Badan Geologi : Jakarta Alami Krisis Air Bersih

Jumat, 9 Juni 2017 - Dibaca 22986 kali

JAKARTA - Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral menyatakan, bahwa 80% air tanah di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta tidak memenuhi standar Menteri Kesehatan No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta bagian utara merupakan wilayah terparah dimana secara umum CAT air tanahnya mengandung unsur Fe (besi) dengan kadar yang tinggi serta kandungan Na (Natrium), Cl (Klorida), TDS (Total Disolve Solid) dan DHL (Daya Hantar Listrik) yang tinggi akibat adanya pengaruh dari intrusi air asin. Selain krisis air bersih, Jakarta juga menghadapi problem penurunan muka tanah yang terjadi rata-rata 0-18,2 cm per tahun.

hasil pemantauan yang dilakukan oleh Badan Geologi melalui Balai Konservasi Air Tanah, dalam dua tahun ke belakang dari > 200 titik sumur pengamatan (sumur pantau, sumur produksi, sumur gali dan sumur pantek) menunjukkan bahwa sekitar 80% air tanah di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta tidak memenuhi standar Menteri Kesehatan No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Secara umum di bagian Utara CAT Jakarta air tanahnya mengandung unsur Fe (besi) dengan kadar yang tinggi serta kandungan Na (Natrium), Cl (Klorida), TDS (Total Disolve Solid) dan DHL (Daya Hantar Listrik) yang tinggi akibat adanya pengaruh dari intrusi air asin. Sedangkan di bagian Selatan CAT Jakarta yang menyebabkan air tanah menjadi tidak layak minum adalah dominasi unsur logam seperti Mn (Mangan), Fe (besi) dan Pb (Timbal).

Problem Jakarta bertambah selain krisis air bersih juga menghadapi penurunan muka tanah. Dari hasil pemantauan muka tanah (amblasan tanah) dengan melakukan pengukuran secara visual dan pengukuran menggunakan alat geodetic, memperlihatkan bahwa secara umum laju penurunan tanah di wilayah CAT Jakarta berkisar antara 0 - 18,2 cm/tahun dengan lokasi yang memiliki laju penurunan tanah paling cepat yaitu di daerah Ancol, Pademangan dan Muara Baru- Jakarta Utara. Namun di sisi lain terdapat anomali di beberapa titik lokasi patok pengamatan yang mengalami kenaikan, hal ini menjadi hal menarik untuk diteliti lebih lanjut.

Menurut Badan Geologi, penurunan muka tanah ini akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan. Berdasarkan catatan Badan Geologi saat ini tercatat lebih dari 4500 sumur produksi yang mengambil air tanah Jakarta untuk keperluan komersil, belum lagi sumur-sumur illegal tidak memiliki izin pengusahaan air tanah yang tidak masuk dalam hitungan. Kondisi tersebut menyebabkan permukaan tanah Jakarta mengalami penurunan dan berdampak menjadi ancaman serius tenggelamnya Jakarta.

Dalam rangka menanggulangi permasalahan tersebut diatas, Badan Geologi beserta KPK, PAM Jaya dan Pemda DKI Jakarta sedang melakukan program langkah penyelamatan air tanah untuk menjaga sumber daya alam di Jakarta. Dari program tersebut diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan pengelolaan sumber daya air Jakarta yang selama ini menjadi permasalahan internal di pemerintah daerah dan pusat. Selain itu akan dibangun sebuah sistem informasi database sumber daya alam Jakarta yang dapat dipantau bersama, sinergisasi data pelanggan air tanah dan pelanggan PAM, serta langkah penertiban sumur-sumur illegal (sumur tidak berizin) dalam rangka penyelamatan potensi pendapatan pajak Negara (pajak air tanah) yang hilang.

Sementara itu dalam rangka penyelamatan Jakarta tenggelam, Badan Geologi beserta Kementrian PU, JICA dan Pemda DKI Jakarta ikut serta tergabung dalam program NCICD (National Capital Integrated Coastel Development) yang di inisiasi oleh Bappenas. (SF)