Program Strategis EBTKE Menuju Era Transisi Energi

Senin, 7 Desember 2020 - Dibaca 1134 kali

JAKARTA - Transisi energi menjadi suatu hal yang tidak dapat dielakkan dalam perkembangan pemanfaatan energi saat ini dan menjadi bagian dari upaya pembangunan ekonomi yang tangguh dan berkelanjutan, sekaligus mendukung upaya percepatan pencapaian target bauran 23% energi terbarukan. Poin penting ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana saat menjadi salah satu panelis dalam The 3rd Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) atau IETD 2020 yang bertemakan "Transisi Energi: Kunci Membangun Kembali Sistem Ekonomi dan Energi yang Lebih Baik" hari ini (7/12). Bahwa penerapan energi terbarukan dan upaya pengurangan emisi secara maksimal perlu segera dilaksanakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

"Kita perlu bertindak dan memulai sejak dini untuk memaksimalkan penerapan energi terbarukan tidak hanya untuk generasi selanjutnya tetapi juga untuk pengganti bahan bakar fosil. Energi terbarukan tidak lagi dipandang sebagai komoditas semata, melainkan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi terutama untuk pemulihan pandemi Covid-19. Efisiensi energi adalah salah satu cara untuk pengurangan emisi, sedangkan pengembangan program energi terbarukan adalah cara lain, karena keduanya berkontribusi dalam mempercepat transisi energi," ujar Dadan di hadapan seluruh peserta yang hadir secara virtual baik dari dalam maupun luar negeri.

Lebih lanjut Dadan menjelaskan pertumbuhan listrik saat ini mengalami koreksi dimana permintaan listrik di Pulau Jawa bertumbuh sekitar 2,4% dan pembangkitan listrik eksisting dan yang segera akan COD memiliki kapasitas yang cukup besar untuk sistem Jawa, Madura, dan Bali (Jamali). Di saat yang sama, diperlukan program percepatan untuk menuju pencapaian target 23% pada tahun 2025 dan fokusnya kepada penerapan EBT yang lebih cepat untuk dibangun dengan biaya pembangkitan yang kompetitif.

"Jadi tantangannya pada bagaimana kita bisa meningkatkan energi terbarukan, sebenarnya ada over supply tapi permintaannya tidak meningkat. Isu lainnya yang kita punya tidak hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia yaitu penurunan harga dari minyak mentah. Setidaknya ada tiga sampai 4 program strategis dalam waktu jangka pendek yang dilaksanakan oleh Pemerintah," imbuh Dadan.

65d1647822c4ff285f85b07834d92b62_p.jpeg

Program strategis itu antaralain, pertama, melakukan substitusi energi primer/final dengan tetap menggunakan teknologi yang sudah ada, misalnya implementasi program pemanfaatan biodiesel melalui B30-B50, pengembangan co-firing dan pemanfaatan RDF. Program kedua adalah konversi energi primer melalui penggantian teknologi pembangkit/konversi dimana PLTD atau PLTU digantikan dengan PLT EBT seperti PLT Hybrid antara air dengan surya atau antara angin dengan pembangkit diesel. Contoh lainnya adalah penggunaan biogas dan pellet untuk memasak.\

Selanjutnya, program ketiga yang umumnya dilakukan secara cukup besar adalah penambahan kapasitas EBT, dimana pembangkit baru digunakan untuk memenuhi demand yang baru. Saat ini Pemerintah berfokus pada pengembangan PLTS karena harga lebih murah, listrik yang dihasilkan akan lebih murah dari pembangkit yang lain dan pembangunannya dapat lebih cepat. Program terakhir adalah pemanfaatan EBT non Listrik/non BBN seperti briket, pengeringan produk pertanian dan pengeringan tembakau.

Dadan berharap program-program yang saat ini mulai dirintis bersama dengan Pemerintah atau Organisasi baik nasional maupun internasional dapat membantu mencapai transisi energi yang diharapkan mengingat banyaknya tantangan yang harus dihadapi. Ajang diskusi seperti IETD 2020 ini menjadi forum yang sesuai untuk bertukar pengalaman dan praktek terbaik, bagaimana energi terbarukan dapat mendukung aspek lingkungan dalam pembahasan COP 26, termasuk kerjasama internasional dan bagaimana energi terbarukan dapat menarik pasar. (RWS)