Sikapi Isu Transisi Energi, Menteri ESDM Sampaikan Pentingnya Grand Strategi Energi Nasional

Kamis, 1 April 2021 - Dibaca 401 kali

3c6a1e6d36f48dad960aaad1d6e8ab40_p.PNG KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

SIARAN PERS

NOMOR: 117.Pers/04/SJI/2021

Tanggal: 1 April 2021

Sikapi Isu Transisi Energi, Menteri ESDM Sampaikan Pentingnya Grand Strategi Energi Nasional

Pemerintah Indonesia berkomitmen penuh dalam menerapkan Nationally Determined Contribution (NDC) guna mengatasi perubahan iklim yang sudah diputuskan melalui Paris Agreement sekaligus berusaha mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan Indonesia tetap menghormati kebijakan masing-masing negara dalam menjalankan tanggung jawabnya sesuai prinsip Common But Differentiated Responsibilities (CBDR) sebagai pedoman internasional atas implementasi aksi mitigasi perubahan iklim.

"Saya apresiasi beberapa negara yang menyatakan Net Zero (emisi) memiliki kondisi dan situasi yang berbeda-beda sebagaimana prinsip CBDR dalam mengimplementasikan pembangunan perekonomian nasional," kata Arifin saat Sesi Intervensi Catalysing Near-Term Implementation pada acara IEA-COP26 Net Zero Summit, Rabu (31/3).

Arifin menyoroti, proses transisi energi menjadi salah satu langkah krusial yang dapat ditempuh oleh dunia internasional dalam mengurangi emisi karbon sehingga menciptakan sistem energi yang berkelanjutan dan lebih bersih. "Transisi (energi) ini menjadi sentral dalam mencapai agenda SDGs 2030," ungkapnya.

Pemerintah Indonesia, sambung Arifin, tengah menyusun kebijakan jangka pendek melalui Grand Strategi Nasional sebagai bentuk keseriusan mengimplementasikan NDC. "Indonesia sebagai salah satu negara yang masih komit terhadap NDC dan tengah menyesuaikan kembali sistem perencanaan pembangunan nasional. Target kami ambisius, yaitu 23% bauran EBT di tahun 2025," tegasnya.

Beberapa langkah yang ditempuh Indonesia dalam mencapai target tersebut, antara lain melakukan konversi pembangkit energi fosil menjadi pembangkit EBT, mengoptimalkan pemanfaatan biofuel, meningkatkan pemanfaatan panel surya di darat, bekas lahan tambang dan rooftop, mengembangkan potensi tenaga air dan panas bumi, mengoptimalkan pemanfaatan EBT untuk daerah terpencil, memanfaatkan sumber biomassa untuk cofiring pembangkit listrik tenaga batubara, hingga menyiapkan Peraturan Presiden tentang tarif EBT.

"Selama proses transisi energi, (tantangan) di negara-negara berkembang akan jauh lebih kompleks dari sisi pengembangan teknologi dan pendanaan. Untuk itu, harus ada penetapan standar yang lebih tinggi mengenai lingkungan, sosial serta tata kelola. Saya harap forum ini bisa mengatasi hal tersebut sehingga energi transisi bisa diakselerasi," harap Arifin.

Di akhir intervensinya, Arifin menyampaikan apresiasi kepada International Energy Agency (IEA) atas kemitraan jangka panjang yang sudah dibangun dengan Indonesia. "Apresiasi tinggi saya atas kemitraan jangka panjang antara IEA-Indonesia melalui Indonesia-IEA Energy Transition Alliance. Sesi panel ini saya harap menjadi masukan konstruktif guna mempersiapkan COP26," tutupnya. (NA)

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama

Agung Pribadi (08112213555)