Inovasi Produksi Biodiesel Berbasis Tanaman Jarak Pagar

Rabu, 17 Februari 2021 - Dibaca 2879 kali

BEKASI - Berbagai inovasi dan upaya terus dilakukan untuk mencari berbagai sumber energi baru dan terbarukan demi mengurangi penggunaan energi fosil, yang lebih ramah lingkungan dan tentu memiliki harga keekonomian yang baik. Bahan bakar minyak yang berasal dari energi fosil memiliki keterbatasan cadangan, tak bisa diperbaharui dan memiliki emisi gas hasil pembakaran (polutan) yang menimbulkan dampak lingkungan seperti efek gas rumah kaca dan mempengaruhi kualitas udara. Sumber energi (bahan bakar) alternatif yang telah sukses diterapkan dan digunakan di Indonesia yaitu melalui Program Biodiesel 30% (B30), yaitu pencampuran 30% biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis solar, dengan nama produk Biosolar. Saat ini bahan bakar nabati biodiesel pada program B30 berbahan baku dari minyak sawit (crude palm oil /CPO).

Selain sawit, tanaman lain yang berpotensi untuk menjadi bahan baku biodiesel, salah satunya adalah jarak pagar, dengan memanfaatkan kandungan minyak dari biji. Biji jarak pagar mengandung rendemen minyak nabati sebesar 35 sampai 45 persen. Minyak tersebut dapat diproses menjadi minyak biodiesel (pengganti solar) dan minyak bakar (pengganti minyak tanah) (sumber: Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat). Namun, tantangan pengembangan bahan bakar nabati ini antara lain harga keekonomian dan kepastian ketersediaan pasokan (feed stock).

168b8d5296f08e399adf8a1c5d4f4011_p.jpeg

Salah satu inovasi pembuatan biodiesel berbasis jarak pagar telah dilakukan oleh PT New Eco Energy Indonesia (NEEI-One), yang menghasilkan produk Biodiesel Jarak Nusantara. NEEI-One menyampaikan produksi biodiesel jarak pagar sekitar Rp 6.500/liter dan kedepannya bisa ditekan menjadi sekitar Rp 5.000 /liter. Saat ini, NEEI-One sudah mulai melakukan penanaman pohon jarak pagar sebagai bahan baku untuk produk Biodiesel Jarak Nusantara, sebagai kebun contoh atau kebun inti seluas 5 Ha didaerah Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Propinsi Bali. Kebun contoh/inti ini mempunyai fungsi membina masyarakat desa untuk menanam budi daya jarak pagar melalui koperasi desa atau badan usaha milik desa (Bumdes).

Kebun inti akan memberikan benih Jarak Pagar kepada petani untuk ditanam disela tanaman inti mereka (tumpang sari) dan hasilnya akan dibeli oleh koperasi dan Bumdes yang telah bekerja sama di kebun inti. Di kebun inti atau koperasi Bumdes ini akan dibangun pabrik processing biji Jarak menjadi minyak Jarak juga tempat pengolahan produk-produk samping lainnya selain minyak Jarak. Di kebun inti ini juga akan didirikan pabrik processing minyak Jarak menjadi Biodiesel Jarak.

"Bupati Jembrana sudah menyetujui program Jarak Pagar kami ini dan bersedia untuk mengerahkan segala potensi yang ada didaerahnya untuk mensukseskan program energi baru dan terbarukan ini. Program ini akan menjadi contoh untuk pengembangan selanjutnya di daerah seluruh Indonesia", ungkap CEO PT New Ecology Energy Indonesia (NEEI), Muhammad Hafnan yang ditemui di pabrik produksi biodiesel berbasis jarak.

8b9c61aad604ed5792d89854ac96d666_p.jpeg

Direktur Jenderal EBTKE, Dadan Kusdiana dalam kunjungannya ke pabrik produksi Biodiesel Jarak dan Solar Nusantara di Kawasan Marunda Center hari ini (17/2) mengungkapkan bahwa biodiesel jarak nusantara produksi NEEI ini sangat baik dan perhitungan keekonomian nya pun sangat menjanjikan.

"Saya mengapresiasi inovasi biodiesel milik NEII, sangat menjanjikan menggunakan jarak pagar, sebagai alternatif selain sawit, kalau bisa dipercepat proses uji nya. Saya akan dorong inisiatif-inisiatif semacam ini agar dapat berkembang dan bisa masuk ke skala komersil", ujar Dadan.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Bioenergi, Andriah Feby Misnah menyampaikan bahwa berdasar penelitian yang ada, jarak pagar adalah tanaman yang mudah ditanam, tahan terhadap cuaca dan hama serta low maintenance cost, dan tidak perlu membuka hutan baru untuk lahan tanaman karena lahanmarginal yang sangat banyak di Indonesia dapat digunakan.

"Minyak Jarak sangat bagus dan mempunyai kualitas yang tinggi untuk dijadikanbahan bakar karena minyak Jarak mempunyai titik beku yang rendah (70C), viskositas yang cukup rendah, dan asam lemak (fatty acid) yang sedikit. Yang penting bahwa jarak pagar bukan tanaman pangan sehingga tidak mengganggu stabilitasketahanan pangan", kata Feby.

Muhammad Hafnan mengungkapkan NEEI menggunakan teknologi Nanomizer yang membuat Biodiesel Jarak menjadi lebih bersih karena teknologi ini mengurangi emisi gas NOX (Nitrogen Oxida) yang dihasilkan oleh BiodieselJarak (penggunaan biodiesel apa saja akan meningkatkan emisi gas NOX lebih dari20% berdasarkan data test mesin diesel). Teknologi Nanomizer ini juga akan mengurangi konsentrasi methanol padabahan bakar Biodiesel lebih dari 20% sehingga membuat mesin lebih tahanterhadap korosi.

Pada satu Ha lahan dapat menghasilkan 12.500 liter atau 12.5 kl minyak jarak atau hasil akhirnya 12.5 kl bahan bakar Nano Biodiesel Jarak Nusantara (NBJN) per tahun atau sekitar 34 liter perhari (12.500 liter/360 hari). Menurut hasil analisa biaya dan profit oleh NEEI, harga biodiesel jarak adalah harga minyak jarak (Rp 6.000) ditambah ongkos pengolahan (processing) (Rp 1.000/liter), sehingga harganya menjadi Rp 7.000/liter atau Rp 6.000/liter.

2154469b1bf82e5deab935540b81e19d_p.jpeg

"Dengan teknologi Nanomizer kami, harga itu dapat berkurang sekitar Rp 1.000 /liter sehingga harga Nano Biodiesel Jarak kami menjadi sekitar Rp 5.000 s/d Rp 6.000/liter", ungkap Hafnan.

Selain menghasilkan produk Biodiesel Jarak Nusantara, NEEI juga memproduksi Solar Nusantara, yang mencampurkan solar konvensional atau Biosolar ditambah bahan aditif dan air sebanyak 20%. Bahan bakar solar dan air diproses melalui alat Nanomizer sehingga ukuran butirnya menjadi ukuran Nano (nanomilimeter size), lalu dicampur ke dalam mixer/reaktor serta bahan aditif. Setelah proses 1 jam didalam mixer/reaktor, terbentuklah produk solar baru.

"Untuk proses emulsi ini ada campuran air yang akan terus kita perbaiki dengan teknologi baru dan kita harapkan bahkan nanti bisa ada 45% campuran air tapi tidak mengganggu kinerja mesin. Proses emulsi ini sebenarnya sudah ada sejak lama, sudah ratusan tahun hanya kita perbaharui dengan teknologi misalnya dengan Nano Mixer dan teknologi Plasma kemudian juga ada yang menggunakan teknologi ion", jelas Hafnan.

Tujuan sebenarnya dari emulsi ini adalah mengurangi NOx, dimana biasanya untuk menurunkan NOx ini sangat sulit sehingga penggunaan bahan campuran air inilah yang diuji bisa menurunkan. Solar Nusantara ini pernah di tes dengan PLTD, yang masih menggunakan teknologi lama dan hasilnya sudah lumayan, gas buang bagus tetapi dari sisi ekonomisnya masih kurang. Kapasitas yang dimiliki NEII untuk emulsi ini sebesar 280.000 L/hari. (DLP)

de1a7b10b9137dabfd79fc65ce49b729_p.jpeg