangkan penerimaan negara sebesar Rp 240 triliun. Melampaui target APBN yang sebesar Rp 237 triliun. Penerimaan itu belum termasuk potensi pajak-pajak lainnya seperti pajak penghasilan karyawan, pajak bumi bangunan, dan lain-lain yang jumlahnya juga signifikan."Pencapaian ini menandakan sekto hulu migas tetap menjadi tulang punggung perekonomian nasional," kata Priyono.Forum Comle dan Gas yang bertajuk "Mewujudkan Sektor Hulu Migas Sebagai Lokomotif Penggerak Ekonomi Nasional dengan Mensinergikan Penggerak Ekonomi Nasional dengan Mensinergikan Seluruh Stakeholders Menuju Operasi Lifting Migas" berlangsung selama dua hari.Menurut Wibowo, forum diadakan untuk membahas dan mengevaluasi kinerja lifting tahun 2010, serta kinerja lifting 2011 yang sedang berjalan."Forum jangan hanya menjadi kegiatan ritual tahunan, namun diharapkan ada jalan keluar yang lebih strategis dari kendala-kendala yang dihadapi," katanya. (NLP)

Bagikan Ini!