Badan Geologi : Jakarta Alami Krisis Air Bersih
JAKARTA - Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral
menyatakan, bahwa 80% air tanah di wilayah Cekungan Air Tanah (CAT)
Jakarta tidak memenuhi standar Menteri Kesehatan No. 492 tahun 2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta bagian utara merupakan
wilayah terparah dimana secara umum CAT air tanahnya mengandung unsur Fe
(besi) dengan kadar yang tinggi serta kandungan Na (Natrium), Cl
(Klorida), TDS (Total Disolve Solid) dan DHL (Daya Hantar Listrik) yang
tinggi akibat adanya pengaruh dari intrusi air asin. Selain krisis air
bersih, Jakarta juga menghadapi problem penurunan muka tanah yang
terjadi rata-rata 0-18,2 cm per tahun.
hasil pemantauan yang dilakukan oleh Badan Geologi melalui Balai
Konservasi Air Tanah, dalam dua tahun ke belakang dari > 200 titik
sumur pengamatan (sumur pantau, sumur produksi, sumur gali dan sumur
pantek) menunjukkan bahwa sekitar 80% air tanah di wilayah Cekungan Air
Tanah (CAT) Jakarta tidak memenuhi standar Menteri Kesehatan No. 492
tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Secara umum di bagian
Utara CAT Jakarta air tanahnya mengandung unsur Fe (besi) dengan kadar
yang tinggi serta kandungan Na (Natrium), Cl (Klorida), TDS (Total
Disolve Solid) dan DHL (Daya Hantar Listrik) yang tinggi akibat adanya
pengaruh dari intrusi air asin. Sedangkan di bagian Selatan CAT Jakarta
yang menyebabkan air tanah menjadi tidak layak minum adalah dominasi
unsur logam seperti Mn (Mangan), Fe (besi) dan Pb (Timbal).
Problem Jakarta bertambah selain krisis air bersih juga menghadapi
penurunan muka tanah. Dari hasil pemantauan muka tanah (amblasan tanah)
dengan melakukan pengukuran secara visual dan pengukuran menggunakan
alat geodetic, memperlihatkan bahwa secara umum laju penurunan tanah di
wilayah CAT Jakarta berkisar antara 0 - 18,2 cm/tahun dengan lokasi yang
memiliki laju penurunan tanah paling cepat yaitu di daerah Ancol,
Pademangan dan Muara Baru- Jakarta Utara. Namun di sisi lain terdapat
anomali di beberapa titik lokasi patok pengamatan yang mengalami
kenaikan, hal ini menjadi hal menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Menurut Badan Geologi, penurunan muka tanah ini akibat eksploitasi air
tanah yang berlebihan. Berdasarkan catatan Badan Geologi saat ini
tercatat lebih dari 4500 sumur produksi yang mengambil air tanah Jakarta
untuk keperluan komersil, belum lagi sumur-sumur illegal tidak memiliki
izin pengusahaan air tanah yang tidak masuk dalam hitungan. Kondisi
tersebut menyebabkan permukaan tanah Jakarta mengalami penurunan dan
berdampak menjadi ancaman serius tenggelamnya Jakarta.
Dalam rangka menanggulangi permasalahan tersebut diatas, Badan Geologi
beserta KPK, PAM Jaya dan Pemda DKI Jakarta sedang melakukan program
langkah penyelamatan air tanah untuk menjaga sumber daya alam di
Jakarta. Dari program tersebut diharapkan dapat menyelesaikan
permasalahan pengelolaan sumber daya air Jakarta yang selama ini menjadi
permasalahan internal di pemerintah daerah dan pusat. Selain itu akan
dibangun sebuah sistem informasi database sumber daya alam Jakarta yang
dapat dipantau bersama, sinergisasi data pelanggan air tanah dan
pelanggan PAM, serta langkah penertiban sumur-sumur illegal (sumur tidak
berizin) dalam rangka penyelamatan potensi pendapatan pajak Negara
(pajak air tanah) yang hilang.
Sementara itu dalam rangka penyelamatan Jakarta tenggelam, Badan Geologi
beserta Kementrian PU, JICA dan Pemda DKI Jakarta ikut serta tergabung
dalam program NCICD (National Capital Integrated Coastel Development)
yang di inisiasi oleh Bappenas. (SF)