Pertama di Indonesia, Kabupaten Ende Laksanakan Program TOSS Secara Lengkap

Senin, 14 Desember 2020 - Dibaca 845 kali

ENDE - Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi kabupaten pertama di Indonesia yang melaksanakan program Teknologi Olah Sampah di Sumbernya (TOSS) secara lengkap, mulai dari proses pengolahan biomassa dan sampah domestik hingga pemanfaatannya untuk masyarakat dan mendukung pengembangan program co-firing pada PLTU Ropa.

Pelaksanaan program TOSS di Ende ditandai dengan penandatanganan Kerjasama Implementasi TOSS Menjadi Bahan Baku Energi Kerakyatan antara Kabupaten Ende, PT PLN (Persero) UPK flores, Comestoarra.com, dan organisasi nirlaba Acil pada Kamis pekan lalu (10/12) yang dilaksanakan secara langsung di Kantor Bupati Ende dan disaksikan secara virtual oleh peserta undangan. Dalam sambutannya, Bupati Ende H. Djafar H. Achmad mengungkapkan bahwa pelaksanaan program TOSS ini merupakan bagian dari upaya terobosan Pemerintah bersama dengan beberapa pihak untuk menyikapi permasalahan di Ende yang berkaitan dengan lingkungan dan masalah sampah.

"Terobosan pengelolaan dan pengolahan sampah menjadi energi kerakyatan dengan TOSS yang dilaksanakan dengan metode peuyeumisasi (dalam istilah Jawa Barat), rubhu (dalam istilah Ende), atau biodrying (dalam istilah asing). Realisasi dari TOSS di Kabupaten Ende ini menjadi solusi permasalahan yang didominasi oleh sampah biomassa seperti daun, ranting, rumput, limbah perkebunan, limbah pertanian, dan sampah organik lainnya," tuturnya.

Bupati Djafar menjelaskan bahwa skema besar dari program TOSS ini adalah mendukung PT. PLN (Persero) dan Pemerintah pusat dalam Program Co-firing pada PLTU Ropa. Melalui Program Co-firing ini perekonomian masyarakat di Kabupaten Ende diharapkan akan lebih digiatkan. Selain itu, Program Co-firing ini diharapkan mampu mendukung Pemerintah pusat dalam penurunan emisi gas rumah kaca.

"Dengan sampah yang didominasi dengan sampah biomassa, kami yakin akan mewujudkan agenda tersebut dimana seluruh lapisan masyarakat akan bergotong royong dalam memproduksi bahan baku co-firing sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang dipersyaratkan oleh PT PLN," tandasnya.

Produk TOSS ini juga mampu dimanfaatkan untuk masyarakat di Kabupaten Ende yang sampai saat ini masih menggunakan bahan bakar rumah tangga berupa minyak tanah dan kayu bakar. Produk TOSS dapat digunakan untuk kompor rumah tangga ramah lingkungan yang dapat diproduksi oleh Usaha Kecil Menengah. Djafar menyampaikan masyarakatnya mampu menghemat anggaran bahan bakar rumah tangga yang setiap bulannya mencapai 200-500 ribu rupiah. Selain itu, upaya melestarikan alam dengan tidak menebang pohon untuk kebutuhan bahan bakar rumah tangga juga dapat ditekan. Melalui TOSS juga, Pemerintah Kabupaten Ende bersama masyarakat bergandengan tangan untuk dapat menghidupkan dan memodernisasi sistem barter antara sampah dengan pelet TOSS atau komoditi dengan pelet TOSS.

178be94920a2b8e8c1f1914461298279_p.jpeg

Pada kesempatan yang sama, CEO Startup Company Comestoarra Arief Noerhidayat menjelaskan sebagai startup company, Comestoarra.com menginisiasi metoda TOSS dan melakukan pelatihan serta pendampingan kepada masyarakat dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ende untuk mengelola dan mengolah sampah organik menjadi bahan baku energi berbasis kerakyatan dan beraskakan kegotong royongan. Adapun PT. PLN (Persero) UPK Flores berperan dalam mendukung program TOSS di kabupaten Ende dengan layanan Corporate Shared Value (CSV) yang merupakan tingkatan yang lebih tinggi daripada sekedar Corporate Social Responsibility (CSR).

Wujud nyata dari CSV tersebut tidak hanya memberikan subsidi investasi (capital expenditure) dan juga operasional dalam waktu tertentu (operational expenditure) serta melakukan capacity building semata, tapi juga memanfaatkan produk TOSS tersebut untuk kepentingan co-firing pada PLTU Ropa. "Kedepan, produk TOSS ini juga mampu memberikan solusi listrik kerakyatan di banyak komunitas yang belum teraliri listrik. Bahkan produk TOSS ini juga mampu mengurangi Biaya Pokok Produksi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan juga bisa berkontribusi pada terwujudnya skema hybrid technology untuk kepentingan masyarakat," ujar Arief.

Sementara itu, menurut budayawan dan tokoh adat di Kabupaten Ende Petrus H. Djata, program TOSS dapat diterima oleh masyarakat Ende karena memiliki kedekatan filosofi dan budaya lokal. Dalam kondisi saat ini, dimana masyarakat masih menggantungkan bahan bakar rumah tangga dengan minyak tanah dan kayu bakar, maka sesuai filosofinya, Rubhu mampu menciptakan bahan bakar baru berbentuk pelet dari sampah biomassa (ranting pohon, daun, rumput, semak belukar, limbah pertanian, limbah perkebunan, dll). Setiap bulan masyarakat harus mengeluarkan dana sebesar Rp 200.000 - Rp 500.000 per bulan. Biaya tersebut akan melonjak bila kelangkaan minyak tanah terjadi yang tak jarang memunculkan konflik internal bahkan eksternal di Kabupaten Ende sehingga masyarakat memilih menggunakan kayu bakar dengan cara menebang pohon di hutan.

Melalui pelet yang dihasilkan dengan metoda rubhu, maka ada harapan bagi masyarakat di Kabupaten Ende untuk bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga secara mudah, murah, dan menghidupkan kembali budaya masyarakat dalam bergotong royong dan menjaga kelestarian alam. Selain itu, penerapan sistem barter antara sampah dengan pelet TOSS atau komoditi dengan pelet TOSS mampu menghidupkan kembali skema barter dalam versi modern, sekaligus mendorong masyarakat untuk bergotong royong menjaga kebersihan daerahnya.

Pemerintah berharap daerah-daerah lain dapat mencontoh pelaksanaan program TOSS secara lengkap di Ende, tidak saja untuk mendukung upaya pengembangan EBTKE yang tengah dilaksanakan secara nasional tetapi juga untuk memberikan manfaat ekonomi kerakyatan bagi masyarakat setempat.

"Kami sangat mengapresiasi inovasi Pemerintah Kabupaten Ende bersama beberapa pihak terkait. Ini adalah langkah terobosan yang patut dicontoh oleh daerah lain karena memberikan manfaat yang sangat banyak, tidak saja dalam upaya mendukung program percepatan pengembangan EBTKE yang tengah dilaksanakan oleh Pemerintah, tetapi juga mendorong ekonomi masyarakat setempat sekaligus menjadi salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk masalah pengelolaan sampah," ujar Kasubdit Penyiapan Program Bioenergi Direktorat Jenderal EBTKE, Trois Dilisusendi. (RWS)